Renjun mengeliat dalam tidurnya ketika merasakan tubuhnya dipeluk dengan erat.
"Hngg" Renjun menoleh kebelakang dan mendapati wajah Jeno yang sangat dekat dengan lehernya.
"Stop it" Renjun merasa geli karena Jeno meniup lehernya dengan nafas panas pria ini.
"What are you doing Lee?" Renjun berusaha melepaskan pelukan Jeno.
"Just leave this for a moment" Jeno mengeluarkan nada lelah membuat Renjun tidak tega dan membiarkan lelaki ini tidur sambil memeluknya.
Renjun menautkan jarinya dan memainkannya secara acak. "Jam berapa sekarang?" dirinya baru tersadar.
"Sebelas malam" Jeno menjawab serak.
Renjun melirik jam besar yang tergantung disebelah pintu. Benar, sekarang jam sebelas malam. Renjun memutar tubuhnya kebelakang sehingga kini dia dan Jeno berhadapan.
"Ada apa?"
Renjun mengamati wajah tampan dihadapannya, dia tidak pernah sedekat ini dengan lelaki. Jeno adalah yang pertama.
Alis yang selalu berkerut, mata yang hilang ketika lelaki ini tersenyum. Dan hidung bangir yang diam diam membuat Renjun iri.
Sungguh, Jeno adalah definisi sempurna itu sendiri. Tampan, mapan dan dari keluarga baik baik.
Renjun mendengus untuk kata terakhir yang terlintas di otaknya.
"Tidak ada"
Jeno menarik dagu Renjun agar menatapnya. "Apa kau lapar?"
Renjun menggeleng membuat Jeno menatapnya tidak suka. "Kau harus makan Renjun. Perutmu kosong sejak tadi siang"
"Tetapi aku sedang tidak lapar Jeno." Renjun kekeuh dengan pendiriannya.
"Makan atau aku yang akan memakanmu" ancaman Jeno mampu membungkam sebentar bibir Renjun yang hendak terbuka.
"Tidak."
Jeno menatapnya frustasi. "Kau yang memilih ini"
"Tunggu, ap-"
"AHH--"
Renjun berteriak ketika Jeno tiba tiba mengangkat tubuhnya bangkit dari atas ranjang.
"Turunkan aku" Kaki kaki kecil Renjun berontak ketika Jeno membawanya keluar kamar. Renjun memandang Jeno dari bawah dengan tatapan kesal.
Namun, bukan Lee Jeno namanya jika tidak mendapat apa yang dia mau.
--oOo--
Pukul dua pagi.
"Jeno"
Renjun memanggil pelan.
"Apa kau sudah tidur?"
Lama tidak ada jawaban.
"Kurasa begitu" Renjun bermonolog sendiri dengan posisi membelakangi Jeno. Padahal, submissif ini sudah mengusir Jeno dengan berbagai cara agar tidur di kamar lain.
Namun seperti biasa, Jeno lebih dominan untuk mengalahkan argumen Renjun.
"Ehem" Jeno berdeham membuat Renjun menutup matanya dengan cepat.
'apa dia belum tidur?'
Jeno terkekeh pelan dan membalikkan tubuh Renjun. "Buka matamu"
"Jangan berpura pura tertidur, Ren"
Renjun membuka satu matanya pelan. Tangannya dengan cepat bergerak naik untuk menutup wajahnya.
Jeno menyingkirkan telapak tangan yang menghalanginya untuk memandang wajah ayu milik submissif ini. "Apa kau tidak percaya padaku?"
"Percaya untuk apa?"
"Perjodohan ini"
Renjun terdiam lama. "Aku tidak tahu"
Jeno menatap Renjun ditengah temaram cahaya bulan. Menyelami iris bening ini yang entah kenapa terlihat berkilau. Tangannya bergerak naik untuk mengusap lembut pipi Renjun.
"Aku memang belum mencintaimu." akunya jujur. "Tapi, aku akan berusaha menjagamu dan memastikan kau bahagia Renjun" Jeno berucap tulus.
"So, will you be my wife?"
Ucapan Jeno membuat Renjun terdiam membeku. tentu saja dia merasa kaget dan tidak siap.
"Tidak apa jika kau tidak menjawabnya sekarang. Aku akan selalu menunggu" Jeno berkata tenang, lalu membawa satu telapak tangan Renjun untuk mendekat ke arah bibirnya.
Mengecupnya pelan.
Renjun melepas genggaman tangan Jeno dan membalikkan tubuhnya. Air matanya tiba tiba turun.
Jeno mendekat dan meletakkan lengannya untuk melingkari pinggang ramping submissif ini. Tidak ada penolakan, namun Jeno mendengar isakan pelan.
"Maaf" katanya entah pada siapa.
'Apakah matahari dan bintang bisa bersatu?' - Renjun Nakamoto
'Tidak Renjun, jika mereka bersatu, langit malam akan kehilangan cahayanya nya' - anonym

KAMU SEDANG MEMBACA
Libidine [ Noren ]
Fanfiction🔞 Renjun tidak merasa perusahaan daddynya bangkrut sehingga dia harus menikah dengan Lee Jeno dan merasakan kehidupan sebagai istri dari seorang mafia. ©junghyunjung, 2O2O Warn : Bxb, harshword, include mature contect. Mostly for Noren shipper Ps...