BAB VI - II

5.4K 596 8
                                    

Bright sedang bersikap baik, atau semacamnya. Setidaknya dia tidak menghindari Win. Sekonyol apapun kelihatannya tapi jujur saja Win menginginkan perhatiannya. Ada suatu daya tarik yang menyeret Win kepada Bright yang tidak bisa dia jelaskan. Semakin Bright menjaga jarak semakin Win ingin mendekat. Dia memiringkan kepalanya dan menaikkan salah satu alisnya seperti sedang menanti Win untuk mengatakan sesuatu.

Oh tunggu dulu. Bright telah bertanya padanya. Sial, mata keperakan itu. Membuat Win sulit berkonsentrasi. "Uh, apa?" Win bertanya merasakan wajahnya memanas.

Bright berdecak, "Bagaimana pekerjaanmu?" tanyanya perlahan.

Win harus berhenti bersikap seperti idiot kalau dia sedang berada di sekitar Bright. Jadi, dengan gerakan kaku Win meluruskan bahu, "Berjalan dengan baik. Aku menyukainya."

Bright menyeringai dan memandang ke air, "Aku yakin kau menikmatinya."

Win terdiam sejenak dan memikirkan komentar itu lalu bertanya, "Apa maksud perkataanmu itu?"

Tatapan Bright turun menjelajahi tubuh Win kemudian naik lagi. Sialan, Win amat menyesal tidak mengenakan kembali kaosnya. "Kau tahu bagaimana wajahmu, Win. Apalagi dengan senyum sialanmu yang manis itu. Para pegolf pria pasti membayarmu dengan baik."

Dia benar mengenai uang tipnya. Dia juga membuat Win bernapas secara konyol dengan memandang seperti itu. Win menginginkan Bright menyukai apa yang dia lihat namun kemudian Win menjadi takut dengannapa yang akan terjadi. Bagaimana jika Bright mengubah keputusannya mengenai saling menjaga jarak? Bisakah Win mengikutinya?

Keduanya duduk dalam diam selama beberapa saat ketika Bright memandang lurus kedepan. Win yakin dia sedang memikirkan sesuatu. Rahangnya menegang dan ada garis kerutan terbentuk di dahinya. Win jadi memikirkan lagi semua yang telah dia katakan. Dan tidak dapat menemukan satupun yang dapat membuatnya kesal.

"Sudah berapa lama ibumu meninggal?" Tanyanya sambil menatap Win lagi.

Win tidak ingin membicarakan mengenai ibunya. Tidak pada Bright.

Namun mengabaikan pertanyaannya tidaklah sopan. "Tiga puluh enam hari yang lalu."

Rahang Bright bergerak seakan dia gusar pada terhadap sesuatu dan kerutan di dahinya semakin dalam. "Apakah ayahmu tahu bahwa sebelumnya beliau sakit?"

Pertanyaan lain yang tidak ingin Win jawab. "Ya, ayahku tahu. Aku juga menghubunginya di hari ibuku meninggal dunia." Win tertawa hambar. "Dia tidak mengangkat teleponnya. Aku hanya meninggalkan sebuah pesan." Kenyataan bahwa ayahnya tidak pernah membalas telepon terlalu sakit untuk Win akui.

"Apa kau membencinya?" tanya Bright.

Win ingin membencinya. Dia telah menyebabkan duka dalam hidup mereka sejak hari dimana kakaknya Tine meninggal. Itu sulit. Tapi ayah adalah satu-satunya keluarga yang masih dia miliki. "Kadang-kadang," sahut Win jujur.

Bright mengangguk dan menjulurkan tangannya kemudian mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Win. Bright tidak berkata apapun namun pada saat itu memang tidak perlu. Satu koneksi kecil itu sudah cukup mengatakan semuanya. Mungkin Win tidak terlalu mengenal Bright namun dia telah mempengaruhinya.

"Aku mengadakan sebuah pesta malam ini. Adikku Prim, berulang tahun. Aku selalu menyelenggarakan pesta untuknya. Mungkin kau tidak terlalu dapat berbaur namun kau diundang jika kau mau hadir"

Adiknya? Dia memiliki seorang adik perempuan? Win pikir Bright anak tunggal. Bukankah Prim adalah gadis yang sangat kasar di malam kedatangannya?

"Kau memiliki adik perempuan?"

Bright mengendikkan bahunya, "Yeah."

Kenapa Frank bilang dia anak tunggal? Win menunggu Bright untuk menjelaskan tapi dia diam saja. Lalu memutuskan untuk bertanya. "Frank bilang kau anak tunggal."

FALL [BrightWin] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang