27. Kematian Unyil

174 34 0
                                    


Keesokan harinya di sekolah pada saat jam pulang sekolah mereka berenam bertemu Unyil untuk menanyakan hasilnya.
Saat sekolah sepi mereka bicara di parkiran sekolah.
"Jadi apa hasilnya?" tanya Alister.
"Ini cuma tinta hitam biasa," terang Unyil yang membuat mereka semua terkejut.

"Gak mungkinlah," sela Akio.
"Kemungkinan ini sengaja diciptakan?" pungkas Unyil dengan penuh rasa ragu.
"Kurang kerjaan orang yang buat," ucap Riski.
"Ada satu lagi hal aneh pas gue selidiki ini." Unyil manarik nafas lalu bercerita kejadian menyeramkan yang menimpanya tak lupa juga ia memberitahu tentang bayangan hitam yang mencoba masuk ke kamarnya.
"Ma-maksudnya lo diganggu makhluk halus?" tanya Riski cemas.
"Gak tau, pokoknya gue takut sumpah," ujar Unyil sebelum ia pergi meninggalkan mereka berempat di parkiran sekolah.

Malam hari itu Unyil kembali menyelidiki tapi malangnya malam itu menjadi malam terakhir catatan riwayatnya.

Pria berjubah masuk ke dalam kamarnya, ia lalu membuka jubahnya dengan gamblang begitu saja.
"Aku berani mengungkapkannya karena riwayatmu akan tamat malam ini," ujar pria yang berjubah dan kepalanya di tutupi topi dari bagian dari jubah itu pula.
"Te-ternyata kau?"

Malam hari itu Alister bermaksud menyingkirkan zombi dari dalam gudang tapi zombi itu menghilang.
Ia melaporkan pada Doni, respon Doni hanya "Baguslah sudah pergi."
Alister menelpon teman-temannya yaitu Dityo, Akio, dan Riski untuk datang ke rumahnya.
Yang datang pertama adalah Dityo karena rumah mereka dekat lalu setelah menunggu lama Riski dan Akio tak kunjung datang, dan saat datang mereka malah memberi kabar duka.

Terhengap-hengap mereka masuk ke rumah Alister.
"Unyil meninggal katanya bunuh diri, polisi bakalan segera ke sana," ucap Riski yang membuat 3 orang yang dari tadi menunggu beranjak dari sofa.

"Aku akan sampai ke sana sebelum polisi, untuk menyelidiki," ujar Alister.
Akio menahan Alister.
"Gila, polisinya mau sampai mau bawa mayat Unyil gak mungkin lu duluan sampai, di sana juga ramai di sekitar TKP," tutur Akio.
Alister membuang nafas kuat.
"Diona, ceritakan pada mereka tentangku, aku harap kalian bisa menjaga rahasiaku," ujar Alister lalu tubuhnya menghilang, tak nampak dari pelupuk mata mereka semua.

"Waw Alister ternyata hebat, sejenis superhero dong punya kekuatan gitu."
Begitulah respon Riski ketika mendengar cerita Diona.
"Kata lo Alister gak tau dia dilahirin siapa?" tanya Dityo pada Diona.
"Iya," jawab Diona murung.
"Gue secara pribadi gak mau cuma jaga rahasianya, Gue juga bakalan bantu Alister sebisanya," seru Akio.
Semua dari mereka saling menatap dengan senyum tipis mengukir di masing-masing wajah mereka.

Sementara Diona bercerita tentang Alister, Alister sudah sampai ke kamar Unyil.
Mayatnya terbaring di atas tempat tidur, ia menatap mayat itu dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Ia juga menghampiri meja Unyil dan melihat sedikit, baru sebentar mengamati suara mobil polisi terdengar lalu ia segera pergi dan kembali ke teman-temannya.

Mereka berempat duduk berjajar menunggu Alister di sofa panjang, Doni baru saja pergi ke rumah Iva sementara orang tua mereka belum kembali.

Alister muncul tiba-tiba di hadapan mereka berempat.
"Jadi bagaimana?" tanya Diona setelah Alister sampai.
"Ini pembunuhan," ujar Alister.
"Jelasin ke kita apa yang lo liat," pungkas Dityo.
"Aku yakin karena pertama aku masuk, jendelanya terbuka.
Apa tujuannya buka jendela sebelum bunuh diri? Menurutku dia dibunuh dan pelakunya lewat jendela tapi anehnya tidak ada tanda gesekan atau jejak apapun di balkon lalu kedua tangan Unyil bersih setidaknya kalau bunuh diri darah dari pisau akan menempel walau sedikit di tangannya tapi ini tidak ada, dan yang terakhir Unyil melakukan perlawanan, tampak dari buku-buku yang berserakan di bawah juga beberapa alat penelitian yang jatuh ke lantai bisa dibilang dia mungkin sempat bertarung sebelum akhirnya seperti itu," terang Alister pada semuanya.
Mereka semua bungkam dengan pernyataan Alister.

"Ini semua salahku." Alister tertunduk murung di depan teman-temannya karena merasa bersalah sudah melibatkan Unyil.
Mereka semua merangkul dan menenangkan Alister lalu mereka duduk di sofa ruang tamu itu dengan tenang untuk membicarakannya.

"Menurut kalian siapa dalangnya?" tanya Akio.
"Mungkin manusia, orang ini dia salah satu elit politik dan karena keuntungan sendiri dia meresahkan semua orang," jawab Dityo.
"Bisa jadi," jawab Riski.
"Gak mungkin, di sini jelas kalau si pelaku ini berusaha cegah Unyil selidikin hal ini. Emangnya mungkin manusia masuk ke kamar Unyil dan hidupin keran air? Masuk akal ada yang gedor lemarinya di malam hari? Wajar ada bayangan terbang di jendelanya?" sanggah Diona dengan penuh pertimbangan.
"Benar!" ujar Akio.
"Jadi yang ngelakuin ini hantu?" tanya Riski.
"Gak masuk akal kalau hantu, kenapa dia gak nakutin orang langsung aja pake main zombi-zombi segala," balas Dityo.

"Alister, lo yakin gak ada hubungan sama lo? Aura darah zombi dan gelang yang dulu waktu kita kecil masih gak bisa gue lupain, kesan pertama beraura hitam dan kelam kesan selanjutnya tak bisa di baca," tandas Akio.
"Iya, dulu itu masih gue inget banget darah hitam selendrina ke muka gue," timpal Riski.
Semuanya sontak menatap wajah Riski dan mengingat kejadian dulu, darah selendrina juga darah monster saat mereka dulu masih kecil itu sama persis dengan darah zombi, dan satu fakta yang membuat Alister lebih sedih adalah karena darah anak yang dirasuki vampir itu juga berwarna hitam.
Instingnya berkata semua ini ada hubungan dengannya, dengan identitasnya.
"Siapa aku?" batin Alister.
Walaupun masih samar-samar atau tidak jelas apakah karena dia atau bukan.
Ia merasa bertanggungjawab atas apa yang terjadi ini, atas apa yang terjadi pada semua orang.
Ini sudah bukan melingkup skala kecil tapi sudah masuk ke skala lebih besar yang menghebohkan negera, jika dibiarkan mungkin saja akan menyebabkan kehebohan dunia, begitulah isi pikiran Alister.
"Siapapun pelakunya, intinya kita harus selesaikan masalah zombie ini," ujar Alister.
"Gimana caranya?" jawab semua orang serempak.
Alister menjelaskan rencananya.

****

"Om, Tante..." Suara Akio dan Dityo bergema dan nyaring terdengar oleh orang tua Riski.
Mereka berdua sedang memapah Riski yang pingsan.

"Ayo bawa ke kamarnya," ujar ayah Riski khawatir.
Sementara ibunya mengambil air putih ke dapur.

Riski diletakan di atas tempat tidurnya.
Lalu ia dengan sangat cepat bergerak dari baring langsung berdiri kemudian tubuhnya menggeliat seperti cacing kepanasan, sebelum itu Akio menghidupkan lagu musik gamelan Jawa supaya lebih meyakinkan.
Ia menari-nari di atas tempat tidurnya sambil berdiri.
"Ada apa ini?"
Ayah Riski sedikit cemas, lalu Riski berlutut di kasurnya itu.
"He ... hentikan!" bentaknya lalu semua orang terkejut termasuk ibunya yang baru datang, gelas di tangannya terjatuh ke lantai dan berderai.
"Hentikan produksi tinta hitam."
Lalu ia kembali pingsan.
"Om bisa jadi ini suatu petunjuk, katanya jika orang kesurupan akan ada petunjuk," jelas Dityo pada ayah Riski.
"Petunjuk apa?" tanya ayah Riski bingung.

Mereka berdua saling menyikut untuk memberi jawaban, tiba-tiba Riski berteriak melengking sambil terduduk dari baringnya.
"Untuk menghentikan zombiiii..."
Ia kembali tidur lagi, Akio ternganga melihat akting temannya itu, sedangkan Dityo menyentuh hidungnya untuk menahan tawa.

Ayah Riski mengusulkan untuk memberhentikan produksi tinta hitam, sekolah dan kegiatan masyarakat menggunakan tinta biru untuk sementara waktu dan benar saja laporan kasus tentang zombi  mulai mereda dan semakin berkurang.
Beberapa Minggu bahkan beberapa bulan setelah kematian Unyil, tak ada lagi laporan tentang zombi.
Mereka akan terus mengingat jasa Unyil yang pernah berkorban untuk semua orang.

Akhirnya mereka bisa merasakan kehidupan anak remaja pada umumnya.
Sekarang ini mereka sedang menjalani liburan kenaikan kelas, setelah ini akan naik ke kelas 3 SMA sementara kakak Diona itu usianya sudah 21 tahun.

Death Story!(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang