EPISODE 26 - Menyadari Kepergiannya

1.4K 87 3
                                    

Siang itu Hazmi berjalan di sekitar lorong rumah sakit, sudah sekitar sepuluh menit ia mencoba mencari ruang kamar inap Carisa. Sang kakak pun sempat mengabari bahwa Carisa berada di kamar 202 yang terletak di lantai ketiga.

Namun ketika lelaki itu belum menemui ruangan yang dimaksud Rafli, sayangnya ia mendadak bertemu Carisa yang berada di kursi roda bersama kakak tertuanya.

"K-kak, Rafli?" Hazmi bergumam, saat lelaki itu menghentikan kursi roda Carisa tepat di depan Hazmi.

Rafli menghela napas berat. Ia hanya melirik adik bungsunya sejenak, lalu mengalihkannya pada Carisa yang masih bertahan menatap keberadaan Hazmi. Tampak jelas kedua mata Carisa yang menangkap bola mata Hazmi dengan nanar. Seolah terdapat luka ketika Carisa menemukan keberadaan Hazmi di sini.

"Baru saja Carisa minta keluar dari ruangan, Haz. Semalam, setelah aku mengantarkannya ke kedai, aku mendapat kabar lagi. Bahwa Carisa kecelakaan. Dan dia-"

"Aku mau ngomong sama kamu, Haz. Boleh?"

Carisa tiba-tiba memotong penjelasan Rafli. Sembari ia memberi tanda agar Rafli bergegas mengizinkan Hazmi berdua bersamanya. Mengetahui permintaan Carisa, Rafli pun memundurkan langkahnya. Dan meninggalkan mereka berdua di koridor yang cukup ramai dengan orang-orang yang berseliweran.

"Haz, bisa bawa aku ke taman? Aku mau ngomong penting denganmu. Sebelumnya, aku juga udah minta izin sama Kak Rafli, kok. Bisa?" Carisa kembali meminta. Pandangannya sangat sayu karena tubuhnya lemas setelah mengalami kecelakaan semalam. Beruntung keadaannya tidak parah dan ia lekas membaik hari ini.

Setelah Carisa memohon, Hazmi akhirnya menerima permintaan Carisa. Ia pun mengambil alih mendorong kursi roda Carisa hingga menuju taman rumah sakit. Keadaan taman cukup melengangkan. Hazmi menghentikan kursi roda Carisa tepat di samping bangku kosong yang berada di tengah taman.

Kali ini Hazmi menjatuhkan duduknya di bangku tersebut. Seraya membiarkan Carisa sejenak meleluasakan pikiran sebelum mengajak lelaki itu mengobrol. Angin bertiup sepoi-sepoi tak begitu mendinginkan suasana. Namun justru mencerahkan dan menyaman suasana bersama hangatnya sapaan mentari.

"Mungkin aku yang salah. Karena selama ini menaruh perasaan lebih buatmu. Tanpa aku tahu, kamu nggak akan pernah menyukaiku. Bahkan menaruh perasaan untuk jatuh cinta sama aku. Ini memang akunya aja yang bodoh, dan harusnya aku nggak nyalahin kamu kemarin. Karena kamu nggak salah apa-apa." Carisa mengeluarkan suara. Ia menundukkan pandangannya. Terlihat adanya perban yang melilit kepala Carisa.

Luka yang tertutup perban itu masih tampak memerah. Lebam di wajah Carisa pun tak separah semalam. Pihak medis telah meringankan sakitnya luka yang Carisa rasakan. Karena semalam Carisa tak sengaja kecelakaan bersama mobil lainnya yang mengenai mobil-yang ia tumpangi.

"Aku yang seharusnya minta maaf, Car? Karena aku juga, yang keterlaluan memberikanmu kenyamanan. Sampai aku menikah pun, aku nggak langsung terus terang. Maaf, Car? Aku nggak ada maksud, buat menyakitimu."

"Toh, Allah sudah menentukan garis qada'-nya, bukan? Bukan kamu yang akan membersamaiku. Mungkin Allah ingin memberikan lelaki yang pantas, dan yang lebih baik untukku."

"Mungkin, kita nggak bisa sama-sama saling menyalahkan, Car. Karena kita hanya manusia biasa, dan yang kita bisa, hanya mengikuti alur yang semesta berikan. Aku harap, kita bisa mengambil hikmahnya, dan semoga, kamu bisa mendapat yang lebih baik dariku."

"Makasih ya, Haz? Kamu laki-laki yang baik. Beruntung istrimu mendapatkanmu, Haz. Oh ya, aku belum tahu, siapa istrimu?"

Hazmi menarik senyumnya dengan tenang. Ingatannya terlintas ketika ia berkata jujur pada perempuan tersebut, namun sayang Hazmi belum sempat menyebut siapa sosok perempuan yang kini bersanding dengannya terhadap Carisa. Perlahan Hazmi berdeham dan kembali mengalihkan pandangannya pada Carisa. Perempuan itu tampak menunggu Hazmi menjawab pertanyaannya.

Enigmasif [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang