[WARNING! Cerita ini termasuk konten dewasa karena mengandung kekerasan. Dimohon bijak dalam membaca, ambil sisi positifnya.]
***
Dengan pakaian olahraga, Helcia telah melesat meninggalkan apartemen. Sepagi ini, ke mana lagi kalau bukan ke Vallejo Street—rumah Helios.
Dia memarkirkan mobilnya di halaman, berjalan menuju pintu rumah bercat putih. Tanpa mengetuk, dibukanya pintu tersebut, menampilkan wanita paruh baya yang tersenyum hangat.
"Pagi, Mom!" sapa Helcia tersenyum ceria.
"Oh, astaga, baru mampir sekarang kamu, dasar anak nakal. Mom sangat merindukanmu," ucap wanita paruh baya itu segera mempersilakan Helcia masuk. Dia merangkul Helcia menuju ruang keluarga. "Lihat siapa yang datang, Denial!"
Seseorang yang sedang menyesap kopi di ruang keluarga menoleh. "Wah, Sayangku, kamu makin cantik saja dari terakhir kali kemari," sahut Denial Istvan—ayah Helios—ketika melihat Helcia.
Yang dipuji mengangguk. "Tentu saja, aku selalu cantik." Ocehan Helcia membuat Denial terkekeh. Gadis itu memang sangat percaya diri sejak dulu.
"Sini duduk! Ada banyak hal yang ingin aku obrolkan denganmu," tawar Denial sembari menepuk tempat kosong di sampingnya.
"No, Dad, aku ingin membangunkan Beruang Kecil dan mengajaknya jalan-jalan," tolak Helcia, ekor matanya menunjuk ke sebuah kamar yang masih tertutup rapat.
Denial tertawa renyah. "Dasar anak muda. Pasti kamu sangat merindukan Helios, sampai tidak bisa sehari saja absen melihat wajahnya."
Helcia melangkahkan kaki menuju kamar yang tak jauh dari ruang keluarga. Dia memutar kenop pintu, menampilkan kamar yang tidak begitu luas, tetapi cukup lega dan nyaman, bau khas Helios langsung menyapa indra penciuman Helcia.
Interior kamar itu didominasi warna putih—warna kesukaan Helios. Seseorang sedang bergelung dalam selimut, masih tertidur pulas. Helcia mendekat, merebahkan diri di samping Helios. Wajah lucu menggemaskan bak bayi itu tampak tidak terusik, Helcia memandang usil ke arah Helios yang tertidur. Ide jahilnya keluar begitu saja.
Setengah sadar Helios merasakan pipinya dihampiri benda kenyal, sesuatu menempel sesaat di sana. Dia mengerjap perlahan sebelum membuka mata. Kaget dengan Helcia yang sudah ada di sampingnya, lelaki itu segera memekik, "Helcia, apa yang–"
"Ssstt, morning kiss," bisiknya, "aku tunggu di ruang makan." Setelah itu, Helcia keluar kamar, meninggalkan Helios yang masih sibuk mengumpulkan kesadaran. Lelaki itu terdiam, otaknya masih memproses apa yang terjadi tadi. Dalam hitungan detik, pipinya merona sempurna.
***
Keluarga hangat Helios sangat tertib ketika makan. Hanya denting sendok dan garpu yang terdengar, tidak ada yang berbicara. Helcia menyeruput sup ayam buatan Grace—ibu Helios— memang tiada tandingan. Helcia yang sedari dulu jarang makan masakan rumahan dengan semangat menghabiskan semangkuk sup.
Setelah sarapan ditambah sedikit bercengkrama, Helcia dan Helios menuju halaman depan. Gadis berambut silver tersebut melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Lios, kita naik sepeda saja!" Helcia menunjuk sebuah sepeda ontel berjenis Raleigh yang teronggok di garasi.
"Kamu yakin? Itu sepeda tua," ujar Helios ragu. Pasalnya, sepeda yang ditunjuk Helcia sudah berkarat karena jarang dipakai.
"Ayolah, aku sangat ingin naik sepeda sekarang," bujuk Helcia sembari melirik sepeda yang terparkir manis itu. Helios mengangguk, apa yang tidak untuk Helcia?
Ontel berwarna hitam itu meluncur meninggalkan kediaman Istvan. Sepanjang jalan yang masih lenggang, rumah berwarna-warni dengan gaya Victoria berjajar rapi mengiringi perjalanan.
Tampak toko bunga, roti, cokelat, sampai kedai aksesori turut meramaikan jalanan. Rumah di San Francisco jarang dipasangi pagar. Rata-rata desain rumah di sana berlantai dua serta terdapat garasi dan sebuah perkarangan kecil.
Helcia yang sedang membonceng melihat orang berlalu-lalang, sekadar berjalan santai atau jogging menuju satu tempat yang sama seperti dirinya dan Helios: Golden Gate Park, taman terbesar di San Francisco, bahkan termasuk yang paling luas sepenjuru California.
Saat weekend begini, taman itu ramai dikunjungi orang untuk olahraga, piknik, atau hanya duduk-duduk menikmati pemandangan danau yang tenang di taman itu.
Kini sepeda ontel yang dikendarai Helios sudah melaju selama lima belas menit. Hanya perlu 420 detik lagi untuk sampai di taman luas nan padat tersebut.
***
Langkah kecil Helcia seiring dengan laju jalan Helios. Mereka telah sampai di Golden Gate Park yang luasnya mencapai 4,1 kilometer persegi. Begitu Helios memarkirkan sepedanya, mereka jogging di jalan setapak yang tak jauh dari tempat parkir.
Rumput hijau tumbuh di setiap sisi jalan. Helcia menatap malas ke arah Helios yang sudah kembali melaksanakan kebiasaan lamanya; olahraga.
Entah sudah berapa puluh putaran Helios berlari-lari kecil, keringat terlihat mulai membanjiri pelipis. Lelaki itu terlalu sering melakukan pekerjaan berat hingga tubuhnya kurus karena kelelahan belajar dan olahraga. Bukankah itu sama saja menyiksa diri sendiri?
Kalau begini, Helcia jadi menyesal sudah mengajak Helios jogging. Sekarang, pacarnya asyik olahraga, sementara Helcia hanya duduk diam memperhatikan dari salah satu bangku taman.
Helcia menengadah, menatap langit cerah. Rambut silver yang ia ikat model ponytail tampak bercahaya ditimpa sinar mentari. Pemandangan itu tak luput dari perhatian Helios. Sekarang, jantungnya tak hanya berdetak cepat karena belari, tetapi disebabkan juga oleh visual Helcia yang menawan.
"Helios, berhenti lari!" Helcia memasang wajah pura-pura marah. Ah, Helios semakin dibuat kacau, dia melirik Helcia sekilas sebelum mengambil satu putaran lagi.
Lelaki itu berhenti bukan karena lelah, tetapi sesuatu membuat Helios terdiam mematung. Sebuah tangan melingkar di pinggang. Helios menggerakkan kepala, melihat Helcia memeluk dari belakang. Wajahnya terasa panas sampai ke telinga. Tudung hoodie yang menutupi wajahnya berperan sebagai penyelamat kali ini.
"Hel-cia," panggil Helios terbata.
"Helios jahat, sibuk sendiri," rengek Helcia mengangkat kepalanya yang tadi bersembunyi di balik punggung Helios.
"A-a-yo kita istirahat saja," ucap Helios lagi. Dia berjalan kaku sambil mencoba melepas tangan Helcia yang memeluknya erat.
Mereka sempat menjadi pusat perhatian karena sikap terang-terangan Helcia. Setelah kembali ke bangku, Helios pergi entah ke mana. Baru saja ia ingin menggerutu, benda dingin menempel di pipinya, membuat kaget. Helcia menoleh, mendapati Helios yang membawa dua kaleng minuman isotonik.
Helios mulai menenggak minumannya sambil menatap orang-orang yang melewati mereka. Bahunya terasa berat sebelah, kepala Helcia menyender di bahu Helios. Lelaki itu sampai menggenggam kaleng di tangan sampai berbentuk tak keruan untuk meredam debaran jantungnya yang makin menggila.
Lelaki itu benar-benar dibuat jatuh lebih dalam lagi. Entah akan menjadi sesuatu yang baik atau buruk. Yang pasti, Helcia adalah segalanya bagi Helios.
***
AN:
Alohalo! Apa kabar?
Chapter Five is done! Wait next chapter for another cuteness.
Ekhem, masih sweet, 'kan? Iya, nikmati dulu part-part manisnya. Aw, tidak sabar menunggu reaksi kalian kalau tau ... xixixi, rahasia!
TTD,
Pecinta husbando 2D
maylinss_ dan Michika213
KAMU SEDANG MEMBACA
HELL (Completed)
Mystery / Thriller[CERITA INI TERMASUK KONTEN DEWASA KARENA BANYAK MENGANDUNG KEKERASAN. DIMOHON BIJAK DALAM MEMBACA!] Cerita belum ending, tetapi sudah selesai. Penjelasan ada di part "Post-chapter". *** Dunia yang kita tinggali tidak selamanya perkara hitam dan pu...