#9. Jogging

523 34 2
                                    

"Ra, bangun." Sayup sayup aku mendengar suara Seli. "nggh, pukul berapa ini Sel?" tanyaku setengah sadar. Aku meraih hpku dan menyalakannya. Taklupa ku redupkan cahayanya. "Astaga Sel... ini masih pukul setengah enam pagi loh. Mau ngapain coba." "Aku pengen jogging. Karena aku gak bisa tidur. Tapi kalau kamu gak mau, yaudah kamu tidur aja lagi." Jawab Seli. Rambut pendeknya berantakan seperti singa.

Aku berpikir sejenak. Jogging? Boleh juga sih. "oke deh." Aku setuju dan memakai sandal. Aku teringat sesuatu. "Eh, gak ajak Ali?" "Boleh. Telpon gih." Kata seli. Aku mengganguk.

Sudut pandang Ali

Trilililili~ aku meraih handphone ku. "Halo." Sapaku setengah sadar. "Al, Jogging yuk." Terdengar suara Raib di seberang. "Jogging? Enggak ah. Masih ngantuk. Bye." Aku menutup telepon dan melanjutkan tidur.

Sudut pandang Raib

"Ih, dimatiin. Yaudah lah, kita pergi aja deluan." Ajakku. Seli mengangguk. "Ih, kalian berisik banget sih. Diem." Oceh Cilla setengah sadar. Aku takpeduli dan pergi bersama Seli.

"Brrrr. Dingin banget ra." Keluh Seli. Aku tertawa. "Ya dingin lah. Kan semalam Hujan. Ke taman itu aja yuk." "Ayo lah."

"Hei. Raib dan Seli ya?" panggil seseorang saat kami tiba di taman. Kami menoleh. "Iya? Eh, Kak Rey sama Kak Gio kok. Ada apa kak?" tanyaku sambil merapatkan jaket. "Gaada, manggil aja. Kalian Jogging ya?" tanya kak Gio. Kami menangguk. "Kebetulan nih, kami juga sedang jogging. Dan ini kami mau bubur di sana. Kalian mau ikut?" tawar kak Rey. "Wah, boleh kak." Jawab Seli.

Sepanjang jalan aku mengobrol dengan kak Rey. Kami membicarakan tentang kegiatan nanti pagi, kesukaan, dan hoby. "Eh, baru nyadar, si Ali mana? Tumben ga sama kalian. Biasanya nempel." Tanya kak Gio.

"Masih molor dia kak." Jawabku. "Hahaha. Tipikal pemalas dan biangkerok ya." Kata Kak Rey. Itu terlihat bercanda, tapi aku tahu kalau sebenarnya itu menyindir. Jadi kubantah. "Eh? Seingatku dia yang paling jenius loh kak. Dia juga cepat sadarnya walau agak susah dibangunin." 

"Memangnya kamu tahu dari mana kalau ia seperti itu?" kak Rey menatapku dengan tajam. "Karena kami sudah lama bersama dia. Jadi kami tahu kebiasaan Ali." Jawab Seli. 

"Wow, sampai tidurnya juga?" lanjut kak Rey. Kami mengangguk. "Iya kak. Dia itu selalu cepat sadar. Apalagi saat situasi genting dan mendesak. Tapi kalau mempercepat bangun, hanya master b yang bisa membangunkannya." Jelasku. Kak Rey hanya mengangguk. Air wajahnya seperti tak senang.

"Guys, itu dia tokonya. Kamu mau pesan apa Sel?" tanya kak Gio pada Seli. Sepertinya dia tidak peka dengan situasi. "Umm, aku mau bubur ayam aja deh." Pinta Seli. "Oke, kalau kam Ra?" tanya kak Rey padaku. "samain aja menuku sama menu Seli." "Ra, aku minumnya susu hangat. Kamu mau juga?" tanya Seli memastikan. "Ga ah, aku teh Tarik hangat aja." Jawabku. "Katanya mau disamain. Gimanasih, hihi." Goda kak Rey. Aku hanya tersenyum getir.

"Duduk di sana aja yuk." Usul kak Gio setelah menerima pesanan. Kami mengangguk. Aku duduk deluan di pinggir. Kukira Seli yang akan duduk di sampingku. Ternyata kak Rey. Aku menghela napas pasrah.

Saat kak Rey sudah duduk, hanya tersisa sedikit ruang di antara kami, padahal di sisi kanan kak Rey masih luas tempatnya. Ya, bangku yang kami duduki adalah bangku panjang.

"PERMISI YAA. Brak." Teriak seseorang yang langsung menerobos celah kecil diantara aku dan kak Rey dan meletakkan pesanannya dengan kasar. "Kyak!" aku hampir terjatuh dan disambut oleh sebuah tangan yang (agak) kekar.

"Ali! Gausah buat masalah sehari bisa enggak?" aku sedikit membentaknya. Dia menatapku dengan tatapan menyepelekan. "Enggak bisa tuh." Jawabnya sambil menarikku. Aku menggelembungkan pipiku.

"Ahahaha! Kalian selalu menjadi pasangan drakor yang serasi seperti biasanya ya plok plok plok." Goda Seli sambil bertepuk tangan. juga kak Gio. Wajahku panas!

"a apaan sih Sel. Ku bekukan buburmu nanti." Ancamku. Seli dan Ali hanya tertawa. "Ih, bercanda ajapun gak bisa nih nona tangan penyembuh. Ali saja biasa aja tuh. Ya kan tuan rambut berantakan?" Seli meminta dukungan. "Yup, bener banget tuh nona tangan berpetir." Seli dan Ali adu tos. Aku makin menggelembungkan wajahku. Kak Rey dan kak Gio menatap kami heran.

"Hei, kenapa kalian punya julukan yang unik unik? Seperti nona tangan penyambuh, nona tangan berpetir, dan Tuan rambut berantakan? Ah, kalau ali sih emang fakta." Tanya kak Gio setelah Ali dan Alif duduk. Akhirnya kak Rey mengalah dan Ali duduk di sebelahku.

"Bedasarkan kenyataan kak." Jawab Seli. Aku menoleh dan memelototinya. Dia baru saja membocorkan rahasia besar. Tapi sepertinya kak Gio tak percaya dan memutuskan untuk diam tuh. Huft, syukurlah.

"Hey, sudah pukul 7 nih, kita pulang yuk." Ajak Kak Gio. Benar juga ya, sudah pukul 7, dan bubur kami juga sudah habis. -gajadi jogging nih?

Aku menoleh pada ali.

Astaga, dia sedang menggunakan Hh (Handphone Handsfree –baca: 08) -nya. "Pletak. Aduh! Sakit ra!" keluh Ali. Ya aku mengetok kepalanya dan melotot menyuruhnya untuk mematikan Hh itu. "Huh, iya iya. Dasar putri bulan Jelek! Baperan!" ejek Ali. Aku melotot.

"kamunya yang biangkerok Ali! Pengacau keadaan!" balasku. "Enak saja pengacau keadaan! Justru aku yang memulihkan keadaan tahu! Kamu Cuma melaksanakan apa yang aku suruh aja!" Ali tak mau kalah. "Apaa?! Emangnya aku pembantu kamu hah?!" aku makin meninggi.

"Udah udah! kalian! Malu tahu diliatin orang lain!" lerai Seli. Aku reflek menoleh sekeliling. Benar, orang lain tampak terganggu. Aku dan Ali meminta maaf atas keributan tadi.

"Dasar kalian ini, gak di kapsul, gak di dirumah, sama aja! Perlu aku panggil master b untuk menotok kalian supaya diam? Saling maaf maafan sekarang." Perintah Seli. Kami menurut. "OKe, kalau sudah selesai, ayo pulang, sebentar lagi senam dan aku mulai latihan." Ajak Seli.

Bersambung... 

.

.

.

Halo Hai Guys!

Kami Up Lagi!

gimana ceritanya?

Vote, komen, dan share ke teman-teman kalian ya!

jangan lupa, difollow juga authornya supaya kami makin semangat nulis!

Enjoyyy

See you

𝐂𝐡𝐨𝐨𝐬𝐢𝐧𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang