CHAPTER 14

11.4K 1.4K 199
                                    

Lucas menghela napas berat, mengasihani Yuqi. Namun saat dia melihat ke arah Yuqi lagi, dia hanya bisa menghirup napas dingin.

Bukannya Yuqi yang mati, justru tangan Bangchan lah yang terluka.

Sebuah pisau kecil menancap tepat di tengah tangannya. Sepertinya pisau kecil itu menancap di sana tepat sebelum Bangchan menarik pelatuk pistol karena tembakannya meleset dan malah mengenai salah satu pria yang menahanYuqi.

Yuqi menatap pemandangan berdarah di depan matanya. Dia nyaris pingsan karena ketakutan. Bila tembakan Bangchan tidak meleset, maka tak diragukan lagi, kepalanyalah yang akan diledakkan oleh peluru itu.

Yuqi tak kuasa lagi menahan berat tubuhnya dan dia langsung terduduk ketakutan. Sementara itu semua orang mulai menoleh ke arah datangnya pisau.

Di sana dua orang submissif berdiri dengan wajah penuh horor.

"Kalian keterlaluan!" Jaemin yang berteriak pertama kali. Wajahnya sudah penuh dengan air mata. Dia sama sekali takbisa membayangkan bagaimana bila peluru itu benar-benar bersarang di kepala Yuqi.

Berbeda dengan Jaemin, Renjun hanya memasang wajah kaku. Benar-benar tak bisa menebak apa yang ada dipikiran orang-orang ini.

Mereka mencoba membunuh orang!

Renjun melangkah ke arah Yuqi dan kemudian memeluknya. "Apa kau terluka?" Renjun bertanya dengan suara patah-patah.

Yuqi tak kuasa menahan isak tangisnya dan mulai mengeluh pada Renjun. Mendengar itu meruntuhkan pertahanan terakhir Renjun. Dia pada akhirnya juga ikut menangis.

Yuqi masih tak menjawab, tapi semua orang tahu dengan pasti bahwa dia ketakutan. Renjun terus mengulang kata maaf saat dia memeluk Yuqi. Dia benar-benar merasa sangat menyesal, demi keegoisannya, dia melibatkan wanita ini dalam bahaya.

Bukankah Renjun tak pantas disebut manusia?

Renjun melirik Jaemin dan memberinya kode untuk membawa Yuqi pergi.

Setelah memastikan Jaemin membawa Yuqi pergi, Renjun berbalik dan menatap Jeno. Mata coklat cerah itu tak memiliki hal lain selain kebencian.

"Apa kau gila?! Apa kau bahkan tak menghargai nyawa seseorang?!" Renjun tak bisa menahan diri lagi. Dia benar-benar kesal.

Berbeda dengan tatapan berapi-api Renjun, Jeno hanya berwajah tenang. Dia menatap Renjun dan dalam sekejap semua niat membunuh dan aura dinginnya menguap.

Jeno melangkah ke arah Renjun dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh Renjun. "Ayo pulang," ujarnya.

Renjun menjauh. Dia menatap Jeno dengan tatapan terluka, membuat Jeno merasa sesak tidak nyaman.

"Tidak akan," geram Renjun.

Jeno melembutkan sikapnya dan kembali mendekati Renjun, sayangnya satu langkah Jeno mendekat, dua langkah Renjun akan menghindar.

Jeno menghela napas pelan. "Berhenti bersikap kekanak-kanakan," ujarnya pelan, namun tak ada amarah dalam kata-katanya. Bahkan tak ada nada ketidaksabaran dalam kata-kata itu.

"Kau yang kekanak-kanakan! Kau akan membunuh seseorang hanya karena dia tak mau menuruti keinginanmu Kenapa kau begitu egois Jeno?" Renjun bertanya dengan nada marah.

Libidine [ Noren ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang