30. Seberkas Cahaya Terang

180 34 0
                                    

Kringgg

Bel berbunyi tanda pergantian jam pelajaran di sekolah Alister.
"Semuanya, ibu ada urusan jadi kerjakan tugasnya, halaman sudah di catat di papan tulis," ujar Verian sang ketua kelas yang membuat semua anak kelas itu bersorak-sorak.

"Alister, gue mau cerita tentang mimpi aneh gue semalam, mau dengar gak?" tanya Akio pada Alister sambil menyikut lengan Alister.
"Iya, cerita apa?" balas Alister yang kembali bertanya.
"Jadi mimpinya gue lagi ada di hutan saat malam, hutannya gelap banget abis itu...."
"Ngomong apaan serius banget," sahut Riski dari belakang mereka sehingga membuat omongan Akio terpotong.
"Mimpi aneh gue," jawab Akio.

"Kami mau dengar juga, sini dong," timpal Dityo.

Akio dan Alister lalu membalikan bangkunya ke arah Riski dan Dityo.
"Jadi mimpinya gue lagi ada di hutan saat malam, hutannya gelap banget terus...."

"Eh eh ngomong apa?"   tanya Akira yang baru saja kembali dari meja Ervan dan melewati mereka berempat yang sedang bercerita.
"Kan kepotong lagi," gerutu Akio.

Ia lalu berbalik badan dan memanggil Diona yang sedang sibuk dengan hasil ulangan matematika kemarin.
"Diona, sini gabung juga, gue mau cerita!" ujar Akio pada Diona.

Mereka berenam duduk dan bercerita tentang mimpi aneh Akio, sebelum itu Akio melihat sekeliling apakah aman untuk bercerita karena tidak ingin mengulang lagi nantinya.

"Ekhem oke, jadi mimpinya gue lagi ada di hutan pas malam, hutannya gelap banget terus gue nemuin senter di bawah kaki. Gue ambil senternya dan gue cari jalan keluar tapi di tengah perjalanan gue ketemu sama cewek dia lagi hadap belakangan dengan gaun putih panjang sampai ke ujung kaki juga ada tutup kepala pengantin yang dia pakai. Rambutnya dari belakang jelas kelihatan hitam dan panjang.
Gue jalan selangkah demi selangkah ke sana tapi cewek itu kayak mau balikin badan dan saat dia balik badannya.
Matanya warna kuning kayak mata kucing dalam gelap, dari sana keluar tangisan warna merah alias darah. Giginya besar-besar dan hitam semua.
Sumpah serem banget, abis itu dia tiba-tiba nerkam gue tentu aja gue reflek dan jatuh ke belakang tapi pas gue lagi kayak meronta gue jatuh dari tempat tidur dan akhirnya kebangun, tapi itu bukan kayak mimpi dan ada satu keanehan dalam mimpi gue," papar Akio panjang lebar.
"Apaan tu?" tanya Dityo.
"Apa, apa?" tanya Riski pula dengan penuh ambisi.

"Gue nemuin kertas lusuh warna coklat tua di atas tempat tidur gue dan seingat gue ini ada di tangan cewek itu, menurut gue cewek ini hantu," jelas Akio.
"Kertas apa?" tanya Alister.

Akio mulai merogoh saku bajunya, ia mengeluarkan kertas coklat yang sudah dilipatnya.

Alister sontak kaget melihat kertas itu, ia pun berbalik badan dan memeriksa tasnya lalu mengeluarkan kertas yang sama warnanya dengan milik Akio.
Begitupun Dityo dan Diona yang melakukan hal sama seperti Alister.

Mereka menyatukan kertas.
Ternyata itu adalah potongan kertas yang dikoyak menjadi empat bagian.
Setelah menyatu kertas itu, gambarnya membentuk sebuah peta.

"Lah kok gue gak dapet?" tanya Riski.
"Eh Gue dapet serem tau caranya, emang lo mau," ucap Diona pada Riski.
"Memangnya dimana Diona?" tanya Alister.
"Di losmen pulau waktu olimpiade matematika kemarin," jawab Diona.
"Alister lo gimana dapatnya?" tanya Akio.
"Mimpi seram sama sepertimu," jawab Alister.
"Kalau Dityo gimana?" tanya Akira.
"Gue kayak ngalamin kejadian aneh di rumah bibi gue," balas Akio.

Mereka hening sesaat di tengah ributnya kondisi kelas lalu terdengar suara dari depan pintu.
"Woi ... ada ibu woii,"
Semua anak kembali ke posisi masing-masing dengan cepat dan mereka ingin membicarakan lebih lanjut nanti malam di rumah Dityo yang kebetulan bibinya sedang sibuk akhir-akhir ini karena urusan kantor.

Sampailah Alister dan Diona ke ruang tamu minimalis Dityo, mereka merebahkan tubuhnya di sofa.
Tak lama datang juga Akio dan Riski yang baru datang langsung melemparkan dirinya ke sofa.
"Peta apa sih sebenernya?" tanya Akio gusar.
Datanglah Dityo dari sisi belakang mereka membawa sebuah nampan.

"Gak tau," jawab Dityo sembari meletakan nampan itu di atas meja persegi panjang terbuat dari kayu.

Usai meletakan itu, Dityo merasa pusing, tubuhnya melemas, semua sendi dan panca inderanya serasa lumpuh.
Matanya kabur, telinganya berdengung, ingin mengucapkan sebuah kata sakit pada teman-temannya tapi ia tak sanggup.

"Akulah dalangnya, orang yang mengirimi kalian peta, orang yang membuat kekacauan zombi, vampire, makhluk putih, juga saat kalian kecil. Kalian telah menggangguku, ingin bermain denganku? Datanglah ke peta pulau itu, pulau di seberang pulau ketika Diona olimpiade."

Malam itu ketika berusia 17 tahun, Dityo mendapatkan Sasmita pertamanya berbentuk bisikan gaib, setelah menerimanya ia tergulai lemah di lantai dekat sofa.
Semua temannya menggotongnya naik ke sofa, menunggunya sadar.

Dityo sadar setelah 10  menit pingsan, wajah-wajah cemas keluar dari raut mereka yang menunggu dia bangun, setelah bangun ia pun menyampaikan pada teman-temannya yang sedang berdiri mengelilinginya.

Alister lalu duduk di atas meja kayu, lalu mengeluarkan peta dalam kocek celananya.
"Ini petunjuk, semalam aku bermimpi jika aku ingin mencari jati diri maka aku harus ke pulau ini," ujar Alister sembari memperhatikan seksama peta pulau usang di tangannya.
"Ini memang petunjuk tapi ini bisa jadi jebakan," ujar Akio.
"Benar, kita jangan gegabah," lanjut Diona.

"Permainan waktu kita kecil yang gak bisa gue lupain dan pasti lo semua juga gak bisa lupain, permainan itu ternyata dia yang buat.  Orang ini jelas tau kita semua, tapi kita gak tau siapa dia," papar Dityo yang mulai bangun dari sofa dengan kepala masih sedikit pusing.

Riski lalu duduk ke sofa diikuti Diona dan Akio.
"Kita gak tau juga dia ini manusia, hantu, siluman, dedemit atau apaan tapi kayaknya manusia biasa gak bisa ngelakuin ini," ujar Riski yang membuat semua orang di ruangan itu menatap matanya.

"Makanya sebelum itu kita harus cari tau identitasnya dulu," sambung Dityo.
"Caranya?" tanya Diona.
"Tanya makhluk halus, dengan papan ouija," tandas Dityo.
"Gak, gue gak ikut," sahut Riski tidak setuju.
"Lalu kita mau nanya siapa lagi? Ini gak mungkin bisa dijawab dengan akal manusia, ujungnya pasti muter-muter gini terus" balas Dityo.
"Aku setuju," jawab Alister yang sudah ingin cepat mengetahui identitasnya, padahal ia sama sekali tak tau apa itu papan ouija.
"Maaf gue juga gak setuju, gue emang pernah bilang mau bantu Alister cari jati diri tapi gak dengan bahayain nyawa kek gini," sambung Akio.

Suasana ruang tamu Dityo penuh ketegangan dengan pro kontra dari mereka, sekumpulan remaja dengan jiwa-jiwa putus asa memang bisa menghasilkan sesuatu yang tak biasa.
Tapi malam itu sepertinya jiwa Akio dan Riski tak mengizinkan mereka melakukan hal tak biasa itu, mereka saling menatap penuh arti mata masing-masing lalu pergi dengan kata-kata, "Kami pamit, semoga kalian berhasil."

Akio dan Riski sudah meninggalkan ruangan penuh perdebatan untuk menuju hidup damai bagi mereka, dalam artian tidur santai di rumah.
Mereka tau tidak ada yang bisa melawan kerasnya niat Dityo jika ia sudah berkemauan ditambah dengan rasa penasaran Alister yang kuat tak mungkin membatalkan niat bermain papan itu.
"Baiklah tak apa, kita saja bertiga," ujar Alister.
"Alister, kau gila!"
Diona pun begitu, ia pernah membaca di internet kalau bertanya hal yang tidak disukai roh kita bisa diganggu seumur hidup. Akhirnya Diona pun pergi dari sana menyisakan Alister dan Dityo.
"Baiklah, kita berdua. Jelaskan padaku apa itu papan ouija," pinta Alister pada Dityo.

Death Story!(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang