Chapter Nine

129 21 120
                                    

[WARNING! Cerita ini termasuk konten dewasa karena mengandung kekerasan. Dimohon bijak dalam membaca, ambil sisi positifnya.]

Happy reading and enjoy your time❤️

***

Sinar matahari tampak masuk lewat kisi-kisi jendela. Masih dengan piyama beruangnya, Helios berjalan dengan gontai keluar kamar.

Belum genap nyawanya terkumpul, mata hazel Helios melihat sosok laki-laki sedang duduk di sofa yang semalam dia duduki. Tanpa bertanya, segera Helios hampiri orang tersebut, menarik kerah kemejanya, membuat lelaki itu tersentak kaget.

"Siapa kamu?!" teriak Helios.

"Aku Ricky, tetapi hei, siapa kamu datang-datang menarik kerahku?" elak Ricky sembari melepaskan cengkeraman Helios di kerah kemejanya.

Di tempat dia berdiri, Helcia tersenyum puas. Senang sekali mendengar perdebatan yang menjadi pembuka harinya. Begitu merdu di telinga.

"Ini rumahku dan Helcia! Pergi kamu!" Helios kembali berseru marah. Siapa pula Ricky sampai berani naik ke lantai atas?

"Helcia yang mengundangku, kamu siapanya dia, huh?" tanya Ricky heran.

"Helcia pacarku!"

Pernyataan tegas Helios mendapat respons berupa tawa menggelegar dari Ricky. "Mana mungkin Helcia mau berpacaran dengan laki-laki pecundang sepertimu?"

Jika menyangkut Helcia, entah kenapa Helios mudah sekali terpancing emosi. Tanpa pikir panjang, segera dia hajar wajah lelaki yang masih tertawa itu, membuatnya tersungkur.

Helcia menyeruput susu cokelatnya dengan khidmat. Menyaksikan Helios yang membabi buta merupakan salah satu hobi baru. Betapa kerennya tatapan mata Helios yang menggelap seperti sekarang.

Helios tidak memberi celah barang sedikit pun untuk Ricky membalas. Dia benar-benar kesal. Namun, tiba-tiba tepukan di bahunya membuat Helios menghentikan gerakan. Helcia memapah lelaki yang sudah lemas tak berdaya itu. Belum sempat Helios melayangkan protes, Helcia lebih dulu berujar, "Ikut aku."

Lelaki itu menurut meski kesal karena Helcia memapah Ricky turun ke lantai dua. Tangan Helcia menunjuk ke kursi yang ada di sudut ruangan, seolah menyuruhnya duduk.

Kekesalan Helios menguap, berganti dengan ketegangan yang kentara di wajahnya. Di tengah ruangan, Helcia membaringkan tubuh Ricky pada meja operasi, merantai kedua tangan serta kaki lelaki itu.

"Helcia, what are you doing?!" jerit Ricky histeris.

Setelah memastikan bahwa Ricky tidak bisa kabur, Helcia memakai masker dan penutup kepala berwarna senada dengan baju OK---Operation Kamer---yang dikenakan. Helios baru sadar bahwa sejak tadi Helcia memakai pakaian hijau khusus operasi.

Gadis tersebut memakai sarung tangan karet berwarna putih. Kemudian, dia meraih meja instrumen beroda, berjalan mengelilingi penjuru ruangan untuk mengambil beberapa keperluan. Persis seperti orang belanja di swalayan, tinggal pilih dan taruh ke troli.

Meja instrumen yang didorong Helcia sudah terisi oleh; sebuah jarum suntik, dua botol cairan, pisau berbagai ukuran, gunting bedah yang bermacam bentuk, pinset, dan bak instrumen.

Ricky masih setia meracau, "Helcia, lepaskan aku!"

Lampu besar di atas Ricky seketika menyala saat Helcia menekan tombolnya. Mata lelaki itu refleks tertutup, tidak siap dengan silau menyorot. Helcia tersenyum menatap Helios yang mematung di tempatnya duduk. "Perhatikan aku baik-baik, Helios."

Mulut Helios tak sanggup berucap. Seakan paham dengan kondisi kekasihnya, Helcia segera memulai kegiatan yang sempat tertunda. Sebelum pisau itu mengenai perut Ricky, Helios berujar dengan napas tercekat. "A-a-aku b-bisa membantumu untuk memberi aneste--"

Lirikan tajam terarah ke Helios. "Aku tidak bilang butuh bantuanmu, 'kan?" Baiklah, Helios tidak ingin Helcia marah. Dia hanya memejamkan matanya erat ketika pisau tersebut membelah kulit Ricky.

"ARGH! PERIH SEKALI!" raungnya. Tubuh Helios gemetar mendengar jeritan penuh rasa sakit dari Ricky. Astaga, bagaimana bisa dia lihat proses operasi tanpa anestesi seperti ini?

Bukannya berhenti, Helcia justru menyeringai di balik maskernya. Pemandangan Ricky yang menjerit sampai urat di sekitar wajahnya menonjol adalah sebuah mahakarya paling indah. Mulut Helios terbuka, hendak mengatakan sesuatu meski terasa sia-sia karena lidahnya kelu. Helcia dengan santainya mengoperasi Ricky yang sudah lelah berteriak. Lelaki itu hanya meneteskan air matanya, tanda benar-benar kesakitan.

Apa yang sedang dilakukan Helcia sebenarnya? Tak ingin melihat noda merah di sarung tangan gadis itu, Helios menutup matanya menggunakan tangan.

"HELCIA SETAN! ARGH!!!" Teriakan Ricky kembali menggema ketika pisau tajam yang Helcia pakai tidak sengaja menyobek ususnya.

Namun, sayang sekali, gadis itu tidak peduli pada usus, yang dia butuhkan adalah hati segar. Darah muncrat, mengenai wajah Helcia, membuatnya mengumpat pelan, "Sialan!"

Kesadaran Ricky menipis karena darah terkuras banyak tanpa ada pengganti. Keringat menghasi wajah Helcia, dirinya cukup lelah bergerak sana-sini mengoperasi sendirian. Ditambah, tidak ada ventilasi barang sedikit untuk mengganti udara yang ada di sana.

Helios tetap berada di posisi semula sampai seluruh tubuhnya kram dan pegal. Bagaimana tidak? Dua jam bergeming tanpa pergerakan berarti.

Ruangan dingin itu begitu hening. Tidak ada suara apa pun. Bunyi jam dinding yang ada di lantai tiga tidak sampai ke ruangan pengap tersebut. Helios tidak berani membuka matanya karena dia yakin kondisi Ricky sudah tak keruan.

Helcia mengangkat sesuatu dari perut terbelah Ricky, kemudian mengantongkannya ke plastik khusus yang sudah ia siapkan. Dia mengambil jarum suntik, mengisinya dengan cairan yang ia ambil.

Gadis itu langsung menyuntikkan cairan suntik mati miliknya, yang lagi-lagi tanpa anestesi. Dengan sisa tenaga, Ricky mengerang kencang, ia mengalami ashpisiasi---sensasi terbakar dan nyeri pada seluruh tubuh.

Helios memberanikan diri membuka mata dan apa yang sedang dilihatnya adalah ... Helcia tertawa pelan. Perempuan itu menikmati setiap penderitaan yang dirasakan Ricky.

Helios berperang dengan pikirannya sendiri. Bagaimana bisa dia diam di sini sedangkan lelaki di atas meja operasi tengah meregang nyawa? Ke mana sisi kemanusiaan yang dimiliki? Tubuh Helios semakin bergetar ketika melihat darah di mana-mana. Siapa pun, tolong dirinya!

Helcia membuka lemari pendingin yang kemarin tidak boleh disentuh. Melihat isi kulkas itu, napas Helios tertahan. Matanya membelalak tidak percaya. Puluhan organ dalam manusia terjejer rapi di sana.

Sebenarnya, ada apa ini? Gedung apa yang sedang dia tapaki? Kenapa Helcia mengajaknya ke sini? Mengapa kekasihnya itu sampai membunuh Ricky?

Begitu banyak pertanyaan di benak Helios, tetapi Helcia hanya menjawab dengan satu kalimat. "Bisnis jual-beli organ dalam."

***

AN:

Alohalo! Apa kabar?

Chapter Nine is done! Wait next chapter for another cuteness.

EKHEM, GIMANA, BRO?

TTD,
Pecinta husbando 2D
maylinss_ dan Michika213

HELL (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang