Chapter Twelve

105 18 123
                                    

[WARNING! Cerita ini termasuk konten dewasa karena mengandung kekerasan. Dimohon bijak dalam membaca, ambil sisi positifnya.]

Happy reading and enjoy your time!❤️

***

Mobil hitam mengilap milik Helcia memasuki basement apartemen. Setelah berhari-hari full melakukan operasi, dia harus kembali ke kampus. Shit, jika bukan untuk mengejar gelar, malas sekali harus berkumpul dengan orang-orang sok pintar seperti teman kelasnya.

Helcia membanting pintu mobil, kesal karena acara senang-senangnya sudah terlewat. Helcia masuk lift, sementara Helios membuntutinya.

Ting!

"Hai, Helcia!" Bersamaan dengan lift yang terbuka, seseorang menyapa.

Helios memasang tampang bingung. Di sampingnya, Helcia mengumpat kecil sebelum kembali menampilkan senyum lebar dan mendekat ke arah orang itu. "Hello, Mark, kukira kamu sudah mati," ujar Helcia seraya mendorong pintu yang sudah terbuka.

Kekehan terdengar. "Oh, aku masih bugar dan sehat. Lihat siapa ini, apakah dia mainan barumu, hm?" tanya Mark sambil merangkul Helios, yang langsung ditepis lelaki itu.

Baru saja Helios hendak bersuara, Helcia sudah memotong, "Masuk!" Mata Helios tidak berhenti menatap tajam orang asing bernama Mark tersebut. Berbagai pertanyaan mengusik benaknya, apa hubungan antara lelaki itu dengan Helcia?

Merasa risi dipelototi, Mark berbisik, "Santai, Boy. I'm just her ex. Ingat ini baik-baik, dia akan membuangmu ketika sudah tidak berguna."

Helcia telah masuk ke apartemen dan langsung berjalan menuju dapur, menyiapkan minuman untuk mereka bertiga. "Jadi, untuk apa kamu kemari lagi? Tidak takut mati?" todong Helcia sambil menyerahkan segelas cokelat hangat.

"Gaya bicaramu masih seperti dulu, ya," balas Mark tertawa. Helcia hanya memutar bola mata malas, sedangkan Helios sudah memanas di tempat dengan kedua tangan terkepal kuat.

Melihat tidak ada yang hal penting yang ingin dibicarakan mantannya, Helcia masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Sementara itu, Mark mendekati Helios, mengucapkan sesuatu di telinganya. Kemudian, mereka berdua pergi dari sana.

Mobil yang dikendarai Mark berhenti tidak jauh dari apartemen Helcia, di sebuah gang yang sepi. Mark keluar dari mobil sambil tersenyum miring. "Jadi, ini mainan baru Helcia," celetuknya menatap Helios penuh selidik.

Helios berseru, "Apa maksudmu mainan baru, hah?!" Napas sudah memburu, tanda bahwa laki-laki itu sedang meluapkan amarah yang sedari tadi ditahan.

"Aku hanya kasihan padamu, Helios. Seperti yang kubilang, kamu hanyalah mainan, bonekanya Helcia. Dia tidak benar-benar mencintaimu, Bung." Ocehan panjang lebar itu membuat Helios geram, tanpa sadar ia sudah meninju wajah Mark.

Tidak terima niat baiknya memberi nasihat malah mendapat pukulan, Mark menerjang Helios. Terjadi adu pukul antara mereka berdua, Mark tidak tahu bahwa Helios yang sedang di ambang kemarahan sama dengan malaikat maut untuk siapa pun.

Tanpa kenal ampun, Helios meninju wajah, perut, dada, dan menendang tulang kering lelaki itu sampai tersungkur. Wajah Mark sudah babak belur. Darah mengalir dari hidungnya.

"Dengarkan aku sebelum kamu menyesal. Helcia tidak pernah mencintai siapa pun kecuali dirinya, dia hanya memanfaatkan dirimu."

Helios tidak suka mendengar kata-kata buruk apa pun tentang Helcia. Meski ada selintas isu yang mengatakan bahwa Helcia gadis tidak baik, nurani Helios tak akan percaya. Lelaki itu mengeluarkan palu kecil yang sempat ia ambil dari peti di gedung tua. Palu tersebut Helios pukulkan ke kepala Mark, membuat cairan merah bercucuran.

"DIAM, KEPARAT! JANGAN BERSUARA KALAU HANYA INGIN MENJELEKKAN HELCIA-KU!"

Meski Mark sudah tidak melawan karena wajahnya telah hancur dan tengkorak kepala retak, Helios masih belum berhenti melayangkan serangan. Tiada ampun untuk seseorang yang sok tahu tentang Helcia.

Lima menit membabi buta, Helios baru sadar bahwa tangannya sudah berlumuran darah. Helios menjerit, rasa bersalah dan sesal mulai menyelimuti hati. Ia ... membunuh orang atas keinginannya sendiri? Tanpa paksaan Helcia seperti kemarin? Tidak mungkin!

Tubuh Helios bergetar hebat. Air mata meleleh, mengaliri wajahnya yang sudah terciprat darah. Saking kalutnya, Helios sampai membentur-benturkan kepala ke tembok bata.

Sakit, takut, menyesal, bersalah, dan sederet perasaan negatif yang lain mulai menyergap relung hatinya. Ia tidak tahu harus diperbuat.

Apakah permintaan maaf harus ia lontarkan pada jasad Mark yang telah tergeletak tanpa nyawa?

Tin!

Klakson mobil di belakangnya membuat ia menoleh. Orang yang ditunggu-tunggu keluar dari benda besi tersebut. Tanpa buang waktu, Helios memeluk Helcia. Didekapnya tubuh gadis itu dengan erat. Helcia mengelus-elus kepala pacarnya supaya tenang.

"Hel-cia, a-apa yang telah aku–"

"Ssstt, I'm here."

Sekian detik berada di posisi yang sama membuat Helcia risi. Sebab baju Helios sudah berlumuran darah, membuatnya ikut berbau amis.

"Masukkan mayatnya ke bagasi, Lios," ucap Helcia. Ia menatap datar tubuh Mark yang sudah tak bergerak.

Sementara Helios melakukan apa yang diperintahkan, Helcia mengambil palu kecil tadi, menatapnya dengan mata berbinar.

Ternyata tidak sia-sia ia bermain dengan Helios. Beruang Kecil-nya itu sudah melenyapkan benalu tanpa perlu susah payah ia suruh. Smirk andalan Helcia terukir, tangannya bergerak menelepon seseorang. "Urus sisanya."

Setelah melemparkan palu ke arah Helios yang langsung ditangkap lelaki itu, Helcia kembali masuk ke Bugatti Chiron. Helios turut naik, masih dengan tubuh gemetar. Ah, rupanya dia sedang hancur, membuat Helcia merasa terhibur.

***

AN:

Alohalo! Apa kabar?

Chapter Twelve is done! Wait next chapter for another cuteness.

Satu kata untuk Helios?

Satu kata untuk Helcia?

Satu kata untuk HELL?

TTD,
Pecinta husbando 2D
maylinss_ dan Michika213

HELL (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang