The fact

1.2K 270 164
                                    

Mungkin part ini akan sedikit membosankan. Kehilangan feel. Entahlah >_<

Saya sedang menulis sambil ditemani hujan

Happy reading

Sepanjang perjalanan, Kyungsoo dan Suho hanya berteman sepi. Kalau Suho diam karena menahan amarah dan kecewa, sedangkan Kyungsoo memilih bungkam karena merasa bersalah telah berbohong pada sang papa.

Wanita itu memandang jalanan di luar yang tanahnya basah karena gerimis turun. Ia meneteskan air mata dalam diam, kuku jarinya ia gigit sebagai tanda rasa bersalah yang amat dalam.

Tanpa ia tahu, di mobil itu, bukan hanya dia yang menangis. Pipi Suho juga basah karena air mata menetes satu persatu, namun ia menghapusnya dengan cepat. Pria paruh baya itu tidak mau terlihat lemah di mata putri semata wayangnya.

Sesampainya di depan rumah mereka, Suho keluar dari mobil tanpa mengatakan apapun lagi pada Kyungsoo, tak ada lagi pintu mobil yang terbuka pada Kyungsoo. Wanita itu hanya memandang sendu punggung sang papa dari belakang.

"Maafin Kyungsoo, Pa," lirihnya.

Kedatangan Kyungsoo langsung disambut oleh salah seorang pelayan keluarga DO. "Nona mau mandi? Biar saya siapkan air panasnya,"

Kyungsoo menggeleng, "Tidak usah, Bi, saya akan langsung tidur, terimakasih," jawabnya dengan senyuman.

***

Menjadi seorang papa membuat Suho menjadi lemah. Akal sehatnya sempat senang karena orang yang menyakiti anaknya sudah meninggal. Peristiwa yang terjadi beberapa tahun lalu saja belum ia ketahui dalangnya, namun kejadian yang sama hampir terjadi—itupun ia tidak tahu sama sekali. Kalau saja polisi itu tidak memberitahunya, apakah Kyungsoo akan tetap bungkam? Seperti yang sebelumnya?

Ia ingin memaki dirinya sendiri. Memaki dirinya yang belum bisa menjaga amanah sang istri untuk selalu menjaga Kyungsoo dengan baik. Suho mengambil photo sang istri yang ia simpan di dalam dompet, memandanginya dengan tatapan sendu.

"Aku gagal sayang. Aku gagal jaga Kyungsoo. Nyatanya aku bukan papa yang baik. Aku kalah." Pipinya kembali basah karena air mata, "kenapa kau pergi dengan cepat? Kenapa kau meninggalkan aku yang bodoh ini? Kenapa bukan aku saja yang pergi? Kau lebih mampu menjaga Kyungsoo dibanding aku."

Suho menghapus air matanya. "Bisakah kau datang ke sini? Pukul aku, marahi aku. Hukuman ini terlalu berat. Aku tidak sanggup. Aku harus bagaimana, Sayang? Katakan padaku, apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Tok

Tok

Tok

Pintu kamar Suho tak sepenuhnya tertutup, hingga ia bisa melihat dengan jelas siapa orang yang berani mengusiknya.

"Pa...." itu adalah DO Kyungsoo, anak yang ia sayangi sepenuh hati, namun tak dapat dijaga dengan baik.

Suho mengusap air mata dengan punggung tangannya. "Ya, ada apa?" Suho memutar wajah ke samping, "Papa lelah, ingin beristirahat,"

Retakan dalam hati Kyungsoo kian besar. Bukan ini yang dia inginkan. Apakah papanya sudah tidak menyayanginya lagi?

"Kyungsoo tidak bisa tidur, Pa," bisik wanita itu, "Kyungsoo ketakutan,"

Suho memejamkan mata, kalau seperti ini bagaimana ia bisa marah lama-lama pada putrinya?

Ia merentangkan kedua tangannya, menyambut Kyungsoo. Masih beruraian air mata, Kyungsoo lari menghambur ke pelukan sang papa.

Kedua putri dan ayahnya menangis bersama-sama.

"Kyungsoo minta maaf, pa, hiks, Kyungsoo belum bisa jadi anak yang baik. Kyungsoo gak mau ceritain ini karena Kyungsoo gak mau buat papa jadi sedih,"

Diary Park SehunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang