PART 11 - Meet

706 118 11
                                    

Jika ada pukat harimau, berarti ada kapal dan orang. Jika ada kapal dan orang, maka dipastikan ada sebuah pelabuhan.

"Jika di sini ada kapal, berarti ...." Enfys menggantung ucapannya kemudian menatap Zayle.

"Pelabuhan. Kota Townsville!"

Di depan mereka kini ada sebuah pelabuhan, orang-orang menyebutnya pelabuhan Port Of Townsville. Senang, itulah yang dirasakan keduanya. Saking senangnya mereka berpelukan dengan erat.

Wajah Enfys berbinar-binar, begitu pula dengan Zayle. Mereka melepaskan pelukannya, kemudian berenang ke arah pelabuhan. Setelah sampai di pelabuhan, mereka bersembunyi di balik box-box besar supaya tidak diketahui para pekerja.

Mereka menghela nafas lega, beruntung keadaan pelabuhan tak terlalu ramai karena beberapa pekerja sedang libur. Enfys dan Zayle berusaha untuk mengeringkan ekornya. Ekor Zayle sudah berubah menjadi kaki, tetapi wujud Enfys masih menjadi duyung. Mereka merasa resah, ekor Enfys sudah kering tapi tak kunjung berubah.

Zayle menatap Enfys sekilas, ia merasa ada sesuatu yang hilang. Tapi entah itu apa? Pandangannya beralih ke leher gadis itu, di sana tampak kosong. Kalung mutiara gadis ini hilang. Apa karena kalung mutiaranya hilang ekor Enfys tidak berubah menjadi kaki?

"Kalungmu hilang. Kenapa kau ceroboh sekali, Enfys?!" gertak Zayle. Lelaki itu mengusap kasar wajahnya. Entah mengapa lelaki ini sangat kesal karena kalung mutiara Enfys menghilang.

"Apa kalung itu berpengaruh untuk perubahanku menjadi manusia?" tanya Enfys dengan lirih.

"Bahkan sangat berpengaruh," batin Zayle.

"Kita harus mencari kalungmu itu," ujar Zayle.

Zayle melihat sekitarnya, ternyata kalung mutiara Enfys tergeletak tak jauh dari mereka. Lelaki itu beranjak ingin mengambilnya, tapi sebuah tangan kekar mengambil kalung mutiara itu terlebih dahulu.

Ternyata seorang lelaki berambut coklat yang mengambilnya. Lelaki itu memakai kaos oblong dan celana pantai selutut. Otot-ototnya terlihat kekar dan kacamata hitam yang ia gunakan menambah kesan macho.

Lelaki itu membolak-balik kalung mutiara yang dipegangnya. Zayle berdehem, menyadarkan lelaki yang ada di hadapannya.

"Tolong kembalikan, kalung itu milik teman wanitaku," ujar Zayle dengan sesantai mungkin.

"Iyakah? Di mana teman wanitamu itu?" Lelaki itu tersenyum kemudian melepas kacamata hitamnya.

"Kak Zen?"

Zayle begitu terkejut, yang ada di hadapannya adalah kakak sendiri, Zen Arkan. Kakaknya itu pergi meninggalkan Kastil, lantaran selalu dihina oleh semua mermaid. Penampilan Zen sangat berubah, dulu ia terlihat sangat cupu dan lihatlah sekarang 180° penampilannya berubah.

15 tahun yang lalu

"Seorang pangeran memakai kacamata? Ck, aku tak yakin ia bisa memimpin Kastil." Zen menahan amarahnya, ia tetap santai menuju aula Kastil. Karena hari ini adalah ulang tahun pangeran Zayle. Aula ini tampak ramai, banyak mermaid dari Kastil lain yang diundang. Rakyat jelata pun diundang. Di sana terdapat adiknya yang tengah bermain bersama perdana menteri Louis Sea.

Zen lebih tua 5 tahun dari Zayle. Jadi saat itu, ia berumur 10 tahun dan adiknya masih berumur 5 tahun. Zen masih mendengar bisik-bisik para duyung menghina dan mencemooh nya. Ia sudah tak kuat mendengar itu.

"SUDAH CUKUP! SEMENJAK AYAH DAN IBUKU MENINGGAL, KALIAN SELALU SAJA MENGHINAKU. AKU SUDAH TAK KUAT!" teriak Zen.

"Aku ingin pergi," ucapnya final.

"Kakak," cicit Zayle.

Zen tau, pasti teriakannya itu membuat Zayle kecil takut. Ia mendekati adiknya kemudian memeluknya, "aku akan pergi. Kau jaga Kastil ini, ya adek kecil." Zayle kecil mengangguk.

Zen melepaskan pelukannya kemudian pamit kepada perdana menteri Louis. Ia pergi.

Dua saudara itu saling berpelukan melepas rindu. Zayle menyeka air matanya. Ia sangat bersyukur bisa bertemu dengan kakaknya lagi. Zayle terlalu senang hingga melupakan Enfys yang tengah menunggunya datang.

Hingga sebuah teriakan menyadarkan dua lelaki itu. Mereka segera melepaskan pelukannya dan menuju sumber suara. Zayle menepuk jidatnya, ia melupakan Enfys.

Di sana Enfys tampak ketakutan, karena keberadaannya diketahui oleh salah satu pekerja. Gadis itu dijaring layaknya ikan. Kemudian dipukul-pukul oleh pekerja itu, menyebabkan beberapa luka memar. Pekerja itu tanpa ampun memukul Enfys.

Zayle dan Zen yang sampai di sana begitu terkejut melihat keadaan Enfys. Zen segera menyerang pekerja itu hingga pingsan, sebelum para pekerja menyadari ada sebuah keributan. Sedangkan Zayle langsung menggendong Enfys yang tak sadarkan diri dan menuju Zen.

"Ayo ke mobilku!" ajak Zen melirik Enfys sekilas. Ia begitu familiar dengan wajah Enfys.

Zen mengendarai mobilnya dengan cepat menuju apartemen miliknya. Agar semua orang tak curiga, Zayle menutup semua tubuh Enfys dengan selimut lalu mengikuti Zen dari belakang.

Apartemen Zen sangat luas, terdapat 2 kamar tidur, 2 kamar mandi, 1 dapur dan ruang televisi yang luas. Setelah sampai di dalam apartemen milik Zen, Zayle langsung merebahkan Enfys di atas kasur. Kemudian lelaki itu mengatur nafasnya yang terengah-engah.

"Cepet ambil kotak P3K di laci dekat televisi!" perintah Zen pada Zayle.

Zen memakaikan kalung mutiara itu pada leher Enfys, kemudian mengecek luka memar yang ada di tubuh gadis itu. Zayle datang membawa kotak itu lalu memberikannya pada Zen.

Zen segera mengusapkan kapas yang telah ia beri alkohol ke luka memar Enfys. Beruntung tidak ada luka serius di tubuh gadis ini. Setelah diobati, ekor Enfys berubah menjadi kaki. Zayle sedikit bernafas lega melihat itu.

"Ah, aku mengenalnya sekarang. Dia Enfys Delmara, seorang atlet renang yang dikabarkan meninggal beberapa minggu yang lalu," celetuk Zen.

"Kakak mengenalnya?" tanya Zayle.

"Tentu saja, siapa yang tidak mengenal Enfys Delmara."

"Dan aku adalah salah satu Fysdel Lovers," ucap Zen sedikit mengecilkan suaranya.

"Wow, aku gak nyangka ternyata dia se-terkenal itu," ujar Zayle.

"Dan kakak mu ini juga cukup terkenal di sini," ucap Zen membanggakan diri.

Enfys mengeliat, tubuhnya terasa sakit semua. Apalagi kepalanya serasa ingin pecah. Ia mencoba membuka matanya karena mendengar dua orang lelaki sedang berbincang-bincang, salah satunya adalah Zayle.

"Zayle," panggil Enfys.

Dua orang lelaki itu langsung menoleh dan menghampiri Enfys. Seketika mata gadis ini membulat dikala melihat seorang model lelaki terkenal ada di hadapannya. Siapa lagi kalau bukan Zen.

"Zen Barack!" celetuk Enfys tiba-tiba.

"Apa kubilang, aku cukup terkenal di sini," ujar Zen.

"Zen Barack?"

"Zen Barack seorang model terkenal, fotonya terpampang di mana-mana. Aku suka membaca majalah yang berisi tentangmu. Pengikut instagramnya juga lebih dari 10 juta. Wow! Aku gak nyangka bisa bertemu denganmu. Kau mengenalnya Zayle?" tanya Enfys. Zen yang mendengar ucapan antusias dari Enfys hanya tersenyum.

"Dia kakakku," jawab Zayle.

"Wah, jadi dia seekor mermaid. Tapi kenapa bisa bertahan di sini?" tanya Enfys pada Zen.

"Karena cincin ini." Zen menujukkan sebuah cincin perak.

"Cincin ini seperti kalung mutiaramu dan seperti gelang milik Zayle," lanjut Zen.

Zen menceritakan semua hal tentangnya, kenapa ia bisa di sini dan menjadi seorang model terkenal dan Enfys begitu antusias mendengarnya. Zayle yang melihat perbincangan kakaknya dengan Enfys hanya tersenyum tipis sambil duduk menyilangkan kakinya.

Bersambung...

Destiny Of Life [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang