"Ya udah, Suf, nanti saya akan sampaikan pada Ayesha. Baik, wassalamualaikum," ujar Erlan yang baru saja memutuskan panggilan teleponnya. Telepon dari Yusuf, besannya.
Ayesha yang baru saja selesai menunaikan salat subuh di pagi itu, ia menghampiri Erlan yang sedang duduk menonton televisi di ruang tengah. Sementara Thalia sedang sibuk menyiapkan sereal untuk sarapan paginya bersama Ayah dan Kakaknya.
"Ayah, dari Om Yusuf?"
Ayesha bersuara saat menjatuhkan posisinya di sisi Erlan. Sebelumnya ia sedikit mendengarkan perbincangan Erlan lewat telepon. Pantas saja Ayesha heran melihat Erlan setelah keluar dari kamar. Ayesha tak sengaja menguping pembicaraan Ayahnya di ruang tengah.
"Iya. Dari mertuamu, Ay. Oh ya, tadi Om Yusuf bilang, kalau Hazmi akan mengajakmu jalan-jalan ke Kebun Raya Bali. Nanti Ayah sama Thalia nyusul kalian. Tapi belakangan. Setelah kamu berangkat sama Hazmi."
Ayesha menghela napas sejenak. Membuang rasa dongkolnya akibat mendengar permintaan Ayah. Padahal ia ingin jalan-jalan sendiri. Tanpa ada siapa pun yang mengikuti.
"Penting banget ya, Yah? Harus Ayesha jalan-jalan ke sana bareng Hazmi?"
"Harus, dong. Dia suami kamu. Sudah sewajibnya kamu menghormatinya sebagai suami. Nanti Ayah sama Thalia pasti nyusul kamu, Ay." Erlan menekan kalimatnya lantas mengingatkan putri sulungnya itu.
Ayesha menghela pasrah. Ia sama sekali tak bisa menolak permintaan Erlan. Kalau saja Ayesha berani berucap, Erlan pasti akan lebih bersikap tegas kepadanya.
Duh, kenapa harus Hazmi yang jadi suamiku? Bahkan ngerasain jatuh cinta aja belum sempat. Ini aku harus punya suami seperti Hazmi. Bukannya aku nggak suka. Tapi dia nyebelin. Meskipun dia cukup baik, sih, Ayesha bergumam dalam hati.
Sepertinya tak ada cara lain lagi menjauhi strategi Ayah untuk mendekatkan Ayesha dengan Hazmi. Ayesha harus menyanggupi semua perkataan Erlan. Hazmi suaminya. Maka sudah sewajarnya Ayesha jalan bersama Hazmi.
Kali itu jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Ayesha telah bersiap-siap menemui Hazmi yang menunggu di lobby apartemen. Laki-laki itu tak sedang mengirimkan pesan pada Ayesha. Namun Erlan yang mengetahui dimana keberadaan Hazmi sekarang. Dengan cepat Erlan menyuruh Ayesha untuk bersiap-siap dan lekas menemui Hazmi di lobby.
Ayesha mengikuti kemauan Erlan. Hingga langkahnya keluar dari ruang apartemen dan berjalan menuju ruang lobby yang terletak di lantai pertama. Setelah tiba di lobby, Ayesha mengamati pemandangan yang membuatnya tercengang seketika.
Hazmi mengenakan pakaian yang biasa dikenakan sehari-hari. Kali ini kaosnya berwarna putih. Dengan bawahan celana jeans dan sepatu cats hitam. Ayesha merasakan degup jantungnya kembali berulah. Ia tertegun menatap penampilan Hazmi.
Sepertinya Ayesha benar-benar terpesona. Menatap keberadaan Hazmi yang seharusnya sudah biasa bagi seorang Ayesha. Kemarin saja Ayesha bersikap biasa tanpa merasakan deg-degkan seperti sekarang. Di hadapan pemuda itu Ayesha dapat meleluasakan emosinya begitu saja kemarin. Namun saat ini, mengapa Ayesha tak bisa berkutik apa-apa di depannya?
Apa karena aku adalah istrinya? Yang sudah sewajibnya tak membentakkan emosiku di depan Hazmi? Ayah pernah bilang, nggak sepantasnya aku bersikap tak sopan pada laki-laki ini. Padahal dia sangat menyebalkan bagiku. Tapi, aku harus terima kenyataan bahwa ia adalah suamiku, lagi-lagi Ayesha membatin. Ia menundukkan wajahnya tanpa mau beradu pandang menatap keberadaan Hazmi.
"Yuk, berangkat!" Hazmi langsung menarik lengan Ayesha dan mengajaknya agar ia lekas memasuki mobil—yang sudah terparkir di depan apartemen. Ayesha hanya mengikuti Hazmi. Ia belum mau menjawab apa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigmasif [END]
Romantizm[WARNING!! Dilarang mengcopy paste cerita per-bab hingga keseluruhan. Cerita "Enigmasif" hanya dipublish di akun Twisprakle dan merupakan karya asli dari akun Twisprakle] Credit cover by @sweetisrainy ✏ [SELESAI] =============================== "Ken...