"Bira, boleh saya bicara denganmu sebentar?" tanya Rayyan pada Shabira pagi itu. Shabira sedang jalan-jalan pagi dengan Shaquille di depan rumah.
"bicara saja." ujar Shabira dengan nada datar dan dinginnya. dia terlihat gugup dan canggung berhadapan dengan lelaki yang ingin ia lupakan dari memorinya.
"sudah lama kita tak berjumpa Bi. Disana aku selalu memikirkan tentangmu. walau aku tahu ini tidak boleh kulakukan, tapi perasaan ini tak bisa kupungkiri lagi Bi. maka dari itu, aku datang kesini, untuk membenahi perasaan ini. aku tak mau rasa yang diberikan oleh-Nya jadi rasa yang tidak diridhai oleh Allah. aku ingin rasa ini tetap pada tempatnya." ujar Rayyan dengan susah payah. ia mengambil jeda sejenak karena ingin melihat ekspresi Shabira. tapi yang terlihat hanya raut wajah bingung dan terkejut.
"jadi Shabira Asheeqa Dinata, maukah kamu menikah denganku?" tanyanya dengan hati-hati. dia bisa melihat ekspresi terkejut milik Shabira.
"Kamu bercanda? kamu sudah menikah dengan kakakku, mana mungkin sekarang kamu melamarku seperti ini? kamu pikir itu tak menyakiti perasaannya?" Tanya Shabira dengan nada tak suka dan sedikit meninggi. dari nadanya terdengar dia sangat kecewa pada lelaki dihadapannya.
"Wait, apa katamu tadi Bi? menikah dengan kakakmu?" ulang Rayyan lagi dengan tawa kecil yang menyertainya. ia tak habis pikir ternyata selama ini Bira selama ini salah paham dengannya. Bira mengangguk kecil tapi dia masih menampakkan wajah kesalnya.
"sepertinya kamu salah paham." ucap Rayyan lagi dengan masih menahan tawa di bibirnya. lalu tak lama Naura datang menghampiri mereka.
"lebih baik bicarakan di dalam. tak enak ngobrol disini." ucapnya pada kedua orang itu pelan. mereka pun menyetujui dan langsung masuk ke dalam rumah Naura.
mereka sudah berkumpul di ruang tamu. pembicaraan yang tadinya hanya ingin dibahas berdua kini harus dibahas bersama-sama. karena sepertinya terjadi salah paham diantara Shabira dan mereka. sebelum melanjutkan obrolannya dengan Shabira, Rayyan menjelaskan dulu kepada semua yang berkumpul di ruang tamu tentang apa yang dia bicarakan dengan Shabira tadi dan menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka.
"jadi, ada yang bisa jelaskan apa yang sedang kalian tertawakan itu?" tanya Shabira kesal karena bukannya mendapat jawaban atas pertanyaan yang berputar diotaknya tetapi malah menyaksikan mereka tertawa seperti hal itu sangat lucu bagi mereka.
"baiklah, akan kujelaskan Bira." ucap Rayyan pada Bira.
" aku dan Zhafira tidak jadi menikah. kami memang sudah menyiapkan semuanya tetapi aku tidak bisa melakukannya. aku jujur pada Zhafira dan keluarganya tentang keraguanku. aku tidak bisa menikahinya karena aku hanya menginginkan kamu menjadi istriku Bi. aku jelaskan bagaimana kita bertemu dan berjanji untuk menikah sewaktu kecil. awalnya memang mereka kecewa padaku tapi mereka mengerti. kemudian Bang Zayn datang untuk melamar Zhafira dan entah apa yang diperbuat abangku hingga Zhafira langsung menyetujuinya. dan pada hari itu mereka menikah." jelas Rayyan dengan nada seriusnya. Shabira mendengarkan dengan seksama sedari tadi dan masih tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Shabira merasa semua ini seakan seperti mimpi. harapan yang sudah dipupus olehnya kini perlahan mulai tumbuh lagi.
"jadi bagaimana Shabira? apakah kamu menerima lamaranku?" tanya Rayyan sekali lagi karena tadi belum mendapat jawaban dari Shabira.
tiba-tiba suasana menjadi hening. Shabira tampak masih memikirkan tentang lamaran tersebut sedangkan yang lainnya sudah menunggu jawaban dari Shabira.
"Kak Rayyan boleh tanyakan itu kepada Papa. karena Papa lebih berhak menjawab lamaran itu." jawab Shabira membuat para penonton mendesah kecewa. tapi Zhafira tak kekurangan ide. ia langsung menelpon papanya yang ada di Indonesia.
"ini aku telponkan Papa. biar gak kelamaan nunggu jawaban Bira." ujar Zhafira kemudian menyerahkan ponsel pada Rayyan. lelaki itu menerimanya dan menghidupkan loudspeaker agar mereka juga bisa mendengarnya.
"Assalamualaikum Zhaf, ada apa ?" tanya Papa Aldwin dari seberang telepon. Rayyan tampak gugup hendak menjawabnya.
"waalaikumsalam Om, maaf ini Rayyan yang menelpon." ujar Rayyan pada Calon papa mertuanya.
"oh ada apa nak Rayyan? apa terjadi sesuatu disana?" tanya Pak Aldwin tampak khawatir. tapi langsung ditepis oleh Rayyan.
"'tidak ada apa -apa om. jadi begini, saya ingin melamar putri Om, Shabira. saya sudah memintanya secara langsung tapi dia ingin saya menanyakan itu kepada Om. tapi maaf sebelumnya jika saya tidak sopan melamar lewat telepon seperti ini." ujar Rayyan merasa tak enak.
"tidak papa nak. sebagai orangtua tak ada alasan untuk menolakmu. aku sudah mengenalmu dan keluargamu dengan baik. kamu memiliki akhlak dan sikap yang baik. Om yakin kamu bisa membimbing anak Om nantinya. jadi Om terima lamaran kamu. bukan begitu Shabira?" Tanya Pak Aldwin pada putrinya. Shabira gelagapan mendengarnya tetapi langsung bisa menguasai diri untuk menjawab pertanyaan Papanya.
"Iya Pa." ujar Bira malu-malu.
"Yess!Alhamdulillah. " teriak Rayyan sembari berjingkat senang. semua yang ada disana pun tertawa melihat tingkah Rayyan yang tampak gembira karena lamarannya diterima.
"terimakasih Om. setelah dari sini saya pastikan melamar ke rumah secara resmi bersama orangtua saya nantinya." ucap Rayyan dengan penuh keyakinan.
"baiklah. om tunggu di rumah yaa." ujar Papa Aldwin pada calon menantunya itu. lalu setelah selesai ia pun mematikan teleponnya.
"cie adik aku mau nikah nih." ujar Zhafira menggoda adiknya. Shabira tampak tertunduk malu karena digoda oleh kakaknya.
"tadinya jawab aja gak mau Bi, biar makin gila kerja dia. lumayankan dia kalo lagi depresi bisa menghasilkan duit." ujar Zayn membuat Rayyan menatap kesal kearahnya.
"sudah-sudah. lebih baik kita pergi jalan-jalan sebelum mataharinya semakin terik." ujar Naura melerai pertengkaran mereka.
***
Thanks for reading guys :))
KAMU SEDANG MEMBACA
Shabira ( Cinta, Asa dan Luka) - Completed
Romancekejadian yang tak disengaja di masa kecilnya membuat Shabira selalu mengimpikan bertemu imam impiannya. lelaki yang tak sengaja menabraknya sewaktu ia menginjak umur sembilan tahun di sebuah pesantren tempat kakaknya dulu bersekolah. lelaki itu memp...