One word I'll say, DISAPPOINTED!
🌪
____________________________________Deru-deru ombak terdengar. Bulan dan bintang terlihat jelas di angkasa. Layar perahu dibentangkan, perlahan perahu berjalan menuju ke tengah lautan yang dingin. Terlihat tiga orang tengah berada di atas kapal dan salah satu dari mereka memegang obor untuk penerangan.
"Ini sudah jauh dari bibir pantai, kita buang di sini saja," ucap seorang pria paruh baya.
Salah seorang dari mereka tak henti-hentinya menangis sambil memegangi karung goni, entah karung itu berisi apa. Karung goni itu dilempar ke laut, setelah itu perahu berputar kembali menuju bibir pantai. Tangisannya semakin mejadi-jadi dikala melihat karung goni semakin tenggelam ke dasar laut.
☘☘☘
Enfys membuka matanya perlahan, kini ia berada di atas batu karang besar di dasar laut. Gadis itu terkejut, bukankah kemarin dia berada di kolam renang rumahnya? Mengapa sekarang ada di lautan? Apakah ia dibuang?
Ia pun menangis. Sekarang dia sendiri tidak ada teman maupun orang tuanya. Rasa benci kepada orang tuanya mulai tumbuh, tega-teganya mereka membuang anak semata wayangnya. Bukannya mencari solusi, malah dibuang begitu saja.
Dipukul-pukullah ekornya, rambutnya diacak-acak. Ia mengambil batu lancip kemudian diarahkan ke dadanya. Segerombolan ikan datang ke arahnya, ia pun mengurungkan niat untuk bunuh diri.
"Kau kenapa? Jangan sekali-kali bunuh diri di laut kami," ujar salah satu ikan.
Dia menganggap dirinya gila, sekarang ia berhalusinasi kalau ikan itu sedang berbicara. Enfys tertawa seperti orang gila. Para ikan yang melihatnya merasa bingung.
"Aku mungkin gila, ikan bisa bicara? Hahaha ...."
"Kami memang bisa bicara. Bukankah kau duyung makanya bisa mengerti bahasa kami," ucap ikan itu lagi.
"Dulu aku manusia. Tapi sekarang aku menjadi duyung. Aku tidak suka jadi kayak gini." Enfys menangis kembali dan para ikan saling tatap tidak mengerti. Seekor lumba-lumba datang membubarkan para ikan.
"Jangan menangis," ucap lumba-lumba itu.
"Aku tau kalau kamu itu bukan murni seekor duyung. Mari ikut aku ke permukaan laut."
Enfys menangguk pelan kemudian mengikuti lumba-lumba itu berenang ke permukaan. Karena tak terbiasa dengan ekornya, ia tertinggal jauh di belakang. Lalu lumba-lumba itu dengan senang hati membantunya berenang ke permukaan laut. Kemudian mereka berdua pergi ke bibir pantai.
"Jangan nangis lagi. Mari kita berkenalan. Namaku Ararya Okan, panggil aja Okan," ucap lumba-lumba itu memperkenalkan diri. Aneh memang, seekor lumba-lumba memiliki nama.
"Ck! Ternyata lumba-lumba juga memiliki nama," cibir Enfys.
"Kami semua ikan memiliki nama. Bukan hanya manusia saja," ujar Okan dengan nada sebal, Enfys menanggapinya dengan tertawa.
"Aku Enfys Delmara." Gadis itu menjabat sirip lumba-lumba yang ternyata bernama Okan.
"Kemarin malam, aku melihat orang membuang karung ke laut. Aku pikir isinya sampah, eh ternyata kamu," ujar Okan menjelaskan.
"Mungkin aku dibuang oleh orang tuaku." Enfys menunduk sedih.
"Buat apa kamu menangisi seseorang yang telah membuangmu? Buang-buang waktu aja, sekarang pikirkan dirimu dulu dan kedepannya ingin bagaimana," ujar Okan
"Benar apa katamu." Enfys mengusap air matanya.
"Kamu harus bersyukur aja. Masih bisa hidup di dunia ini." Enfys mengangguk mengerti. Lumba-lumba ini ternyata bijak juga.
Okan kembali ke lautan mencari makanan untuk dirinya dan Enfys. Enfys berniat duduk di atas batu karang, ia sedikit kesulitan, namun dengan kedua tangannya memudahkan untuk bergeser ke batu karang itu.
Ia duduk, menatap kosong lautan yang terpampang di hadapannya. Sebenarnya Enfys ingin kembali ke rumahnya. Tapi, berapa lama kalau ditempuh dengan berenang? Mungkin memerlukan waktu berminggu-minggu bahkan bisa berbulan-bulan dan mungkin setelah sampai di rumahnya ia akan dibuang lagi.
Enfys menghela nafas beberapa kali dan memandangi ekornya sambil tersenyum. Di sisi lain ia senang karena setiap hari bisa berenang dan di sisi lain ia tak bisa kembali menjadi manusia.
Mungkin Okan akan menjadi teman baiknya selama di sini. Meskipun belum sepenuhnya tau tentang Okan, ia merasa Okan itu baik dan pengertian.
Okan pun datang, ia menyuruh Enfys turun dari batu karang untuk mengambil makanan yang dibawanya. Enfys berenang ke arahnya lalu diambillah kantung yang digigit Okan. Ia bergidik ngeri saat membuka kantung itu. Di dalam sana terdapat dua cumi-cumi berukuran besar sedang bergerak-gerak.
"Ihh, apa ini?" Enfys reflek melempar kantungnya ke lautan.
"Kamu nih apa-apaan sih? Susah tau nangkep cumi-cumi. Malah kamu buang," ucap Okan dengan kesal.
"Jijik tau gak. Lebih baik gak makan daripada makan cumi-cumi hidup. Membayangkannya saja sudah bikin aku jijik," ujar Enfys.
"Terus mau makan apa?" tanya Okan dengan sabar.
"Aku mau makan ikan aja, mau aku bakar. Tolong tangkepin ya," pinta Enfys memelas.
"Baiklah." Okan berenang mencari ikan-ikan.
Enfys sudah berada di pantai, tentunya dengan mengesot, tak mungkin bila duyung berjalan dan berdiri tegak. Ia mengambil beberapa ranting kayu yang kering kemudian menatanya lalu digosok-gosoklah antar ranting untuk membuat api.
Tepat api sudah menyala, Okan datang sambil membawa beberapa ikan. Gadis duyung itu mulai membersihkannya sisik ikan dengan bebatuan lalu mengeluarkan isi perutnya. Kemudian dibakarlah ikan itu. Ia hanya menggunakan air laut untuk menjadi perasa di ikan bakarnya. Supaya tidak hambar.
Di bolak-balik lah ikan itu sampai matang kemudian ia santap ikan bakar buatannya dengan lahap dan Okan hanya bisa melihatnya dari jauh. Setelah ikan bakarnya habis, ia tersenyum ke arah Okan untuk berterimakasih.
"Terima kasih, Okan."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Of Life [END]✓
Fantasy[CERITA FANTASI] 🔴Hanya khayalan semata🔴 Seorang atlet renang, Enfys Delmara harus menerima kenyataan pahit bahwa dirinya sekarang adalah seekor mermaid. Ia hidup sebatang kara di tengah lautan karena dibuang oleh kedua orang tuanya, kemudian hadi...