CHAPTER 20

7.9K 930 157
                                    

Renjun adalah seseorang yang bebas, sejak
dulu, sejak dia masih kecil pasangan Nakamoto tidak pernah membatasinya.

Bahkan saat dia menginjakkan setengah kakinya di dunia bawah, pasangan Nakamoto masih tak tahu apapun tentang hal itu.

Mereka hanya tahu bahwa anak tunggal mereka sangat manja dan manis. Mereka tidak tahu dunia macam apa yang dilaluinya, teman macam apa yang dia pilih, dan keahlian apa yang dia miliki.

Renjun merendahkan para mafia.

Dia membenci sikap mereka yang seolah menganggap nyawa manusia sebagai rumput di padang sabana. Namun dia seolah
buta akan sikapnya sendiri, membenarkan
dirinya sendiri dengan menentang para mafia itu bersama teman-temannya. Tapi apa yang terjadi kemudian? Mereka dihancurkan!

Dia mencoba menentang sistem yang
telah berdiri ratusan tahun hanya dengan
sekelompok bocah penuh keadilan dan
kemudian dunia menunjukkan jalannya.
Mengajarkan betapa kejamnya takdir
bisa berputar dan akhirnya dia kehilangan
segalanya.

Renjun kehilangan Junkai. Kehilangan kehidupannya yang tenang, bahkan kehilangan kekasihnya. Dia menghabiskan beberapa tahun untuk pulih dari luka itu dan pada akhirnya takdir muncul di depannya, tertawa dan berkata, 'Aku belum selesai!'

Jadi di sinilah dia sekarang, sebagai istri
dari salah satu orang yang paling dia
rendahkan dulu. Orang yang memiliki simbol
pengenal yang sama dengan orang yang
telah membunuh dan melukai temannya.

Renjun bahkan mulai tak bisa menjaga
kewarasannya menghadapi lelucon ini. Dia
nyaris gila.

Renjun menghela napas setelah beberapa saat dan meraih sebuah benda kecil di balik bantalnya. Itu adalah ponsel kecil yang ditinggalkan Jaemin.

Renjun mengetik dengan susah payah dan
mengirimkannya ke satu-satunya kontak
yang tersimpan di ponsel itu.

Setelah memastikan pesan itu terkirim, Renjun tidak peduli dengan balasannya dan langsung mematikan ponsel. Setelah itu dia
menyelipkan ponsel itu di bawah bantalnya
lagi.


To Jaemin.

Rumah sakit Burdenko, 8 am

--oOo--

"Aku akan ke toilet." Renjun berkata tanpa
melihat ke arah Jeno.

Sesuai saran Dokter Mingyu kemarin, kini mereka tengah melakukan pemeriksana penuh pada Renjun di rumah sakit.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Jeno setelah meraih tangan Renjun.

"Aku baik, hanya saja bau obat ini membuatku sedikit mual" Renjun mencoba
beralasan.

Dokter Mingyu mendengar itu dan sedikit
mengangguk. "Itu normal untuk Anda" ujarnya sambil tersenyum.

Renjun bisa melihat makna tersembunyi dalam senyum Dokter Mingyu, membuatnya membeku sejenak. "Ya, jadi bisakah kita pergi dari sini secepatnya?" Renjun tersenyum canggung.

"Tentu. Saya akan meminta asisten saya untuk mengantar hasil pemeriksaan langsung ke kantor saya. Mari menunggu di sana." Dokter Mingyu maju untuk membimbing keduanya ke kantornya.

Renjun mengangguk dan setuju, namun itu
hanya di permukaan. Hatinya penuh dengan
berbagai rencana untuk melarikan diri.
Tapi dia masih memilih untuk bersabar
dan mengikuti arus, jangan sampai
memperingatkan Jeno secara tidak sengaja.

Saat ini Jeno masih mempercayainya dan
dia masih bisa bergerak lebih bebas. Bila
Jeno sudah waspada, lupakan tentang
melarikan diri, dia mungkin tak akan bisa
memikirkannya.

Libidine [ Noren ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang