18. Kepergian Sumi

219 39 0
                                    

"Tidak Ayah, aku hanya bermimpi aneh," jawab Doni pada ayahnya.
"Aku juga kak," sambung Diona.

Lalu semua anak menyambung "aku juga ... aku juga."

"Itu karena kalian kelelahan bermain, apa tidak dicari orang tua?" tanya Diana.

Mereka semua melihat jam yang menunjukan pukul delapan malam itu,
lalu Alister berkata, "Besok kalian semua ke sini saja, sekarang sudah malam, jika dibahas akan panjang," ujar Alister pada semuanya.
Mereka semua berpamitan pulang pada Dion dan Diana.
Alister, Diona, dan Doni pun masuk ke kamar masing-masing lalu tidur.

Anehnya gelang yang dipakai Doni menghilang bagai ditelan langit.

Keesokan sorenya mereka semua berkumpul sementara Dion dan Diona pergi bekerja.
Mereka berenam duduk di ruang tamu mendiskusikan masalah semalam.

"Kalian semua semalam mimpi itu juga kan?" tanya Doni yang mulai percakapan diantara mereka.
Ia duduk di kursi tunggal ruang tamu sementara di sebelah kiri dan kanannya ada anak-anak yang duduk di sofa agak panjang.

"Iya, yang paling gue ingat tu waktu gue dengan berani menahan hantu kepala selendrina," jawab Riski.
"Ee ... pala lu peang," sahut Akio menoleh ke Riski yang ada di sampingnya.

"Iya pala gue lo lempar pake sendal gue masih ingat."

"Eeeh udah gak usah melenceng, jadi apa ya kira-kira penyebabnya?" tanya Doni.

"Gelang yang kakak pakai kemarin lah kak," jawab Akio yakin.

"Kenapa bisa seyakin itu?" tanya Alister.

"Aura, aura pertama gelang itu..."
"Oh jadi kamu anak indigo yang Alister bilang..." sela Diona yang bersebrangan kursi dengan Akio.
"Wah hebat kamu, siapa namanya?" tambah Doni.
"Akimoto," jawab Alister yang ada di sebelah Diona.

"Bhhhahahahagah."
Tawa Riski pecah mendengar itu
"Aku Akio kak ... jangan dengar Alister yang sesat."
"Maaf," sahut Alister.

"Wah Akio ternyata hebat juga ya kamu," ujar Doni memuji Akio yang ada di depan matanya.

"Eh udah gak usah melenceng dari topik."
Dityo yang dari tadi menyimak di sebelah Alister mulai mengeluarkan suara.

"Eh itu dialog ku anak kecil," ujar Doni.

"Nah jadi aura gelangnya yang gue liat pertama kali adalah hitam dan sedikit bermuatan negatif tapi anehnya pas kedua gue liat gelang itu sebelum kakak pakai auranya susah terdeteksi."
"Maksudnya susah terdeteksi gimana Akimoto?" tanya Alister.

"Bahhahaha." Riski kembali membuka tawanya.
"Sama kayak elu, auranya gak terbaca, gak terdefinisi, gak terdeteksi semacam itulah pokoknya, tapi dari kesimpulan yang pertama gelang itu auranya negatif dan gelap jadi gue yakin banget kalau gelang itu penyebabnya," jelas Akio

"Alister lo boong kan? Gue hutangin nanti," bisik Dityo mendekatkan mulut pada telinga Alister.
Ia sudah tau bahwa yang diceritakan Alister kemarin bukan dirinya melainkan Akio.
"Maaf aku bohong karena penasaran kemarin, tapi kan semua di sini sudah tau kamu punya jimat dan sebagainya itu, sebenarnya aku gak bisa apa-apa, itu Akimoto yang bisa liat aura," balasnya dengan berbisik juga.

"Eh kok kalian berdua malah bisik-bisikan?" tanya Doni.

"Dityo mau nanya katanya gelangnya kakak simpan di mana?" tanya Alister.

"Gak tau, pas kita bangun gak ada lagi di tangan kakak."

Mereka menemukan titik buntu dimana semua pertanyaan tak dapat dijawab, semua misteri tak dapat disingkap, dan semua pikiran hanya membekam dalam ingatan, berlalu begitu saja bagai tersapu angin.
Liburan semester hampir usai begitupun hari dimana sang anak Jawa, Dityo harus kembali ke kota halamannya.
Saat ia pergi Alister dan Diona melihat dan melepas kepergian Dityo di rumah bibinya.

Death Story!(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang