Episode 25

5.7K 454 13
                                    

Semburat jingga menyinari taman belakang rumah sakit besar itu. Beberapa pasien bergegas kembali ke kamar mereka. Ada juga yang masih duduk bersantai dengan keluarga. Arsen duduk di salah satu kursi di taman dengan ponsel menempel di telinganya. Sudah beberapa menit lalu dia berbicara dengan Jack dan sekarang ganti berbicara dengan Arnan membahas tentang Reza. Ambulance datang tidak lama setelah kejadian itu. Semuanya berjalan dengan cepat. Reza menjalani perawatan begitupun dengan Kaila. Dua hari berlalu, dan hari ini rencananya Kaila diperbolehkan pulang.

"Iya, Kak. Aku tahu. Terima kasih." Arsen memutuskan panggilan, menyimpan ponselnya kembali.

Kepalanya bersandar. Pandangan Arsen menatap kosong pada langit jingga. Rasanya lega. Beberapa hari harus bersitegang memikirkan banyak hal, kali ini Arsen merasa bahunya ringan. Keputusan Arsen untuk tidak membawa permasalahan Reza ke ranah hukum dirasa tepat untuknya. Itu semua juga dia lakukan untuk Adrian. Kemauan keras Reza untuk membalas dendam kepadanya menjadi semangat untuk lelaki itu. Semuanya tampak jelas kini.

Bukan dunia yang kejam. Melainkan manusia itu sendiri yang membuat dunianya begitu kejam.

Arsen bangkit dari kursi melangkah menuju kamar rawat Kaila. Arsen memutar knop pintu, mendorong pintu pelan, berusaha meminimkan suara. Wajahnya menunjukkan kelegaan saat dilihatnya Kaila tertidur nyaman di atas ranjang. Arsen menarik kursi kecil di sisi ranjang Kaila, duduk di sana sambil mengamati wajah istrinya. Perban di kepala Kaila sudah di lepas, berganti dengan plester. Arsen tidak tahu masih bisa hidup atau tidak jika saja Kaila tidak memukul Reza dengan gucci itu.

Pergerakan dari Kaila membuat Arsen terperangah. Apa kehadirannya mengangguk tidur Kaila? Tidak mau mengganggu Kaila, Arsen bangkit, baru dia akan melangkah pergi tangannya sudah di tahan oleh Kaila.

"Kai..."

"Kau mau kemana?"

Arsen mengerjap. Lelaki itu menggenggam tangan Kaila yang menahan tangannya. Meremasnya pelan sembar Arsen kembali duduk di kursi kecil.

"Apa aku menggangguk tidurmu?"

Kaila menggeleng lemah. "Aku sudah terlalu lama tidur."

Arsen tersenyum simpul. Pandangannya turun pada tangannya yang masih menggenggam tangan Kaila.

"Maaf."

"Untuk apa?"

"Karena sudah membuatmu seperti ini."

"Arsen..."

"Aku tidak mau membebanimu. Ini masalahku. Jadi—" Arsen mengangkat pandangannya. Menatap Kaila dengan lembut. "Aku tidak mengatakannya kepadamu."

"Lalu kapan kau akan mengatakannya padaku?"

"Nanti setelah aku menyelesaikan semuanya." Kemudian Arsen tertawa getir mendengar ucapannya sendiri. "Tapi aku tidak menyelesaikannya, kan?" sebelah alis Arsen naik, membuat Kaila tersenyum.

"Aku malah mengacaukannya."

Arsen menghela napas berat.

"Reza malah menggunakanmu. Berusaha mencelakaimu dan menghancurkan Kak Arnan."

"Sekarang mau bercerita?" Kaila menawarkan.

Arsen tampak menimbang – nimbang tawaran Kaila. Bibirnya mengerucut, keningnya berkerut dalam—berpikir.

"Tidak apa jika kau tidak mau bercerita. Aku siap menunggumu."

"Kai.. sebenarnya—"

Kalimat Arsen tidak terselesaikan karena bersamaan dengan itu, pintu ruang rawat Kaila terbuka. Seorang dokter dan perawat datang. Arsen melirik jam dinding di ruangan itu, bergerak berdiri—hendak pergi namun Kaila menahan tangannya.

Minister Falling In Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang