[ yang masih bocah harap tidak memaksakan kehendak untuk membaca bab ini ]
.
.
.
.
.
Bright tidak memulainya dengan perlahan. Mulutnya kuat dan menuntut. Win senang. Ini romantis. Ini nyata. Dia juga menggunakan barbel lidahnya. Pada awalnya Win tidak menyadarinya tapi Win merasakannya. Jentikan lidahnya hebat dengan adanya benda itu. Win suka merasakan sesuatu yang tidak bisa diraih.
.
Kedua tangannya menangkup wajah Win. Ciumannya melambat dan kemudian Bright menarik diri tapi tetap memegang wajah Win dengan tangannya. "Ikutlah ke atas denganku. Aku ingin menunjukkan kamarku," Bright memberikan Win senyuman nakal, "dan ranjangku." Win mengangguk dan Bright menjatuhkan tangannya dari wajah Win.
.
Bright menyelipkan salah satu tangannya ke tangan Win dan menautkan jemari keduanya dalam remasan yang begitu nyaman. Tanpa berkata-kata, Bright mengarahkan Win ke tangga menariknya naik dengan lembut dan dengan segera karena Bright ingin segera tiba di atas.
.
Saat keduanya tiba di lantai dua, Bright mendorong Win ke dinding dan menciumnya dengan ganas, menjepit bibir Win seraya membelai lidahnya dengan antusias. Bright menyentak ke belakang dan mengambil nafas dalam. "Satu tangga lagi menuju lantai atas," ujarnya dengan suara parau dan menarik Win kearah pintu di ujung lorong. mereka melewati kamar Win dan Bright berhenti sebentar.
.
Pada mulanya, Win pikir Bright mungkin ingin menuju kesana tetapi dia tidak berhenti hingga mereka mencapai pintu kecil di ujung lorong. Win menduga ada tangga yang menuju kamarnya. Bright menarik kunci untuk membukanya, kemudian membuka pintu dan memberi isyarat pada Win agar mengikutinya.
.
Di ruangan tempat tangga itu berada terbuat dari kayu keras seperti sebuah tangga lain.di rumah ini tapi disana ada dinding di satu sisi saat mereka menaiki anak tangga selangkah demi selangkah. Saat Win sampai di ujung teratas tangga, dia sontak membeku. Pemandangannya sangat mempesona. Cahaya bulan yang menyinari lautan memberikan kamar sebuah latar belakang paling luar biasa yang bisa dibayangkan.
.
"Kamar ini adalah alasan mengapa aku meminta ibuku untuk membeli rumah ini. Meskipun saat itu aku baru berusia sepuluh tahun aku tahu bahwa kamar ini istimewa," bisik Bright di belakang Win membungkus pinggangnya dengan kedua lengan.
.
"Ini sangat menakjubkan," Win bernafas dengan suara pelan. Dia merasa seolah berbicara terlalu keras akan menghancurkan momen ini.
.
"Aku menghubungi ayahku hari itu dan berkata padanya kalau aku menemukan rumah yang ingin aku tinggali. Dia mengirimkan uangnya melalui ibuku dan ibuku membelinya .Dia suka lokasinya
jadi di rumah inilah kami menghabiskan waktu musim panas kami. Dia punya rumah sendiri di Atlanta tapi dia lebih suka tinggal disini."
.
Bright bercerita tentang dirinya. Keluarganya. Dia mencoba. Hati Win sedikit meleleh lagi. Seharusnya Win menghentikannya untuk membingkai dirinya di hati Win. Win hanya tidak ingin hatinya terluka saat semua ini berakhir saat Bright memilih untuk pergi .Tapi Win pun tak ingin munafik, dia ingin tahu lebih mengenai dirinya. Mengenai Bright yang begitu menawan untuknya.
.
"Aku tidak pernah ingin pergi," balas Win jujur. Bright mencium telinganya dengan lembut. "Ah, tapi kau belum melihat kabinku di Vale atau apartemenku di Manhattan."
KAMU SEDANG MEMBACA
FALL [BrightWin] ✅
FanfictionMetawin datang dengan damai. Ia hanya ingin tinggal beberapa hari di tempat sang Ayah, setidaknya sampai ia punya cukup uang untuk mencari tempat tinggal lain. Namun, takdir malah mempertemukan dia dengan Bright Vachirawit. Saudara tiri yang seharus...