Haiii pagi pagi aku udah nongol aja 🙈
Ketemu lagi minggu depan 😎
Selamat membaca ^^
[]
Arsen keluar dari mobilnya, berlari kecil menaiki tangga, mengetuk beberapa kali pintu rumah kakaknya kemudian tersenyum saat melihat kakak iparnya, Freya. Walau umurnya 5 tahun lebih mudah darinya, Arsen tetap menghormati sosok Freya.
"Arsen? Apa yang membawamu ke sini?"
"Kakak ada?"
Freya mengangguk, senyumnya manis membuat Arsen ikut tersenyum. Perempuan muda itu bergeser –memberikan ruang untuk Arsen masuk. "Dia ada di ruang kerjanya.." Freya memberi tahu saat Arsen sudah masuk lebih dalam.
"Terima kasih, Mbak." Sahutnya saat melenggang menuju ruang kerja kakaknya yang dekat dengan taman belakang.
Arsen mengetuk pintu beberapa kali kemudian membukanya, mengulurkan kepalanya mengintip. "Kak?"
"Masuklah..." suara Arnan terdengar jelas, walau perhatiannya menatap konsentrasi pada sesuatu di hadapannya, entah apa, Arsen tidak tahu.
"Sibuk?"
"Ya. Tapi kurasa kau lebih sibuk." Jawab Arnan masih berkonsentrasi dan tidak menatap Arsen sekalipun.
"Ya." Arsen duduk di sofa, merenggangkan tubuhnya kemudian duduk tegak menatap Arnan. "Aku ke kantormu, kau tidak ada. Jika kau bekerja dari rumah, itu tandanya ada proyek besar yang kau tangani, kan?"
Gerakan menulis Arnan terhenti, bolpoin di tangannya terlepas, kepalanya mendongak menatap Arsen yang ternyata menatapnya dengan tatapan curiga. "Langsung pada intinya, Arsen." Ucap Arnan.
"Semua ulahmu, kan?"
Sebelah alis Arnan terangkat.
"Kau yang membocorkan foto – foto itu. memberi tahu wartawan aku ada di restoran bersama Kaila dan menyebarkan rumor bahwa kami saling mencintai."
"Kalian memang saling mencintai."
"Kak..."
Arnan melepas kacamatanya, memijit pangkal hidungnya yang berdenyut nyeri tiba – tiba kemudian bergerak menghampiri Arsen, duduk di salah satu sofa. "Aku hanya membantumu."
"Itu tidak membantu sama sekali. Aku tidak memiliki perasaan apapun pada Kaila."
"Lalu kenapa kembali ke Paris, di saat kau harus kembali ke negaramu untuk bekerja?"
Arsen terdiam dan Arnan tersenyum penuh kemenangan. "Jujur saja pada dirimu sendiri. Aku malah menyarankan kalian menikah. Kau mencintai Kaila, itu bagus. Karirmu juga bagus. Lalu apa lagi?"
Apa lagi?
Ya. Apa lagi? pikir Arsen. Dia sudah mapan. Usianya juga sudah kepala tiga. Jadi, selanjutnya adalah menikah?
"Harapan keluarga hanya dirimu. Karirku sudah hancur. Di dunia politik, jika kau tidak bisa bertahan kau akan tersingkir."
Arnan menatap Arsen, "Dulu aku melarangmu menikah dan fokus ada tujuanmu. Sekarang sudah saatnya kau menikah." Senyum Arnan mengembang bukannya senang, Arsen merasa ngeri melihat senyum Kakaknya.
Jika membicarakan soal pernikahan, dia merasa kakaknya masih menyimpan dendam. Terbukti, selama tiga tahun menikah dengan Freya, dia merasa kasihan pada kakak iparnya itu.
Kaki Arsen pelan melangkah, dia menghentikan langkahnya dan menoleh, melihat kakak iparnya Freya yang tersenyum manis pada asisten rumah tangga, namun dia yakin ada kesedihan mendalam di balik senyum itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Minister Falling In Love [Tamat]
Romance[18+] Single... Masih Muda... Mapan... Tampan... Anak Pejabat... Dan sekarang menjabat sebagai menteri termuda... Hidupnya sempurna..... Itulah gambaran tentang kehidupan seorang Arsenio Akbar Candrakanta... Tapi, siapa yang tahu, di tengah kehidupa...