Part 8

426 104 21
                                    

Copyright ©2020-present by aldriemian

          Karya ini dibuat karena terinspirasi oleh sebuah drama dan lagu. Jika ada kesamaan tokoh dan setting, itu adalah hak milik si pembuat drama dan lagu. Sebagian cerita adalah murni dari ide penulis. Harap menyikapi dengan bijak. Selamat membaca!









※✤※











       "Sedang apa kau disini?"

          Pria berbahu lebar itu gelagapan melihat Taehyung menatapnya penuh selidik berdiri di ambang pintu kamar mantan Raja Silla yang sedang tertidur lelap.

         "A-aku hanya menjenguk Yang Mulia."

         "Aneh." Pria berahang tegas itu menaruh nampan berisikan makanan dan obat-obatan itu di meja nakas.

         "Tak ada yang pernah menjenguk beliau selain aku dan pelayan," lanjutnya. Ia menatap pria tua yang tengah tertidur lelap.

          Pria berbahu lebar itu menatap Taehyung yang mendudukkan pantatnya. "Sungguh, aku hanya menjenguknya, Tae. Kau tidak percaya pada kakakmu sendiri, ya?"

        "Aku hanya percaya pada orang yang patut kupercayai," timpalnya.

         Pria itu membatu.

         Tak perlu melihat gelagatnya, Taehyung tahu jika kakak laki-lakinya kalah telak.

        "Aku kemari bukan untuk membahas soal Namjoon, Tae."

         Taehyung meramu obat-obatan itu tanpa menatap pria itu, "Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan meninggalkan ruangan jika tidak ada keperluan lain."

        "Aku butuh bantuanmu," tukasnya cepat-cepat.

        "Tak biasanya," Taehyung sibuk menumbuk daun cengkeh. "Apa itu?"

        "Maukah kau menjenguk Min Yoongi dan berikan ini pada Jungkook?" Pria itu menyodorkan gulungan perkamen.

         Taehyung menghentikan tangannya untuk meraih benda itu, "Bukankah Yoonjae membunuhnya?" Ia pun memutar tubuhnya agar dapat menatap sang kakak.

        "Aku dapat kabar dari Jenderal Jeon. Ia bersembunyi di rumah pemahat kayu mahoni untuk sementara."

        "Kediaman Jung?" Pria berbahu lebar itu mengangguk.

        "Kim Seokjin! Dimana kau?!"

         Suara teriakan yang paling ditakuti itu terdengar hingga ke kamar. Pria dengan hanbok ungunya itu gelagapan lagi. Kedua telinganya memerah kembali.

        "Maafkan aku, Tae. Aku harus pergi."





※✤※





         Pagi buta Jenderal tampan itu mengendarai kudanya menuju kediaman Jung. Perjalanan hampir memakan dua jam karena jarak antara istana dengan rumah itu terbilang cukup jauh.

         Dengan handal ia mengendarai kudanya yang terlatih untuk melewati jalanan terjal pegunungan.

         Terlihat pria perawakan tinggi berdiri dari kejauhan, melambaikan kedua tangannya.

         Sesampainya, pria itu membungkuk. "Jenderal Kim."

        "Jenderal Jeon," pria berahang tegas itu mengangguk setelah turun dari kudanya. Ia benarkan pelana bewarna peraknya yang sedikit bergeser itu sebelum mendekat ke pekarangan.

𝐃𝐀𝐄𝐂𝐇𝐖𝐈𝐓𝐀 ( 大吹打 ) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang