Empat belas

592 122 64
                                    

maaf kalo chapter ini flop😭🥺🤟

---

flashback terakhir waktu Jennie dan kawan-kawan duduk di bangku kelas delapan SMP.

Siang hari sepulang sekolah. Mereka sedang berjalan menuju rumah setelah bebas dari hukuman membersihkan semua lorong kelas delapan karena kompak tidak mengerjakan PR.

-Hm sebenarnya hanya Jennie yang gak ngerjain, tapi bapaknya ngamuk waktu Jennie dihukum dan berakhir maksa mereka bertiga buat pura-pura gak ngerjain PR. Dan kesimpulannya, mereka berempat yang bersihin, Jennie bagian tidurnya.-

Hari ini cuacanya panas sekali sampai-sampai muka Jennie berubah warna menjadi merah.

Jennie menghentikan langkahnya dan melepaskan genggaman tangan Hanbin.

"Kenapa, Jen?" tanya Hanbin.

Jennie menunjuk gerobak es krim yang sedang nangkring di pinggir jalan, "mau es krim."

Hanbin mengangguk. Lalu menuntun Jennie ke bawah pohon agar tidak kepanasan, "diem disini ya."

Jennie mengangguk mengerti.

"Mau kemana, Bin?" tanya Bobby ketika Hanbin menyebrang ke sebrang jalan.

"Beli es krim!" jawab Hanbin sedikit berteriak.

"Gue satu!" sahut June.

"Gue juga!" sahut Jinhwan.

"Gue juga dong!" sahut Bobby. Setelah itu mereka bertiga ikutan berdiri di bawah pohon bareng Jennie.

"Gamau! Beli sendiri!" teriak Hanbin.

"Pelit!" seru June dan Bobby. Mereka berdua akhirnya ikutan menyebrang untuk membeli es krim.

"Gue nitip dong!" Jinhwan berteriak lagi. Males banget nih kaki. Sepertinya tertular Jennie akibat berdiri di sebelahnya.

"Bodo!" jawab mereka bertiga kompak.

"Gue nitip satu gak mau tau!"

"Bodo!!" jawab mereka lagi.

Jinhwan mendumel kesal. Berkacak pinggang sambil melihat Jennie yang di sebelahnya sedang mengipas-ngipas muka dengan telapak tangan.

"Woi!" senggol Jinan pada Jennie.

Jennie hanya mendelikan mata sebagai jawaban.

"Bilang Hanbin, beli dua," kata Jinan berusaha mengintimidasi Jennie. Sekali-kali lah malakin anaknya. Kalo bapaknya Jinan udah gak berani.

Jennie kembali mendelikan matanya, "mau mati lo?" ucapnya pelan namun berhasil membuat tangan Jinan gemeter.

Sialan. Dari dulu impiannya adalah malak Jennie. Tapi belum kesampean sampe sekarang.

Mengedarkan matanya, Jinan tersenyum miring ketika melihat suatu pemandangan yang tidak boleh ditonton oleh anaknya bapak Hanbin ini.

"Noh liat," tunjuk Jinan pada sepasang muda-mudi yang sedang peluk-pelukan di kursi taman.

Tak lama perempuan yang sedang mereka amati mencium pipi kekasihnya. Sontak Jennie memalingkan muka.

Ini si pendek berani banget nunjuk-nunjuk hal berating 18 coret. Kalo Hanbin tau pasti abis tuh Jinan, pikir Jennie.

"Nih gue mau ngajarin sesuatu," kata Jinan. Gak bisa malakin, masih bisa jailin. Meskipun sangar-sangar gini, tapi otaknya mah otak bayi. Polos banget gampang dikerjain.

"Kalo elo punya orang yang lo sayang banget. Lo harus cium pipinya," lanjut Jinan. Dengan mimik wajah serius.

"Kenapa?" tanya Jennie bingung.

Kucing PemalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang