BAB XXIV

3.1K 358 26
                                    


.

.

.

.

.

Win tidak menoleh ke belakang, lagipula Bright tidak memanggil namanya lagi. Win melangkah menuruni tangga dengan koper di tangan. Ketika sampai ke anak tangga paling bawah, ayah keluar dari ruang tamu dan menuju foyer. Mimik wajah sedih terukir di wajahnya. Dia tampak lebih tua lima belas tahun sejak terakhir kali Win melihatnya. Lima tahun terakhir ini sepertinya tidak baik untuknya.

.

"Jangan pergi, Win. Mari kita bicarakan tentang hal ini. Luangkan waktumu untuk memikirkan hal-hal ini." Dia ingin Win tetap tinggal. Kenapa? Jadi dia bisa membuat dirinya merasa lebih baik karena telah menghancurkan hidup Win? menghancurkan hidup Prim?

.

Win menarik ponsel yang pernah diberikannya dari saku dan mengulurkannya. "Ambil saja. Aku tidak menginginkan benda itu," kata Win datar.

.

Ayah menatap ponsel itu dan lalu kembali menatap Win bingung. "Mengapa aku akan mengambil ponselmu?"

.

"Karena aku tidak ingin apa-apa darimu," jawab Win marah tapi dia sudah lelah. Dia hanya ingin keluar dari sini.

.

"Aku tidak memberikan ponsel itu padamu," kata nya masih terlihat bingung.

.

"Ambil telepon itu, Win. Jika Kau ingin pergi, aku tidak bisa menahanmu di sini. Tapi tolong,ambillah telepon itu." Bright berdiri di tangga teratas. Dia yang membelikan nya ponsel itu. Ayah tak pernah menyuruhnya untuk memberikan ponsel. Perasaan Kebas merasuk dan Win tidak bisa merasakan sakit lagi. Tidak ada kesedihan lagi untuk apa yang mungkin telah mereka alami.

.

Win berjalan mendekat dan meletakkan ponsel di atas meja di samping tangga. "Aku tidak bisa," jawaban singkat. Win tidak menoleh pada salah satu dari mereka. Meskipun dia mendengar tumit sepatu Davika berderap pada lantai marmer menyadarkannya bahwa dia telah memasuki foyer.

.

Win meraih gagang pintu dan membuka pintu. Dia tidak akan pernah melihat mereka lagi. Dia hanya meratapi mereka yang telah pergi, sendirian.

.

"Kau tampak seperti dia." Suara Davika nyaring di keheningan. Win tahu maksudnya ibu nya. Dia tidak punya hak bahkan untuk mengingat ibu nya. Atau berbicara tentang dirinya. Dia berbohong tentang ibu. Dia membuat sosok ibu yang Win kagumi tampak seperti orang lain yang egois dan kejam.

.

"Aku hanya berharap aku bisa menjadi setengah dari dirinya," Win berkata dengan suara lantang dan nyaring. Dia ingin mereka semua mendengarnya. Mereka perlu tahu tidak ada keraguan dalam pikiranya, bahwa ibu nya tidak bersalah.

.

Win melangkah keluar ke sinar matahari dan menutup pintu dengan keras. Sebuah mobil sport perak bergerak masuk ke halaman saat Win berjalan menuju truk. Dia tahu itu Prim. Win tidak bisa melihatnya. Tidak sekarang.

.

Pintu mobil dibanting dan Win tidak gentar. Win melemparkan koper ke belakang truk dan membuka pintu. Dia sudah selesai di sini.

.

"Kau tahu," katanya dengan nada suara geli yang nyaring. Win tidak akan menanggapinya. Dia tidak akan mendengarkan mulutnya memuntahkan lebih banyak kebohongan tentang ibunya. "Bagaimana rasanya? Mengetahui kau ditinggalkan karena seseorang oleh ayahmu sendiri? " Rasanya kebas. Itu hanya sedikit dari rasa sakit yang masih bisa diarasakan. Ayah telah meninggalkan mereka lima tahun yang lalu. Win telah bisa mengatasi rasa sakitnya.

FALL [BrightWin] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang