EPISODE 20 - Tuan Kura-Kura

759 81 4
                                    

Jalan Braga Bandung

Sore setelah sepulang sekolah, masih dengan mengenakan seragam putih abu-abu, Thalia sedang berkunjung ke jalan Braga. Biasanya selama Thalia ingin menghilangkan rasa penat, ia akan mengunjungi jalan tersebut. Kawasan yang berada di pusat kota Bandung, yang terkenal dengan pusat instagramable anak muda. Jalan yang banyak orang tahu bahwa lokasi itu unik.

Dengan pemandangan nyaris mirip dengan kota tua Jakarta. Jalan yang nyaris mirip dengan Malioboro Jogja. Dan bahkan pertokoan yang menjadi distrik kota Bandung, berkumpul dengan uniknya di lokasi tersebut. Thalia sangat menyukai tempat khas ini. Bahkan Thalia telah menobatkan jalan Braga adalah lokasi favoritnya selama di Bandung.

Jam pulang sekolah sudah sekitar setengah jam yang lalu, namun gadis itu tetap bersikeras ingin jalan-jalan sejenak. Dengan melihat pemandangan jalanan, rasanya ia sangat merindukan kota Bandung. Hingga akhirnya gadis berkerudung itu tengah menyinggahkan duduknya di salah satu bangku yang berada di pinggir jalan Braga.

Dilihatnya hilir mudik kendaraan masih tak melengang. Netra Thalia masih fokus mengamati keadaan sekitar. Ia melupakan ponsel dan tasnya yang diletakkan di sisi bangkunya. Thalia bersikap santai menikmati suasana sore.

"He'emb," Suara dehaman tersebut spontan menolehkan pandangan Thalia ke sisinya.

Ia terkejut ketika menemukan lelaki yang menurutnya menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Revan? Karena satu-satunya lelaki yang telanjur percaya diri dan seenaknya menyalahkannya adalah Revan.

"Assalamualaikum," sahut Revan. Ia mulai mengucap salam setelah mengetahui pandangan Thalia ke arahnya.

"W-waalaikumsalam." Thalia kembali mengarahkan pandangannya fokus ke depan. Tanpa berniat lagi memutar bola mata ke arah lelaki yang sengaja duduk berjarak dua kursi dari arahnya.

"Biasanya, anak gadis kalau udah pulang dari sekolah, seharusnya langsung pulang ke rumah."

"Kayaknya aku nggak punya urusan dengan anda."

Lihat saja, Thalia bertahan dengan sikap juteknya. Ia enggan menerima lontaran ucapan yang Revan ungkap untuknya. Dan kali ini Thalia berniat beranjak dari persinggahannya. Ia terlalu muak menemukan Revan.

"Thalia ..." Revan sontak menyebut nama sang gadis. Bahkan ia pun ikut bangkit usai gadis berkerudung itu bangun terlebih dahulu.

Thalia yang menoleh ke asal suara, ia merasa terenyak ketika menyadari Revan yang memanggil namanya. Secara tiba-tiba gadis itu merasa tak menyangka dengan sebutan Revan. "Darimana tahu namaku?" ucap Thalia.

"Nggak perlu aku jawab, kan? Karena kurasa kamu pasti tahu. Dan jangan kira aku nggak tahu, kalau kamu sudah kenal namaku."

Thalia menarik napasnya yang ia paksa. Pasti Kak Hazmi! Pikirnya.

"Jadi ..."

Revan mengernyit, ia tak memahami maksud gadis tersebut. "Jadi apa? Ada apa harus menemuiku?" ungkap Thalia lagi.

"Oh, aku hanya ingin kenal. Dan sekaligus minta maaf, kalau kemarin aku sempat membuatmu kesal. But, i just be a boy whom right."

"Ya, tapi nggak kayak gitu juga caranya. Tingkahmu yang membuatku kesal, Van."

"So, aku minta maaf? Aku ngaku salah."

Sebentar Thalia menoleh ke arah lain. Detak jantungnya seolah berdegup dengan cepat. Tak seperti biasa. Persis dengan perasaan jatuh cinta.

Nggak mungkin, sih! Nggak mungkin aku suka Revan. Mana mau aku sama dia? Ya, meski dia kelihatan orang baik, gumam batin Thalia.

"It's ok, aku maafkan," jawab Thalia dengan senyum sekilasnya.

Enigmasif [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang