"Barangkali memang aku yang kalah, karena telah gagal menahanmu untuk tidak pergi"
.
.
Perkata
Perihal mencintaimu aku memang tidak tahu diri. Apalagi perihal merindukanmu.
Malangnya apa yang aku harapkan tak pernah sesuai dengan kenyataan. Aku lupa, kau memang pulang, tapi pulangmu bukan ke rumah ini. Aku lupa bahwa aku tidak lagi menjelma rumahmu.
Aku masih ingat,
Kau yang selalu menghujaniku dengan janji cinta, berbohong atas dasar sayang. Kadang aku berpikir mengapa aku dahulu begitu percaya dengan semua apa yang kau katakan. Jika dipikir sekarang betapa lucunya aku dibuat bertahan oleh kebohongan padahal luka semakin menganga.
Semua perkataanmu dulu kini telah menjadi pilu.
Aku sendiri tak tahu bagaimana menjelaskan perasaanku. Semuanya gelap, kosong, aku terhanyut dalam kesedihanku sendiri. Sampai kini.
Maafkan aku,
Aku belum sanggup melepasmu. Aku belum terbiasa bila kehadiranmu bukan lagi hal yang harus aku tunggu.
Aku pilu.
Hal-hal seperti ini tidak seharusnya terjadi. Seharusnya aku bisa melepasmu secepat kau menemukan penggantiku.
Aku terus bertanya-tanya, apa yang harus aku lakukan?
Entah sudah berapa banyak kalimat yang telah aku tuliskan untuk menggambarkan perasaanku setelah kau pergi. Begitu pilunya hingga tak tergambarkan, begitu resahnya hingga gundah belum cukup untuk menjadi gambaran kata dalam perasaanku ini.
***
Bagian ini kutulis untukmu yang belum juga lepas dari masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perkata
RomanceTulisan ini saya dedikasikan untuk kamu dan mungkin diriku sendiri, yang belum bisa berdamai dengan sebuah perpisahan. "Tak mengapa, kau bahagia saja. Terluka itu bagianku" -Luwu Timur, 15 Maret 2019 ----------------------------------------- Menulis...