.
.
.
.
.
"Bright."
.
Ia mengangkat kepalanya. Wajahnya basah oleh air mata. Win tidak akan menghapus mereka. Mereka mewakili sebuah tujuan. Win berdiri dan melepaskan kancing kemejanya kemudian meloloskan agar terletakkan bebas diatas ranjang. Mata Bright tak pernah meninggalkan tubuh Win. Kebingungan di wajahnya dapat diduga. Win tidak bisa menjelaskan hal ini. Dia hanya membutuhkannya.
.
Mendorong turun celana panjang yang dia kenakan dan melangkah keluar dari celana tersebut. Kemudian melepaskan sepatu dan perlahan melepas celana dalam. Setelah Win benar-benar telanjang. Win melangkah keatas mengangkangi kaki Bright. Tangannya segera membungkus di sekeliling Win dan ia membenamkan wajahnya di perut polos Win tanpa komando. Daerah yang basah oleh air matanya terasa dingin pada kulit menyebabkan Win menggigil.
.
"Apa yang kau lakukan, Metawin?" Bright bertanya sambil sambil sedikit menarik diri hanya agar dapat menengadah menatap Win. Win tidak bisa menjawab itu. Dia lebih memilih mencengkeram kemeja Bright dan menariknya hingga ia mengangkat tangannya, membiarkan Win menariknya hingga terlepas melalui kepala dan melemparkannya ke samping.
.
Merosot hingga Win terduduk diatas pangkuannya, Win menyelinapkan tangan ke belakang kepalanya dan menciumnya. Perlahan. Ini adalah terakhir kalinya. Tangan Bright berada di rambut Win dan ia segera mengambil alih. Setiap belaian lidahnya lembut dan santai. Ia tidak lapar dan menuntut. Mungkin ia sudah tahu ini adalah selamat tinggal. Itu tidak berarti harus keras dan cepat. Ini merupakan kenangan terakhir yang Win akan miliki bersamanya. Tentang mereka. Satu-satunya kenangan yang tidak berisi kebohongan. Sekarang hanya kebenaran yang ada diantara keduanya.
.
"Apakah kau yakin?" Bright berbisik di bibir Win saat dia bergoyang melawan ereksi yang mereka rasakan di bawah celana jinsnya. Win hanya sanggup mengangguk. Bright mengangkat dan membaringkan Win di atas tempat tidur sebelum melepaskan sepatu dan celana jinsnya. Ia merangkak di atas Win saat wajahnya yang berbayang mengamati Win dengan begitu dalam. "Kau adalah pemuda paling menawan yang pernah aku lihat. Metawin." Bisiknya saat Bright menghujani ciuman di wajah Win sebelum menarik bibir bawah Win ke dalam mulutnya dan kemudian dihisap.
.
Win mengangkat pinggulnya. Dia membutuhkan Bright di dalam. Win akan selalu membutuhkannya di dalam tapi ini akan menjadi terakhir kalinya Bright berada di dalam mengisi penuh dirinya. Ini dekat. Tidak akan ada yang pernah sedekat ini lagi. Tidak seorangpun.
.
Bright menjalarkan tangannya menyusuri tubuh Win meluangkan waktu untuk menyentuh setiap bagian. Seolah-olah ia sedang menghafalkan setiap bagian yang Win miliki. Win melengkung ke dalam tangannya dan memejamkan mata membiarkan rasa dari tangannya menandai dirinya. "Aku sangat mencintaimu," Bright menyumpah saat kepalanya menunduk untuk mencium pusar.
.
Win membiarkan kakinya jatuh terbuka sehingga Bright dapat bergerak diantaranya. "Apakah aku perlu memakai kondom?" tanyanya, bergerak kembali keatas tubuh Win.
.
Ya, dia harus menggunakannya. Tidak boleh mengambil resiko. Lagi-lagi, Win hanya mengangguk. Bright berdiri untuk mengambil celana jinsnya dan menarik keluar sebuah kondom dari dompetnya. Win melihatnya merobek pembungkusnya hingga terbuka kemudian diselipkannya dari ujung kepala kejantanan hingga menutupi keseluruhan sampai pangkalnya. Win tidak pernah mencium Bright disana, di kejantanannya. Win pernah memikirkannya tetapi dia tidak memiliki keberanian.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALL [BrightWin] ✅
FanfictionMetawin datang dengan damai. Ia hanya ingin tinggal beberapa hari di tempat sang Ayah, setidaknya sampai ia punya cukup uang untuk mencari tempat tinggal lain. Namun, takdir malah mempertemukan dia dengan Bright Vachirawit. Saudara tiri yang seharus...