Part 13- Let Her go

377 28 0
                                    

    "Eiits,,udah gak galau lagi nih." Ucap Zayn saat melihat adiknya yang sedang berkutat dengan komputernya. Rayyan tak menanggapinya sekalipun.

"tumben pulang kesini? dirumah abang gak ada makanan ya pasti?" ejek Rayyan sembari terkekeh kecil.

"nggak. Tadi sekalian aja abis nganterin Shabira pulang. Lagipula aku juga pengen ngecek adik abang masih nangis bombay gak ya." Mendengar nama itu disebut perhatian Rayyan pun tercuri.

"kenapa abang bisa pulang dengan Shabira? Bang..bang." baru saja hendak bertanya abangnya sudah duluan masuk ke kamarnya. Rayyan menyusulnya ke dalam kamar tapi Zayn langsung mengunci diri di kamar mandi.

"bukannya tadi Bira dari rumahnya, mana mungkin Abang bertemu dengannya dan mengantarnya pulang." Ucap Rayyan sedikit berteriak agar abangnya mendengar.

Tapi tak ada jawaban dari dalam. Ia tidak suka dibuat penasaran seperti ini. Ia rela meninggalkan pekerjaan yang menumpuk demi mendapatkan informasi dari Zayn. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya abangnya keluar dari kamar mandi dengan wajahnya yang tampak segar.

"Bang jawab dulu kek." Paksa Rayyan pada abangnya yang tampak sengaja menguji kesabaran dirinya.

"jadi tadi ban motor Bira kempes di jalan. Terus abang lewat deh disampingnya. Yaudah abang antar Bira pulang. Dah selesai." Ucap Zayn dengan senyum puas di wajahnya.

"dia gak papa bang?" tanyanya lagi.

"Biranya baik-baik aja, yang kenapa-napa tuh Bannya doang." Jawab Zayn dengan nada kesal.

"udah puas?" tanya Zayn yang dijawab anggukan oleh Ray.

"Bira akan pergi Ray." Ucap Zayn berhasil membuat langkah Rayyan terhenti di ambang pintu. Ray berbalik lalu menatap abangnya meminta penjelasan.

" dia akan melanjutkan studinya di Kairo, Mesir." Ucap Zayn bagaikan petir di siang bolong. Rayyan hanya mampu berdiri di tempatnya. Ia tak tau apa yang akan terjadi selanjutnya.

"biarkan dia Ray, jangan ganggu dia, jangan menghalanginya. Biarkan Shabira fokus menuntut ilmu disana. jangan kamu tambahi lukanya." Ucap Abangnya lagi membuat Rayyan menunduk dalam.

"jika dia jodohmu, sejauh manapun dia pergi, dia akan kembali padamu. Jangan khawatirkan itu." Rayyan mengagguk pelan lalu melanjutkan langkahnya keluar dari kamar Zayn.

Ya, Shabira sudah cukup terluka. Ia tak mau menambah lukanya lagi. Ia tak mau membuat Shabira bersedih lagi ketika bertemu dengannya nanti. Sudah cukup air mata yang ia berikan pada gadis pujaannya itu. ia cukup tau diri untuk tidak merecoki hidupnya lagi.

Yang harus ia lakukan adalah melanjutkan hidupnya. Memperbaiki semua dari awal. Dan lebih banyak meminta pada-Nya. Ia akan membiarkan Bira fokus pada apa yang akan ia capai. Dia terlalu muda untuk merasakan sakit hati. Dia terlalu baik untuk merasakan hal ini.

***

"Umi sama Abi mau kemana?" tanya Rayyan pada keduanya. Kedua orangtua itupun saling tatap sejenak sebelum menjawab...

"Kami mau ke bandara,mengantar Shabira." Ucap Uminya pelan. Mendengar hal itu membuat Rayyan kembali nyeri. Tetapi ia harus menahannya. Ia tak mau mengacaukan semuanya.

"Kamu mau ikut nak?" tanya Umi membuat Rayyan bingung untuk menjawabnya. Ia ingin ikut dan melihat Shabira untuk yang terakhir tetapi ia juga tak mau Bira merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.

"tidak Mi, Ray ada kelas pagi hari ini." Ucap Rayyan menolak dengan halus.

"Yasudah. Kami berangkat dulu ya." Ucap Umi sambil tersenyum pada putranya.

"berangkat sama siapa Mi?" tanya Rayyan lagi membuat Uminya menghentikan langkahnya dan menoleh pada putranya.

"Tuh diantar Abangmu." Ucap Uminya sambil menunjuk mobil Zayn yang baru saja datang.

"ada yang ingin kamu sampaikan pada Shabira? Nanti Umi akan sampaikan." Ucap Uminya sembari berbisik mendekati Rayyan. Rayyan berpikir sejenak mendengar itu.

"tunggu sebentar Mi." Ucap Rayyan kemudian berlari ke kamarnya mengambil sesuatu. Umi hanya tersenyum melihat anaknya itu.

Tak lama Rayyan pun kembali membawa kotak kecil yang diberi pita diatasnya. Ia pun menyerahkannya pada Umi untuk diberikan kepada Shabira.

"tolong berikan padanya. Tapi jangan bilang kalau itu dari Rayyan." Ucap Rayyan pada Uminya.

"Iya. Nanti Umi sampaikan. Yasudah, Umi berangkat ya. Assalamualaikum."

"waalaikumsalam." Jawab Rayyan sembari mengamati kepergian mereka. Rayyan menghela napasnya panjang, berharap rasa sesak di dadanya sedikit terobati. Menghikhlaskan kepergian seseorang yang bahkan belum ia miliki ternyata bisa sesakit ini. Bahkan ia tak punya hak untuk melarangnya untuk tetap tinggal disini. dia bukan siapa-siapa.

***

Thanks for reading. jangan lupa vote dan komentarnya yaa...

Shabira ( Cinta, Asa dan Luka) - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang