Episode 12

3.8K 446 22
                                    

Selamat membaca ^^

[]

"Aku tidak mau."

Raut Arsen berubah, dia terkejut mendengar jawaban tegas Kaila soal kemungkinan dia menyetujui menikah dengan perempuan itu, "Kenapa?" pertanyaan itu meluncur begitu saja.

Kaila berdiri masih menatap Arsen. "Aku tidak mau menikah. Dengan mu, atau dengan siapapun."

"Kai!" Arsen ikut berdiri. "Itu bukan jawaban." Kedua tangan Arsen mencengkeram kedua lengan Kaila. "Kau dan aku sama – sama menikmati waktu di Paris, kan? Ada ketertarikan antara kau dan aku. Jadi, apa salahnya kita menikah."

Kaila menggeleng keras, terus memberi tahu Arsen bahwa dia tidak mau menikah. "Kau hanya memanfaatkanku, kan? Politik, karirmu akan menjadi sangat kuat jika kau menikah denganku."

Benar. Arsen membenarkan dalam hati, sama seperti ucapan kakaknya. Karirnya mungkin akan berkembang pesat.

"Aku tidak bisa memungkiri itu."

Kaila tersenyum sinis. "Kita hentikan pembicaraan ini." sambil melenggang pergi Kaila mengatakan itu, membuat Arsen menoleh mengikuti arah ke mana Kaila pergi.

Tubuh Arsen tiba – tiba lemas. Sebenarnya apa alasan Kaila menolak dirinya. Seingatnya di Paris, mereka saling melengkapi satu sama lain, semua cocok kecuali satu hal, yah—karena Kaila menolaknya malam itu. Arsen mengambil napas panjang.

Sepertinya dia benar – benar menginginkan Kaila.

[]

Ginanjar menatap nanar layar datar berukuran 32 inch itu. Kedua tangannya mengepal diatas lengan sofa menahan gejolak dalam dirinya. Masa lalu memang tidak bisa dihilangkan begitu saja, tapi semua orang berhak menerima kesempatan kedua untuk memperbaiki dirinya. Tidak terkecuali Ginanjar sendiri. Insiden memalukan di masa mudanya dulu kini di kuak kembali dan itu membuatnya marah.

Tangannya sontak meraih remote dan menekan tombol off; mengusap wajahnya dengan frustrasi sampai ketukan membuatnya menegakkan punggung.

"Masuk..." Sekretarisnya masuk pelan dengan takut – takut, membuat Ginanjar mengerutkan dahi. "Ada apa?"

"Pak Arnan ingin bertemu dengan Anda, saya sudah sam—"

"Suruh dia masuk." Ginanjar berdiri mengancingkan jasnya, "Selama Arnan ada di sini, jangan biarkan siapapun masuk ke ruanganku."

"Baik, Pak." Perempuan muda itu menunduk sebelum meninggalkan ruangan, tidak lama kemudian Arnan masuk bersamaan dengan bunyi pintu tertutup di belakang punggung pria muda itu.

"Duduklah.." Ginanjar dengan sopan mempersilahkan Arnan, keduanya duduk dan Arnan langsung membuka pembicaraan.

"Jelas Anda sudah melihat berita barusan."

"Ya." wajah Ginanjar tampak lesu, jawabannya pun tidak bersemangat sekali.

"Adikku sangat keras kepala, dia tidak mau menerima saranku. Kupikir putrimu juga begitu."

Ginanjar mengalihkan pandangannya, tidak kuasa di hadapan Arnan. Pria muda dihadapannya ini bernasib sama seperti dirinya, harus mundur dari karier politik karena insiden, namun Arnan masih muda dan masih mampu bangkit kembali, sedangkan dirinya – tidak.

"Sebenarnya..." Ginanjar membuka suara, kedua sikunya bertumpu di atas paha, kedua tangannya saling meremas. "Kaila tidak mau berurusan dengan urusan politik karena—"

"Aku tahu..."

Seketika Ginanjar menatap Arnan, nada tegas itu mencuri perhatiannya. "Kau tahu?"

Minister Falling In Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang