Episode 15

4.1K 490 49
                                    

Haiii...
Sebelum baca silahkan vote terlebih
dahulu 😍
[]


Kaila membuka pintu kayu itu perlahan. Dia maju selangkah, mengedarkan pandangannya mengenang ke setiap sudut ruangan itu. Ruang perpustakaan yang di domisili warna cokelat tua itu masih sama. Di sisi kanannya terdapat dua sofa cokelat yang masih bersih, dia yakin ibunya merawat perpustakaan ini dengan baik. Kaila melangkah lebih dalam, tangan kirinya mengusap satu persatu buku di rak, bayangan masa kecilnya menyeruak.


Tawa renyah dari arah sofa mencuri perhatiannya. Dia melihat bayangan dirinya saat berusia 7 tahun, duduk dalam pelukan Ayahnya mendengar dongeng. Walau usianya sudah 7 tahun tapi Kaila menyukai moment dimana Ayahnya selalu membacakan cerita untuknya, lalu bayangan itu menghilang seperti asap, digantikan teriak histeris datang dari arah pintu. Mata Kaila membelalak saat melihat bagaimana dirinya saat berusia 19 tahun berlari memasuki perpustakaan membawa amplop menghambur ke arah Ayahnya yang duduk di balik meja.

"Ayah! Lihat! Aku dapat beasiswa ke Paris!"

Tangis Kaila pecah seketika, dia menutup wajahnya dan tubuhnya langsung merosot. Bayangan itu terlalu menyakitkan untuk Kaila. Kenangan – kenangan itu silih berganti memenuhi kepalanya bersamaan semakin pecah tangisannya. Kaila merangung – rangung, meluapkan semua emosinya. Tubuhnya bergetar hebat sampai sebuah pelukan dia rasakan.

"Kaila..." suara lembut Ibunya membawa Kaila dari kenangan – kenangan indah namun menyakitkan itu. "Kaila sayang..."

Kaila menoleh, matanya memerah dan mulai bengkak, dia merangkul Ibunya, bersembunyi dalam pelukan hangat itu sambil terus terisak.

[]

Arsen duduk di tepi ranjang, mengambil kain yang sudah kering dari dahi Kaila memasukkannya ke dalam baskom berisi air hangat, memerasnya pelan sebelum meletakkannya lagi diatas kening Kaila. Sudah tiga jam yang lalu dia di sini, Arsen langsung kemari karena mendapatkan telepon dari Suri – Ibu Kaila.

"Maaf, karena mengganggu waktumu."

Suara lembut itu mengalihkan perhatian Arsen dari wajah pucat Kaila, dia tersenyum pada Ibu Kaila, beranjak berdiri dan mengatakan, "Tidak apa. Saya berterima kasih karena Anda menghubungi saya."

Suri meremas kedua tangannya cemas, menunduk dan berkata, "Kaila terus menyembut namamu dalam tidurnya. Aku jadi cemas."

"Mungkin ini salah saya. Tadi siang saya menemuinya, memintanya untuk memikirkan kemungkinan kami menikah. Bisa saja itu yang memicunya."

Helaan napas panjang terlontar dari bibir Suri, dia mendongak dan melihat wajah sedih Arsen. "Kaila kecewa dengan Ayahnya karena insiden lima tahun lalu. Kau pasti tahu itu, kan?"

"Ya. Saya ikut menyesal karena pemberitaan saya dan Kaila, insiden itu kembali diungkit. Maafkan saya.." Arsen menunduk sopan, dia benar – benar menyesal. Sekarang dia jadi yakin, itulah alasan terberat Kaila menolaknya mentah – mentah.

Suri tersenyum tipis kemudian mendekati Kaila, duduk di tepi tempat tidur, membelai pipi Kaila dan berbisik, "Bisakah.."

Bisikan Suri pelan, namun Arsen masih bisa mendengarnya, dia berbalik dan menunggu Ibu Kaila melanjutkan kalimatnya.

"Bisakah aku percayakan Kaila padamu?"

Arsen mendekat; pandangannya tertuju pada Kaila yang masih setia memejamkan mata, "Saya memiliki luka hati sama seperti Kaila, dan saya ingin bersama Kaila untuk saling menyembuhkan satu sama lain. Kami akan saling melengkapi dan saling mendukung. Jadi..." Arsen memandang Suri yang nyatanya telah menatap ke arahnya. Dengan tekad penuh Arsen memberi jawaban. "Anda bisa mempercayakan Kaila pada saya. Saya berjanji akan selalu di sisinya apapun yang terjadi dan tidak akan mengecewakan Kaila."

Minister Falling In Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang