Jennie menguap lebar. Memerhatikan sekeliling kamarnya yang masih gelap. Matanya melirik sekilas jam di dinding yang menunjukan pukul 12 lebih. Ah sudah siang rupanya.Tanpa perlu repot-repot berpikir apakah ia harus bangun atau kembali tidur, Jennie merebahkan kembali badannya di kasur.
Tidak mempedulikan dentingan ponselnya yang berteriak brutal di bawah bantal. Jennie tak perlu menebak lagi siapa oknum penganggu tidur hari liburnya. Itu Hanbin. Pasti kini Hanbin sedang mengomel di bawah bersama Mba Yana, asisten rumah tangganya.
Jennie tidak perlu takut lagi Hanbin membuka pintu kamarnya dengan kunci cadangan seperti yang sudah-sudah. Karna Jennie sudah terlebih dahulu memberitahu Mba Yana agar tidak memberikan kunci cadangan kamarnya pada Hanbin.
Baru Jennie memejamkan matanya. Merasakan kembali nikmat duniawi yang bernama tidur ini. Pintu kamarnya sudah dibuka oleh Mba Yana yang di belakangnya ada Hanbin yang sudah siap sekali mengomeli manusia pemalas satu ini.
Dan inilah dia. Jennie persembahkan omelan Hanbin yang mengalahkan Ibu-ibu komplek kang gosip.
"Innalillahi. Tidur aja terus. Gak liat diluar udah terang benderang?" kalimat pembuka dari Hanbin disertai dengan menarik kedua kaki Jennie.
"Gak pernah denger ya kalau bangun siang itu nanti rezekinya dipatok ayam?"
Dahi Jennie menyergit. Sungguh omelan yang kelewat zaman.
"Bangun! Kamar kamu bisa jadi sarang penyakit kalo kaya gini." Hanbin mengambil satu per satu baju kotornya yang berserakan di bawah lantai.
Daripada merespon omelan Hanbin, Jennie lebih senang memelototi Mba Yana yang sedang memperhatikan mereka di ambang pintu kamar.
Mulut Jennie membentuk kata 'cu-rang' yang langsung direspon oleh kekehan Mba Yana.
"Maaf, dek," katanya sambil berlalu dari kamar Jennie.
Sungguh tidak bertanggung jawab!
"Jen! Ini apaan?" teriak Hanbin yang syok melihat kolong kasur Jennie yang dipenuhi baju, sampah bekas makanan ringan, dan tentunya debu.
Jennie heran. Kenapa bajunya bisa sampe sana? Sungguh konspirasi elit global.
Hanbin mengeluarkan sampah dan baju kotor dari kolong kasur Jennie dengan sapu. Bisa dipastikan setelah ini Jennie pasti akan benar-benar mampus. Mengingat sampah-sampah disana banyaknya bikin Hanbin hampir mati berdiri.
"Udah berapa lama ini gak di-pel?" sepertinya fokus Hanbin sekarang teralihkan pada telapak kakinya yang semula bersih, namun mendadak kotor sehabis menjelajahi kamar Jennie yang sebelas dua belas dengan kandang ayam.
Jennie menatap ke sekeliling kamar. Berusaha lari dari tatapan Hanbin yang tajam sekaligus tegas, "boro-boro di-pel. Disapu juga gak pernah," gumam Jennie berusaha jujur walau takut.
Hanbin menghela napas.
"Berdiri," katanya pelan. Sarat akan kemarahan. Jantung Jennie dag-dig-dug ser. Bakal diapain dia?
Jennie berdiri. Menutup matanya ketika tangan Hanbin bertengger di pundaknya.
Jennie kira dia bakal di lempar dari balkon kamar, tapi Hanbin mendorongnya ke kamar mandi.
"Mandi. Biar aku yang beresin," ujarnya sambil berusaha tersenyum.
Otomatis Jennie kembali bernapas secara normal. Ia masuk ke dalam kamar mandi dan membiarkan Hanbin membersihkan kamarnya. Walau rasanya tak enak, tapi lebih tak enak lagi kalau Hanbin marah.
Sambil mengganti sprei kasur Jennie, Hanbin menggeleng pelan.
Susah sih kalau udah bucin.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
Kucing Pemalas
Teen FictionJennie itu kurang lebih seperti kucing rumahan yang matanya bulat, rambutnya halus terawat, dan suka diam termenung di teras rumah sambil memandangi manusia yang berlalu lalang di hadapannya. Seperti kucing persia yang pemalas, Jennie selalu lemas d...