Perlahan, mataku terbuka saat ku rasakan pundakku di guncang, dan pipi ku di tepuk-tepuk pelan.
"Jiyeon, bangun..."
Sayup-sayup ku dengar suara Yangyang di samping ku. Aku mengerjap beberapa kali, berusaha menyatukan nyawa yang belum terkumpul.
"Eng-- kita udah sampai?" tanyaku dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Iya, kita udah sampai," jawab Yangyang, "maaf ya karena udah bangunin kamu."
"Yangyang, harusnya aku yang minta maaf karena ketiduran," ucap ku sedikit tidak enak.
Yangyang menggeleng dan tersenyum, "nggak apa-apa kok. Kayaknya kamu kecapean banget jadi aku nggak tega bangunin nya."
Yangyang benar, mungkin karena saking kelelahan nya aku sampai tertidur. Akhir-akhir ini energi ku seperti terkuras habis.
Aku merubah posisi duduk ku menjadi tegak, meregangkan tubuhku yang terasa pegal karena duduk terlalu lama.
"Yuk turun," ajak Yangyang.
Aku mengangguk, melepas seatbelt dan turun dari mobil.
Aku baru sadar kalau mobil Yangyang berhenti di tengah hutan. Tidak ada rumah, tempat ini sunyi dan sejuk. Samar-samar ku dengar suara kicauan burung yang saling menyahut di atas pepohonan.
"Ini...kita nggak salah alamat, kan?" tanyaku memastikan.
"Kita nggak salah alamat kok, ini tempatnya," jawab Yangyang, "ayo kita masuk.
Yangyang membimbing ku supaya berjalan di sampingnya. Kami berdua berjalan melewati jalan setapak hingga akhirnya sampai di sebuah hamparan tanah luas yang penuh bunga.
"Lewat sini," Yangyang menarik tangan ku.
"Kita mau kemana?" tanya ku.
"Disini ada penjaga makam nya, jadi kita harus ketemu dia dulu," jawab Yangyang.
Penjaga makam? Maksud Yangyang-- bukan hantu 'kan?
Aku terus mengikuti Yangyang tanpa bertanya lebih banyak. Kami berdua berjalan berdampingan sampai akhirnya tiba di depan sebuah rumah pondok kecil. Sangat sederhana tapi terlihat sejuk karena di tumbuhi banyak bunga di sekeliling nya.
Setelah pintu di ketuk tiga kali oleh Yangyang, seorang wanita paruh baya membuka pintu. Dari perkiraan ku, umur nya sudah enam puluh tahun lebih tapi masih terlihat muda dan cekatan.
Wanita itu tersenyum hangat saat melihat kedatangan kami.
"Hallo, wie geht's dir?" sapa Yangyang sopan.
Wanita itu tersenyum ramah dan membungkuk hormat, "Mir geht es gut, wie wäre es mit dir?"
"Mir geht es gut, schön dich wieder zu sehen, Tante," balas Yangyang.
Selagi Yangyang dan wanita itu bicara, Aku hanya diam menyimak seperti orang bodoh. Tidak mengerti artinya, tapi sepertinya mereka berbicara dalam bahasa Jerman.
Cukup lama setelah basa-basi, Yangyang menoleh pada ku.
"Ayo kenalin nama kamu," ucap Yangyang.
"Tapi aku nggak bisa bahasa Jerman," aku menolak dengan suara setengah berbisik.
Alih-alih Yangyang, tapi wanita paruh baya itu terkekeh pelan, "saya bisa bahasa korea, tenang saja."
Ah, syukurlah.
Aku memperkenalkan diri dengan sopan padanya. Wanita itu juga sempat mengajak kami untuk mampir sebentar tapi Yangyang menolak dengan alasan takut kemalaman. Tapi memang benar, kami berdua tidak punya banyak waktu. Aku harus cepat kembali ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] You Who Come To Me
Fanfiction❝Kim Jiyeon terpaksa menerima tawaran pekerjaan sebagai perawat disalah satu rumah sakit jiwa karena faktor keuangan. Namun setelah itu, ia bertemu dengan Na Jaemin, salah satu pasien rumah sakit jiwa yang harus Jiyeon rawat karena gangguan mental...