Ketiga

798 152 41
                                    

Jennie menghembuskan napasnya kesal. Lupa membawa sendok sudah menjadi kebiasaannya sejak SD. Dulu kalo lupa, tinggal pinjem punya Hanbin. Sekarang kalo lupa, ya berusaha agar dapat.

Dengan tak rela Jennie meninggalkan bangkunya dan berjalan menuju kantin. Jisoo sudah lebih dulu ke kantin. Jennie jadi menyesal menolak ajakan Jisoo.

Suasana kantin yang penuh dan berdesak-desakan membuat Jennie meringis ngeri. Apa semua kantin sekolah selalu seperti ini?

Bagaimana kalau nanti tubuhnya terseret-seret? atau yang lebih parahnya jatuh ditubruk orang?

Jennie meringis ngeri sekali lagi. Bayangan betapa sesak dan juga panasnya di dalam sana membuat kemalasan nya bergejolak.

Ayo pulang saja, Jen. Ini bukan habitatmu, ujarnya dalam hati.

Hendak memutar badannya, tapi suara Hanbin yang memanggilnya dari meja kantin membuat Jennie urung kembali ke kelas.

"Gabung sini, Jen!" katanya sambil melambaikan tangannya ke udara. Jangan lupa cengiran konyolnya yang selalu membuat Jennie terkekeh kecil.

Jennie berjalan ke meja Hanbin yang isinya ada June, Jinhwan, dan Bobby. Mereka semua teman Hanbin dari TK. Memang selalu satu sekolah bersama Jennie dan Hanbin. Sering juga bermain bersama di rumah Hanbin. Tapi Jennie malas mengakui mereka sebagai temannya.

"Woi Inces! Tumben amat ke kantin. Kesambet apaan?" yang bersuara lebih dulu ketika Jennie baru duduk di sebelah Hanbin adalah June. atau yang lebih sering dipanggil Junedi. Bisa dilihat dari cara bicaranya, Junedi memang bukan orang yang menyenangkan alias menyebalkan.

"Jan-jangan kesambet jin ifrit lu?" timbal Bobby. Sebenarnya ekspresi Bobby itu santai. Nada bicaranya juga jenaka. Tapi, Jennie langsung mendelik tajam, "simpen opini elu!" katanya ketus.

"Astagfirullah, Jen. Gitu amat sama gue," katanya sambil menambahkan micin ke mangkuk baksonya.

"Halah palingan nyariin Hanbin. Inces kan gak bisa hidup tanpa Hanbin," sahut Jinan. Paling tua dari mereka tapi gak pernah mau ngalah soal ejek-mengejek. Manusia ter-julid yang pernah Jennie kenal.

"Berisik!" Hanbin berujar pedas. Menatap mata mereka tajam. Jennie kalau digoda terus-terusan pasti langsung kabur dengan delikan mata tajamnya.

"Udah makan belum, Jen?" tanya Hanbin yang suaranya otomatis menjadi lembut kalau sama Jennie.

Jennie menggeleng.

"Mau makan, gak?" tanya Hanbin kembali.

Jennie kembali menggeleng.

"Terus mau apa?"

"Mau sendok," tunjuk Jennie pada tempat sendok di atas meja. Memang benar sih. Daritadi bukannya membalas tatapan Hanbin, Jennie malah sibuk liatin sendok.

"Sendok?" tanya Hanbin sambil ngacungin sendok di hadapan wajah Jennie.

Jennie mengangguk membuat pipi bulatnya ikut naik-turun, "boleh pinjem, gak?" tanya Jennie dengan tatapan polosnya pada Hanbin.

Sebenarnya, tatapan Jennie itu datar. Hanbin aja yang liatnya sebagai tatapan polos. Ini contohnya jika punya mata indigo.

Hanbin mengangguk cepat, "boleh dong. Bawa aja ke kelas nanti aku beli sendoknya," kata Hanbin tak tanggung-tanggung membeli sendok yang sedang Jennie genggam.

Jennie tersenyum kecil. Tapi Hanbin lihatnya senyuman lebar dengan binar bahagia, "makasih ya, Abin," ucapnya sebelum pergi dari meja mereka.

"napas woi! Napazz!" ledek June melihat Hanbin yang bengong sambil lihatin punggung Jennie yang mulai menjauh.

Kucing PemalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang