Chapter Eight

148 26 94
                                    

[WARNING! Cerita ini termasuk konten dewasa karena mengandung kekerasan. Dimohon bijak dalam membaca, ambil sisi positifnya.]

***

For your information, aku udah bikin playlist di Spotify buat cerita ini. Namanya "HELL FOR US!🖤". Jangan lupa didengar waktu ada penggalan liriknya di cerita, ya!

***

Helcia berjalan menuju semak belukar tempat ia menyimpan mobilnya. Gadis itu masuk ke kendaraan besi tersebut, segera tancap gas meninggalkan Lyon Street.

Bugatti Chiron melaju pada kecepatan 330 kilometer per jam. Meski begitu, Helcia tampak mengemudikan mobil dengan santai karena jalanan yang dilaluinya lurus dan cukup sepi.

Setelah berapa jam mengemudikan mobil seperti orang balapan, Helcia berhenti di sebuah perkampungan yang cukup terlantar. Lingkungan kumuh itu tidak membuatnya terlihat jijik sama sekali karena Helcia selalu tenang dalam situasi apa pun.

Dia melangkah memutari mobilnya, membuka bagasi, dan mengambil sebuah koper hitam berukuran sedang. Entah apa isinya, yang jelas itu terlihat penting.

Jam tangan di pergelangan kanan terus berputar. Da mengumpat pelan. Helcia tidak suka menunggu. Tak lama setelah umpatan terlontar, sebuah Lamborghini Aventador merah berhenti di samping mobilnya. Helcia berjalan mendekat, seiring dengan seseorang yang baru saja keluar dari mobil merah tadi.

"Kamu membuatku menunggu, Mr. Galbert," ucap Helcia dengan senyum tak luntur dari wajahnya. Orang itu meneguk saliva kasar, bukan pertanda baik melihat senyum mengerikan dari wajah cantik lawan bicaranya.

Helcia melempar koper ke arah Mr. Galbert, yang segera ditangkap lelaki berjas tersebut. Di mengembuskan napas lega, untung saja koper itu tertangkap, kalau tidak, bisa-bisa nyawanya melayang di tangan si Bos.

"Masih segar dan kualitas terbaik," tambah Helcia. Jika bukan klien penting, tentu dia tak segan menjadikan Mr. Galbert sebagai target selanjutnya.

Orang yang dipanggil Mr. Galbert itu menyimpan hati-hati koper tadi ke dalam mobil. Kemudian tangannya meraih koper lain berukuran lebih besar, menyerahkan benda itu kepada Helcia. "Senang berbisnis dengan Anda," sahut lelaki itu sambil menjabat tangan Helcia.

"Tentu, saya juga senang berbisnis dengan Anda, Tyson." Mendengar nama depannya dipanggil, lelaki itu bergidik ngeri, segera dia masuk dalam mobil, menjalankannya secepat mungkin.

Helcia terkekeh, padahal dia belum melakukan apa pun, tetapi orang itu sudah ketakutan. Gadis itu membuka koper, menatap puas ke lembaran Dollar Amerika yang tersusun rapi.

Ah, Helcia lupa, Beruang Kecil pasti telah menunggu lama. Kasihan kalau sampai Helios-nya kelaparan. Dia kembali memasuki mobil, melaju meninggalkan perkampungan kumuh sepi yang menjadi tempat transaksi tadi.

Matanya mencari-cari sesuatu, sampai dirasa buntu dan tidak ada pilihan lagi, Helcia terpaksa menghentikan mobilnya di sebuah restoran piza, memesan dua kotak besar dengan ekstra keju dan jamur. Tak lupa dia mampir ke minimarket di seberang restoran, Helios pasti senang saat nanti Helcia pulang membawa satu kantong penuh apel.

***

Helios terus menatap pintu yang masih setia rapat di hadapannya, dari pagi sampai malam Helcia belum pulang juga. Padahal hanya bilang beli makanan, tidak mungkin, 'kan, sampai menghabiskan waktu berjam-jam?

Nama Tyson terus terngiang, Helios bertanya-tanya siapakah dia sampai membuat Helcia buru-buru meninggalkan dia sendirian di gedung ini? Hatinya tidak suka ada nama lelaki lain selain dirinya di hidup Helcia.

HELL (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang