PART 24 - Irawan Psikopat?

535 89 4
                                    

Zayle yang melihat wajah kebingungan Enfys terkikik geli. Gadis itu dilanda kebingungan. Kenapa Ibunya memanggil Zayle dengan sebutan Okan? Saat ingin meminta penjelasan, ia malah diacuhkan.

Enfys ingin meminta penjelasan pada lelaki itu, namun Zayle enggan memberikan jawaban. Gadis itu mencium aroma-aroma konspirasi.

Karena tak ingin Enfys dilanda kebingungan, Zayle merangkul kekasihnya mengajak pulang ke apartemen Zen dan tentang Ratu Elamara, ia sudah kembali ke lautan. Karena perlu mengadakan pesta kedatangan putri mahkota.

Gadis itu merebahkan diri di kasur. Malam ini ia ingin tidur dengan tenang, karena saat tidur di rumah Irawan rasanya tak nyaman. Sebelum memejamkan matanya, ia berpikir sejenak. Dirinya sudah tak menginginkan menjadi manusia, lantas mengapa masih di sini? Lebih baik pulang ke lautan dan tinggal bersama Ibu kandungnya meskipun dirinya menjadi duyung.

Berusaha ikhlas menerima kenyataan kalau dirinya memang murni seekor duyung, itu yang dilakukannya. Memang ini sudah takdir.  Siapa yang bisa melawan takdir Sang Kuasa?

Baru saja Enfys memejamkan mata, pintu kamarnya digedor-gedor oleh seseorang. Dengan langkah yang kesannya terpaksa, ia membuka pintu tersebut.

"Ada apa, Zayle? Kenapa kau menggedor-gedor pintu kamarku?" tanya Enfys kesal.

"Tidak apa-apa. Aku cuma gabut," kekeh Zayle yang langsung mendapat jitakan dari Enfys.

Gadis itu mendorong tubuh Zayle agar menyingkir dari pintu lalu menutupnya dengan keras. Ia ingin tidur, tubuh dan batinnya sangat lelah.

Setelah dirinya menemui Enfys tak henti-hentinya Zayle menggerutu. Ia hanya ingin bermanja-manja dengan kekasihnya, namun gadis itu tidak peka. Malah menutup pintu dengan keras. Lihat saja besok, ia akan berpura-pura merajuk.

Pagi harinya, Enfys sudah bangun dalam kondisi segar. Ia pergi ke dapur ingin memasak sarapan untuk dirinya, Zayle dan Zen. Kalau biasanya membuat nasi goreng, kali ini ia akan membuat pancake coklat.

Pancake yang sudah matang, dihidangkan di atas meja makan. Kedua lelaki itu belum menampakkan batang hidungnya, akhirnya ia memilih untuk membangunkan kedua lelaki itu yang kemungkinan masih tidur.

Gadis itu mengetuk pintu kamar Zayle, namun beberapa kali mengetuk tak ada sahutan sama sekali. Ia memberanikan diri untuk masuk, kebetulan pintu kamar tidak dikunci dan benar saja Zayle masih tidur. Tumben sekali Zayle tidur di sofa, mengapa tidak tidur di atas kasur? Dan di mana Zen? Kenapa dari kemarin, ia tak menampakkan dirinya?

Enfys masih berfikir positif, mungkin Zen sibuk dengan pekerjaannya. Gadis itu memilih untuk membangunkan kekasihnya. Selimut yang menutupi tubuh Zayle ia tarik. Kemudian mulai menggelitiki tubuh lelaki itu. Sontak Zayle bangun dari tidurnya sambil tertawa.

"Berhenti Enfys, ini sangat menggelikan," tutur Zayle dengan nafas ngos-ngosan.

Gadis itu masih belum berhenti menggelitiknya. Lelaki itu menarik tangan Enfys membuat gadis itu menindih tubuh Zayle. Cuma dengan cara seperti itu, Enfys akan berhenti menggelitiknya.

"Cepatlah mandi, aku sudah menyiapkan sarapan," ujar Enfys yang langsung bangkit dari tubuh Zayle.

"Baiklah sayang." Pipi Enfys langsung merona mendengar panggilan sayang dari Zayle. Gadis itu segera berbalik dan kembali ke meja makan. Zayle terkekeh melihat pipi kekasihnya merona dan salah tingkah.

Zayle melangkah ke kamar mandi, sesaat dirinya ingat. Bukankah kemarin, ia akan berpura-pura merajuk pada Enfys. Kenapa malah bersikap manis pada gadis itu? Argh! Sial. Rencana berpura-pura merajuk gagal total.

Setelah menjalani ritual mandinya, Zayle menuju meja makan. Di sana ada kekasihnya sedang duduk manis sambil melihat acara televisi. Lelaki itu menarik kursi lalu mendaratkan bokongnya.

Baru saja mereka menelan potongan pancake, berita di televisi membuat mereka tersedak.

"Dokter Irawan Jogh, seorang dokter sekaligus pemilik Cafe IJ ternyata seorang psikopat. Pemuda berumur 21 tahun itu ternyata memotong-potomg tubuh pasiennya yang telah meninggal. Diketahui ia sudah melancarkan aksinya selama lima tahun terakhir. Aksi kejinya itu baru diketahui pihak rumah sakit kemarin siang saat ada satu keluarga korban menanyakan perihal jenazah keluarganya. Dokter Ferdino sekaligus direktur rumah sakit memberitahu bahwa rekaman CCTV di kamar jenazah mati,tapi beruntung CCTV yang mengarah ke kamar jenazah itu menyala dan memperlihatkan bahwa dokter Irawan sering keluar masuk kamar jenazah dan setiap keluar tangannya berlumuran darah. Kini dokter Irawan sedang diburon oleh pihak kepolisian. Bagi yang melihat keberadaan dokter Irawan segera melapor pada pihak berwajib. Sekian berita kali ini, saya Remoria undur diri dan terima kasih."

Enfys dan Zayle menelan ludahnya dengan kasar. Ternyata teman yang menurut mereka baik adalah seorang psikopat. Dibalik perbuatannya itu, pasti Irawan memiliki sebuah alasan.

"Psikopat? Jadi kita berteman dengan seorang psikopat?" ujar Enfys sedikit terkekeh.

"Aku tidak menyangka. Orang yang ku kira baik ternyata seorang psikopat dan kemarin kita tinggal di dalam rumahnya, rumah seorang psikopat," tutur Zayle tidak percaya.

"Ayo kita lihat keadaan rumahnya," ajak Enfys dan di balas anggukan oleh Zayle.

Mereka berdua segera bersiap-siap, kali ini mereka memilih memakai jaket dan masker hitam. Sampai di sana, rumah Irawan tampak diberi garis polisi dan banyak polisi sedang berjaga-jaga di luar pagar rumah Irawan.

Mereka tak ingin berurusan lagi dengan lelaki psikopat itu, toh urusan mereka sudah selesai. Saat ingin beranjak pergi, Enfys tak sengaja menginjak sesuatu yang keras ternyata itu adalah sebuah cincin. Ia memungutnya kemudian menunjukkannya pada Zayle. Bukankah cincin ini milik Zen? Kenapa berada di sini?

"Ini cincin milih kakak."

"Iya, ini milik Zen. Kenapa cincinnya ada di sini?"

"Kalau dia tidak memakai cincin, bukankah Zen tidak bisa bertahan hidup di darat? Di mana dia sekarang?"

"Aku sangat khawatir," ujar Zayle.

"Dari kemarin aku menunggunya sampai tidur di sofa kamar, ternyata dia tak pulang-pulang." Oh, ternyata itu alasan Zayle tidur di sofa.

Mereka akhirnya meluncur ke gedung agensi Zen. Di sana mereka mencari Theo, manager Zen. Dan Theo memberitahu bahwa sejak kemarin lelaki itu tidak bisa dihubungi. Terakhir mereka berbincang di telepon kemarin pagi pada saat Zen meminta izin untuk tidak ikut pemotretan beberapa minggu. Enfys mengetahui hal itu, pada saat Zen menelpon dirinya berada di sebelah lelaki itu.

Sepasang kekasih itu mulai mencari Zen ke penjuru kota. Mulai dari taman, cafe, hotel, dan tempat-tempat yang sering dikunjungi Zen. Mereka juga menghubungi teman-teman seprofesi lelaki itu. Namun, dari mereka tidak ada yang mengetahui keberadaan Zen.

Malam pun semakin larut, mereka masih setia mencari Zen. Saat menelpon Zen, ponsel lelaki itu mati dan tak bisa dihubungi. Zayle frustasi tak menemukan keberadaan kakaknya. Ia baru saja bertemu, kenapa harus berpisah lagi?

-1012

Bersambung....

Destiny Of Life [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang