Kelima

635 135 54
                                    


Bel istirahat berbunyi bersamaan dengan keluarnya Pak Nana selaku guru fisika yang mengajar di jam kedua di kelas X MIPA 4. Semuanya kompak berdiri. Rata-rata tujuan utama siswa MIPA 4 adalah kantin. Begitupun dengan Roseanne atau yang kerap disebut Rose oleh teman satu kelasnya.

Baru saja mau memasukan tip-ex nya kedalam tas, June- si biang rusuh kelas- mengambil tip-ex nya dengan gesit. Lalu berlari sambil ketawa haha hihi yang terdengar sangat menyebalkan di telinga Rose.

"Lo suka ya sama gue!?" tuduh Rose pada June. Sudah kepalang capek menghadapi sikapnya yang menyebalkan hanya padanya. Tolong garis bawahi. Hanya kepadanya.

"Kalo iya kenapa?" June menantang. Membuat teman satu kelasnya urung melangkah ke kantin. Mereka kini sibuk bersiul dan kompak menjerit 'cie'.

Rose seharusnya tahu. June adalah orang sinting yang tidak bisa dilawan.

Memutar bola matanya malas, Rose mengadahkan tangannya, "balikin tip-ex gue!" Rose tidak bisa mengacuhkan tip-ex mahalnya begitu saja.

"Sini ambil kalo bisa," ucap June memeletkan lidahnya.

Muka Rose merah padam. Benar-benar sialan. Mengejar June adalah sebuah kesalahan. Itu sama saja melempar bensin pada api yang menyala. Meskipun tahu begitu, Rose dengan bodohnya tetap mengejar June.

Mereka mengelilingi kelas dengan brutal. Yang satu cengengesan yang satu lagi mengumpat tiada henti.

Semuanya berhenti ketika Rose berakhir mencium lantai tepat di sebelah bangku Hanbin yang kini membantu nya berdiri. Lututnya sedikit berdarah. Rasanya anjim banget. Rose pengen nangis tapi gengsi.

June menghampirinya. Ikut memapahnya berdiri tapi ditepis Rose kuat-kuat.

"Jail amat," ucap Hanbin menjitak kepala June. June cuma bisa mengaduh kesakitan.

"Sakit gak?" tanya Hanbin menuntun Rose duduk di bangkunya.

Ditanya seperti itu, Rose menjadi semakin ingin menangis. Tangisnya pecah saat itu juga. Telunjuknya menunjuk lututnya, "p-peRiH b-AngETT HUAA!"

Hanbin menenangkannya untuk tidak menangis dan pergi mengambil kotak P3K di lemari kelas. Sedangkan si tengik satu ini malah berbicara seenak udelnya, "udah jangan nangis. Cengeng amat."

"L-Lo jAhAt bangETT AnjINg!" Rose benar-benar tak tahan. Jadinya dia kelepasan mengumpat. Untung Hanbin sedang mengambil kotak obat.

Tangisan Rose kini hanya tersisa sesegukan ketika Hanbin berlutut di hadapannya. Membersihkan sekaligus mengobati lukanya.

Setelah menempelkan plester berwarna coklat, Hanbin bangkit dan tersenyum, "udah jangan nangis lagi."

Iya saudara-saudara. Cuma gitu doang tapi Rose terbangnya sampe ke bulan.

Mengamati punggung Hanbin yang kini kembali menyimpan kotak obat di lemari kelas, senyum tipis tiba-tiba terukir di wajahnya. Aduh gimana ya. Rose udah gak tahan pengen senyum. Habisnya Hanbin tuh kaya malaikat yang menolongnya di tengah-tengah siksaan setan siluman macam June.

"Ekhem ekhem!" June batuk heboh.

Rose mendelik sebal. Menganggu momen saja.

"Cuma mau ngembaliin lo ke realita aja sih," katanya yang membuat alis Rose menukik tajam.

Apa katanya?

"Tuh liat," tangan June mengarahkan kepalanya ke pintu kelas.

Hanbin disana bersama gadis yang kemarin ia lihat di parkiran. Yang mengaku bukan pacar Hanbin. Tapi kini lagi-lagi skinship mereka terlalu berlebihan untuk ukuran seorang teman.

Kucing PemalasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang