#5. Berangkat

618 41 1
                                    

Happy Reading!
~~~
Vomment!

***

    Aku menatapnya tajam beberapa saat kemudian aku segera balik arah diikuti oleh Seli.

    "Eh! Ra! Seli! Tu tunggu aku! Aku bisa jelaskan ini." Panggil Ali. 

     Aku tak peduli dan segera mengambil posisi di pojok kantin yang berlawanan arah dengan Ali. Ah, itu ada tempat yang kosong. "Sel, duduk disana aja yuk." Aku berusaha menggunakan intonasi ceria seperti biasanya. "Ayo! Itu sedang sepi. Cepat nanti keburu di ambil orang tempatnya." Ajak Seli rusuh. Akhirnya kami duduk.

    "Astaga, baksoku udah dingin. Rasanya tidak enak lagi kayaknya. Huhu. Jus jerukku juga." Aku menatap makananku. Aku meraih jus jerukku dan mendinginkannya menggunakan kekuatanku. Tentu saja diam diam. 

    "Sini aku panaskan lagi baksonya, mumpung belum mengembang. Gantinya, kamu dinginkan lagi minuumanku. Aku haus." Pinta seli. Aku tertawa dan mengangguk. Jadinya kami barter kekuatan.

    Kami menghabiskan makanan dalam diam. Aku tidak mau keceplosan tentang topik yang berhubungan dengan kejadian tadi.

    Terdengar langkah kaki yang sedang berlari. Sangat kencang sampai kedengaran. Aku melirik dari ekor mataku. 

      Tepat seperti dugaan. Itu adalah Ali. Pemilik langkah kaki tadi. Ketika melihatku dan Seli, dengan segera dia ke arah kami. Aku kembali fokus pada makananku.

   "Ra-Raib, Seli... kalian marah?" tanyanya takut takut setelah duduk di seberang meja kami. Aku tidak mau meladeninya. Juga Seli.

    "Ra, bagi jus jerukmu dong. Teh milikku tidak mempan." Pinta Seli. Mengabaikan makhluk kisut yang duduk di depan kami. Aku melihat kuah bakso milik Seli warnanya lumayan merah. Dia kebanyakan memakai saos. Tapi kecapnya habis. Aku tertawa sambil memberikan minumanku. Aku memanggil mamang tukang bakso untuk membawakan kecap. 

      "Huft, thanks ra. Aku tertolong." Cengir Seli. "Hei! Apanya yang tertolong? Kamu menghabiskan minumanku." Aku melotot pada seli. Bisa-bisanya dia menghabiskan menumanku. 

     Seli melambaikan tangannya, "Santai ra, aku belikan lagi nanti. Tadi itu darurat. BANG JOJON! PESAN JUS JERUK UKURAN BESAR! DUA YA!" teriak Seli, berusaha mengalahkan keributan di kantin. Bang Jojon mengancungkan jempol. Aku tertawa melihatnya.

    "hei, kalian mengabaikan aku ya?" tanya Ali lagi. "Aku tahu kalau aku salah, aku benar-benar tidak bermaksud melakukan hal itu. Suer! Kalian marah ya?" 

   "Kami tidak marah. Tapi kami kesal. Karena kami sudah capek menunggumu, Kamu malah deluan ke kantin. Mana dengan cewek lagi." Kata Seli sambil menahan amarahnya. 

    Ali menggeleng. "Aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu Sel. mereka yang tiba-tiba datang dan menghimpitku. Dan tentang kalian menungguku itu beda. Tadi kata Alif kalian memang mondar-mandir di depan kelas ku. Tapi ketika aku keluar, kalian sudah tidak ada. Jadi aku membuat kesimpulan kalau kalian itu marah padaku dan ke kantin deluan. Jadi, ya begitu. Lagi pula kenapa kalian tidak masuk dan bangunkan saja aku? Intinya maafkan aku ya." Mohon Ali sambil meneguk Lemontea-nya.

    Entah kenapa aku merasa kalau Ali ini tidak sedang berbohong. Ia jujur dengan kata-katanya.

   "huft, aku percaya. Aku merasa kalau kamu itu enggak bohong. Jadi kali ini aku memaafkanmu. Bagaimana dengan mu Sel?" aku akhirnya membuka suara. 

    "Aku memang jujur ra." Ali menatapku dengan serius. aku mengangguk dan melanjutkan makan. 

    "Haah, baiklah. Aku juga memaafkanmu. Tapi jika kamu melakukan hal itu lagi, jangan harap kamu akan bisa berbicara denganku sebulan kedepan." Ancam Seli sambil menunjuk ali dengan bakso, yang berada di garpu. Ali kembali nyegir dan beranjak pergi.

    "Kemana?" tanyaku. 

    "Mau beli roti dulu. Menurut info dari para fans ku, di depan ada yang jual roti Mozarella. Tapi agak mahal katanya. Aku sih tidak keberatan, selama enak, satu milyar-pun mau aku beli." Kata Ali sambil menunjuk toko roti di belakang kantin. Aku mengangguk.

   "Eitss, tidak semudah itu kau pergi Aliando." Ucap seli menahan Ali. "Ha? Kenapa? Tapi namaku bukan Aliando ya." Kata Ali mengingatkan. 

     "Iya iya. Sebagai hukuman karena telah meninggalkan kami tadi, kamu harus membelikan aku dan Ra Roti mozzarella itu. Tapi ukuran jumbo dan jumlahnya masing-masing 3." Pinta Seli. 

     Ali terlihat berpikir sejenak. "Oke, tapi kalian jangan marah lagi sama aku ya?" Ali meminta kesepakatan. Seli mengangguk. "Deal." Seli dan Ali berjabat tangan. Aku hanya menyimak sambil menyedot jus yang baru sampai.

    Tak lama Ali kembali. Ia benar-benar membelikannya untuk kami. "Nah, ini punya kalian. Benar benar enak loh. Aku  sampai borong. Sekitar 15 buah, Ukuran besar lagi." Kata Ali bersemangat. Aku mengangguk-angguk saja, lebih tertarik memakan rotinya.

***

     "Baik anak-anak. Semua sudah berkumpul kan?" Kak Vero -pemandu kami- menerima absen dari pembina klub. "Baik, karena semua klub sudah hadir, silahkan naik ke pesawat. Tidak ada yang berlari ya." Jelasnya. Serempak kami menjawab "IYAAA"

     Aku berjalan menuju pesawat setelah memeriksa barangku. memastikan tidak ada yang tertinggal. Di susul oleh Seli dan Ali.

    "Ra, Seli, kita duduk di dekat jendela saja yuk. Di sebelah situ." Kata Ali sambil menunjuk tempat kosong di barisan ke tiga. Ya, kami memang memiliki wilayah yang di pesan khusus. 

    Kami pun duduk disitu. "Cup! aku duduk di dekat jendela!" kata Seli. 

    "enak saja! aku minta kita duduk di pinggir supaya aku yang duduk dekat jendela." Bantah Ali. "Pokoknya aku dekat jendela! Titik!" balas Seli tak mau kalah. Aku menggelengkan kepala melihat tingkah mereka.

    "Maaf, bisa tolong bilang ke teman kamu supaya tidak ribut? Penumpang lain bisa terganggu." Tegur salah satu pramugari. Aku kikuk dan segera mengangguk. "Ma-maaf karena membuat keributan." Pramugari itu tersenyum dan melanjutkan pengecekan boarding pass penumpang lainnya. 

    Dengan segera aku mencubit pinggang kedua sahabatku itu. "Aduh, sakit ra!" teriak mereka bersamaan. Aku melotot dan mengisyaratkan untuk diam. Mereka terdiam dan meminta maaf pada seluruh penumpang.

      "Dasar kalian, begitu saja sampai berantem. Malu tahu! Mana aku yang ditegur tadi." Aku memarahi mereka ketika kami sudah duduk. Tentu saja dengan suara yang normal. Ya, akhirnya Ali mengalah dan duduk di sebelah kiriku, membiarkan Seli duduk di dekat jendela.

     "Akh, tidak ada yang bisa dilakukan disini. Kenapa sih kita tripnya harus jauh-jauh, sampai ke Jakarta sana. Dekat dekat saja kenapa sih?" Mood Ali segera jelek. 

     Aku tertawa kecil dan mengangkat bahuku. Aku tidak tahu. "Yasudah lah, tidur aja aku." Kata Ali. Dia mengambil sesuatu dari pinggangnya. Hei, dia menggunakan pakaian Klan bintang!

    "Dasar, kamu memakai pakaian klan bintang ya?" aku berbisik untuk memastikannya. Dia hanya nyengir kuda, Aku memukul tangannya pelan."Jangan jangan kamu tidak membawa baju ganti?" dia mengangguk. Huft, dasar. 

     Aku memutuskan untuk tidur. Sedangkan Seli, dia sibuk dengan instory nya.

     Tak lama kemudian...

    "Raib, Ali bangun, sudah sampai." Samar-samar aku mendengar ada yang memanggilku. Karena udah reflek badan, aku segera terbangun dan mengumpul kan nyawa. Sedangkan makhluk di sebelahku ini masih belum terbangun.

     "Ali, bangun." Panggil Seli lagi. "Akh, kamu curang Seli, ini belum waktuku berjaga." Kata Ali ngelantur sampai membuat teman disebelahnya kebingungan. Dasar Ali...

Bersambung...

.

.

.

Ehehe, Hola Guys!
up lagi ni

gimana chap kali ini?
seru kah? komen ya!

Vomment dan follow authornya

Seeyou and enjoy!

Revisi: 11/07/21JEJE

𝐂𝐡𝐨𝐨𝐬𝐢𝐧𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang