Happy reading!!
Entah sudah berapa jam pelajaran gadis itu mencoba untuk fokus, tapi selalu gagal. Pikirannya melayang ke mana-mana. Saat guru tengah menjelaskan materi di depan sana, Lizzy malah memainkan ponselnya sambil bertukar pesan dengan Ishana.
Hari ini hanya dirinya seorang. Kevin izin tidak masuk karena sakit. Sebenarnya Lizzy sangat ingin menghubungi kekasihnya itu, tapi dia takut akan mengganggu istirahat Kevin.
"Lizzy," panggil seorang wanita paruh baya yang berdiri di samping meja gadis itu dengan tatapan garang.
Lizzy terkejut, dengan sigap meletakkan ponselnya di laci meja dan mendongak menatap sang guru dengan mata membelalak. "Bu–Bu Nia ...."
Tangan wanita bernama Nia itu terulur. "Siniin HP-nya!" titahnya penuh penekanan. Tidak ada semburat ingin tahu atau rasa maklum di sana, hanya kepatuhan yang dia inginkan.
Tidak ada perlawanan dari Lizzy. Gadis itu tahu kesalahannya fatal, karena Bu Nia sangat tidak suka jika ada siswa yang bermain ponsel dan tidak mendengarkannya ketika memberi penjelasan.
Bu Nia membuka aplikasi pengolah poin siswa. "Elizabeth Kleeyin, total poin 20. Tahu kesalahan kamu?"
Lizzy mengangguk. Dia merutuk dalam hati. Kenapa dia bisa begitu ceroboh hari ini, pikirannya tidak bisa berada di kelas selama seharian.
"Poin dari saya. Pertama karena bermain HP di jam pelajaran, poin 20. Yang kedua karena kamu tidak mendengarkan peringatan saya sebelumnya, jadi ditambah lagi 10. Total poin kamu sekarang 50."
"Ma-maaf, Bu," cicit Lizzy terbata. Dia menunduk.
"Kalau mencapai 70 poin, siap-siap untuk panggilan orang tua," peringat Bu Nia tegas.
Gadis itu hanya bisa pasrah. Dia tahu aturan sekolahnya dengan baik dan bodohnya dia melanggarnya hari ini. "Iya, Bu."
Setelah mendengar jawaban dari Lizzy, Bu Nia langsung melenggang kembali ke depan kelas. Mulai menjelaskan jejeran kalimat yang telah ditulisnya seperti tidak terjadi apa pun sebelumnya. Dengan penuh keterpaksaan, Lizzy berusaha memfokuskan diri walaupun tetap saja gagal.
Jam pelajaran terasa begitu panjang, akhirnya bel istirahat berbunyi. Dengan perut yang sudah keroncongan, Lizzy memutar tubuhnya. "Dan, ayo kita—"
Gadis itu langsung terdiam, dia mengacak rambutnya dan air mata itu keluar seperti sudah diberi tombol otomatis. Kebiasannya untuk pergi ke kantin bersama Dania tidak bisa dia hilangkan begitu saja, bagaimana dia bisa lupa hal seperti itu. Lizzy kembali menghadap ke depan. Dia menenggelamkan kepalamya di atas meja dan terisak.
Bodoh! Bodoh! Bodoh! rutuknya dalam hati.
Akhirnya Lizzy menegakkan tubuhnya. Bersandar sejenak pada kursi dan mengusap kasar air matanya. Gadis itu bangkit, berusaha menghilangkan prasangka-prasangka buruk dari tatapan tidak mengenakkan para siswa dan terus berjalan tegap menuju kantin.
"Bu, pesen es teh sama bakso," ucapnya.
Ibu kantin menjawab sambil tersenyum, "Iya. Nanti ibu antar ke tempat kamu duduk."
"Makasih, Bu." Lizzy mengedarkan pandangan, mencari tempat duduk mana yang kosong agar dia bisa menikmati semangkok baksonya dengan tenang.
Bangku kedua dari ujung menjadi pilihannya. Dia mendudukkan diri dan bertopang dagu seraya menunggu makanannya datang. Lizzy hanya bisa menghela napas panjang beberapa kali. Tubuhnya terasa begitu lelah walaupun dia makan dan istirahat dengan baik. Tiba-tiba dari arah belakang ada dua orang siswi yang merangkulnya dan duduk mengapit Lizzy.
"Ehem! Sendirian aja nih," ungkap gadis dengan rambut sebahu.
Lizzy mengerutkan kening. Dia tidak mengenal mereka, tapi bagaimana keduanya bisa berlagak begitu akrab dengannya. "Maaf, kalian siapa, ya?"
Gadis satunya terkekeh. Dia mengusap air mata yang mengalir sedikit dari pelupuknya. "Huhuhu .... Songong juga, ya, ternyata." Dia mengulurkan tangannya saat hendak disambut oleh Lizzy, malah ditarik kembali. "Gue Yola, kelas sebelah."
"Gue Airsha."
Yola lebih merapatkan duduk dengan Lizzy. Dia mendekatkan bibirnya dengan telinga gadis itu dan membisikkan sesuatu. Lizzy yang mendengar penuturannya langsung membelalak.
"Ini pesanannya," ucap ibu kantin yang membawa pesanannya. Dengan sigap, wanita itu meletakkannya di hadapan Lizzy.
Yola meraih gelas di hadapan Lizzy. Mengaduk es teh itu dengan sedotan plastik berwarna hijau seraya mengamati Lizzy yang masih membeku di tempat. "Jangan lupa apa yang gue bilang barusan!"
Airsha tersenyum penuh arti. Dia menyenggol lengan Yola hingga akhirnya menumpahkan minuman itu pada mangkok bakso Lizzy. Gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangan dan memasang tampang memelas. "Ups! Maafin gue, Zy, nggak sengaja."
Lizzy hanya diam mengangguk.
∆ I See You ∆
Lizzy melihat jam tangannya. Sudah cukup terlambat kalau dia harus pulang ke rumah dan kembali ke rumah sakit. Jadi dia memutuskan untuk langsung mengunjungi Glen.
Dengan langkah gontai Lizzy menyusuri lorong rumah sakit. Gadis itu terus memberikan sugesti baik pada dirinya. Dia membutuhkan seseorang sekarang juga untuk menumpahkan semua kesedihan. Sebelum ke mari, gadis itu sudah lebih dulu mendatangi rumah Ishana untuk mengunjungi Glen bersama, tapi ternyata dia sedang ada kerja kelompok. Berakhirlah Lizzy sendiri saat ini.
Dia berdiri di depan kamar inap Glen. Dua kali mengetuk, Lizzy langsung meraih gagang pintu dan membukanya perlahan. "Permisi."
Ruangan itu gelap, walaupun tidak sepenuhnya. Siluet seseorang yang berdiri di samping ranjang Glen dan memunggungi Lizzy membuat gadis itu bergidik. Siapa dia?
Gadis itu terus mengulang kata-kata yang sama dalam hati kalau mungkin saja orang itu keluarga Glen. "Maaf, permisi."
Tidak ada jawaban.
Lizzy masuk ke dalam ruangan dengan ragu-ragu lalu menyalakan penerangan di sana. Orang itu berbalik dan hampir saja membuat Lizzy berteriak. Mata tajam yang beberapa detik terasa asing langsung berubah sayu. Seolah-olah cahaya lampu terang itu menyeretnya keluar dari kegelapan. Ditambah dengan senyum tipis pemilik bibir pucat itu mengukir senyum kecut pada Lizzy.
"Kevin?"
∆ I See You ∆
Kunjungi juga akun nadyanur290
Jangan lupa tinggalkan jejak
Vote 🌟 + Comment 💬Jangan lupa juga follow akun Instagram @wrld_club_official dan @nadya_nurma
Rabu, 16 September 2020
Salam sayank
Nadya_Nurma 😘

KAMU SEDANG MEMBACA
Who is the Killer?
Mystère / ThrillerPembunuhan atau Bunuh Diri? Sepertinya, opsi kedua akan lebih masuk akal untuk diterima. Pasalnya depresi berat bisa menjadi argumen pendukung yang meyakinkan. Gadis manis dengan rambut sebahu itu ditemukan tewas gantung diri di gudang sekolah. Satu...