Chapter Thirteen

103 18 81
                                    

[WARNING! Cerita ini termasuk konten dewasa karena mengandung kekerasan. Dimohon bijak dalam membaca, ambil sisi positifnya.]

Happy reading and enjoy your time!❤️

***

For your information, aku udah bikin playlist di Spotify buat cerita ini. Namanya "HELL FOR US!🖤". Jangan lupa didengar waktu ada penggalan liriknya di cerita, ya! Atau bisa klik video yang ada di media ^^

***

Malam menghening, seakan turut menyalahkan insan yang tengah terduduk di ubin dingin. Sisa suara binatang malam setia mengerik. Sudah lama dia terkurung dalam posisi sama.

Mata sayunya bengkak akibat tangis tiada henti. Sebuah silet tergeletak tak berdaya di dekat jari. Sayatan menganga, membuat cairan merah kian mengalir.

Tidak ia pedulikan rasa takut akan darah, karena penyesalan sudah menempati urutan pertama di hatinya saat ini. Bukankah yang dia perbuat lebih rendah dari hewan sekalipun?

Merasa bahwa kesunyian akan membunuhnya perlahan, Helios beranjak, mengambil sebuah radio yang tergeletak di atas meja belajar.

Setelah kembali ke posisi semula, ia menekan tombol on dan segera mengecilkan volume radio, mencegah orang lain mendengarnya. Lagu Taylor Swift berjudul "Look What You Made Me Do" langsung terputar.

I don't like your little games
Don't like your tilted stage
The role you made me play
Of the fool, no, I don't like you

I don't like your perfect crime
How you laugh when you lie
You said the gun was mine
Isn't cool, no, I don't like you

Sebelum lagu terputar lebih jauh, Helios mematikan radio, tidak ingin tersindir lebih jauh. Sial, sial, sial! Kenapa lagu itu benar-benar cocok untuk keadaannya?

Ya, Helios tidak suka peran yang Helcia berikan. Akan tetapi, apa dia bisa menyalahkan Helcia? Tidak. Helios yakin kekasihnya tidak sebejat itu. Keyakinan tersebut mengakar kuat di hati Helios.

Lalu, kenapa dia sampai membunuh Mark tadi? Tolol! Umpatan kasar terlontar dari batin lelaki itu. Mulutnya bergetar, menahan sesuatu keluar dari sana. Ah, jerit tertahan yang memilukan. Tangan kurus Helios menjambak rambutnya sendiri, tak peduli hal itu justru membuat luka di tangannya semakin parah.

Ujung mata sembab Helios mendapati sebuah pigura yang sudah lama ia simpan. Tanpa ada niatan meraih benda berisi potret itu, Helios memejamkan matanya. Kenapa lagi-lagi ingatan tentang dia selalu datang di saat yang tidak tepat?!

Alam bawah sadar Helios mengambil alih, memutar ulang reka film pendek tentang Helios dan seseorang di pigura tersebut-Hellena.

Dahulu, ketika Helios baru saja masuk ke junior high school, dirinya belajar menaiki sepeda motor. Helcia yang sudah mahir mengendarai benda tersebut bersedia mengajari Helios secara sukarela.

Gadis kecil berusia sepuluh tahun tampak duduk dengan manis di kursi halaman. Dia suka melihat kakaknya bersama dengan Helcia. Perempuan bersurai cokelat panjang itu adalah Hellena Istvan, adik kandung Helios.

"Hellen, lihatlah! Aku bisa menaiki motor ini!" seru Helios.

Hellena bertepuk tangan riuh. "Whoa, keren!"

Keesokan harinya, lagi-lagi Helios mengendarai motor milik Denial ke sana-sini. Hellena menonton di tepi jalan sembari bermain bola. Ketika dia hendak mengambil bola karena terlempar, dari arah berlawanan Helios datang dengan sepeda motornya yang berkecepatan tinggi.

HELL (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang