.
.
.
.
.
Parkiran yang penuh dengan mobil bukanlah sesuatu yang Win harapkan saat dia tiba di rumah Bright setelah pulang kerja. Lapangan golf sudah sangat sibuk tadi sehingga Win hanya bisa berhenti sekali untuk memberikan para tamu minum di lubang ke 16. Bright pun tidak mengiriminya sms lagi sepanjang hari. Perutnya melilit dengan gelisah tanpa sebab. Ada apa ini? Apakah perasaan manis yang Win rasakan setelah Bright mengambil milik Win memudar begitu cepat? Haha, sudahlah. Dia harus memarkir jauh hingga keluar tepi jalan karena semua telah penuh. Menutup pintu truk, dan mulai berjalan menuju pintu.
.
"Kau takkan ingin ada di dalam sana," suara akrab Frank terdengar di kegelapan. Win melihat sekeliling dan melihat cahaya oranye kecil jatuh ke tanah kemudian ditindih oleh sepatu boot sebelum Frank keluar dari tempat persembunyiannya.
.
"Apakah kau datang ke pesta ini hanya untuk berkeliaran di luar?" tanya Win, ini kedua kalinya semenjak dia tiba di pesta ini menemukan Frank hanya sendirian di luar.
.
"Aku tidak bisa berhenti merokok. Bright mengira aku sudah berhenti. Jadi aku bersembunyi di luar ketika ingin merokok," jelasnya.
.
"Merokok akan membunuhmu," ucap Win padanya, mengingat semua perokok yang Win lihat perlahan sekarat saat dia mengantar ibu ke perawatan kemoterapi.
.
"Itu yang mereka katakan padaku," Frank membalas sambil menghela napas.
.
Win melihat kembali ke rumah dan mendengar suara musik mulai mengalir keluar. "Aku tak tahu bahwa malam ini ada pesta," ucap Win lagi, berharap suara kekecewaannya tak terdengar.
.
Frank tertawa dan menyandarkan pinggulnya di sebuah Volvo. "Bukankan di sini selalu ada pesta?"
.
Tidak, tidak lagi. Setelah semalam Win berpikir Bright akan menelpon atau mengirim pesan teks kepadanya. "Kukira aku hanya tak menyangka akan hal ini."
.
"Kurasa Bright juga begitu. Ini pestanya Prim. Dia menjebaknya. Perempuan itu selalu bisa lolos dari segala aturan yang Bright terapkan. Aku selalu kena imbasnya lebih dari sekali karena aku tidak turut mengatasi jebakan wanita sialan itu."
.
Win melintas untuk ikut bersandar di Volvo disampingnya dan bersedekap. "Jadi kau tumbuh besar bersama Prim juga?" Win butuh sesuatu. Segala jenis penjelasan. Frank menyipitkan matanya ke arah Win. "Ya. Tentu saja. Davika adalah ibunya. Hanya dia orang tua yang kami punya. Well..." Frank menarik diri dari Volvo dan menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kau hampir menguasaiku. Aku tak bisa mengatakan apa-apa, Win. Jujur ketika seseorang melakukannya aku tak ingin berada di sekitarnya."
.
Frank berjalan kembali menuju ke dalam rumah. Win masih melihatnya sampai dia masuk ke dalam sebelum Win sempat berjalan menuju ke dalam rumah. Win berharap tidak ada orang di kamarnya. Jika ada, kemungkinan besar dia akan ke dapur. Sungguh, dia sedang tidak ingin meladeni Prim. Atau segala rahasia tentang Prim yang orang lain tahu kecuali dirinya.
.
Win pun yakin dia juga sedang tidak ingin meladeni Bright. Jadi dia membuka pintu dan bersyukur tidak ada orang di sana yang berdiri melihatnya datang. Langsung menuju tangga, Tawa dan suara memenuhi rumah. Win tidak cocok dengan mereka. Tidak ada gunanya berada di sana dan bertindak seperti yang pernah dia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALL [BrightWin] ✅
Fiksi PenggemarMetawin datang dengan damai. Ia hanya ingin tinggal beberapa hari di tempat sang Ayah, setidaknya sampai ia punya cukup uang untuk mencari tempat tinggal lain. Namun, takdir malah mempertemukan dia dengan Bright Vachirawit. Saudara tiri yang seharus...