'Pada hakikatnya, semua hanya akan kembali kepada sang pemilik kehidupan'
~Aisyah~Hari-hari berjalan normal hingga hal yang paling ditakutkan Ibrahim terjadi.
Pria yang menjadi panutannya, pria yang dengan senantiasa selalu menepuk bahunya sambil mengingatkannya, pria yang selalu menegurnya bahwa ia telah salah mengambil keputusan, dan yang terakhir dia juga pria yang menjadikannya hadir di dunia dengan sejuta kasih sayangnya sebagai seorang ayah.Sore itu di hari Kamis yang biasanya cerah, tiba-tiba berubah gelap lalu turun hujan. Ibrahim yang baru saja memarkirkan mobilnya berlarian di bawah rintik hujan menuju lobby.
Entah kenapa hari itu, hatinya merasa tidak nyaman tanpa tau sebabnya.Ibra langsung masuk tanpa menekan bel pintu apartemen lalu mengucap salam.
Di carinya Aisyah yang biasanya langsung menyambut kedatangan Ibra di ruang depan, tapi hari itu tidak.
"Humaira?" Ibra melangkah ke arah kamar Aisyah.Ibra terkejut, begitu dia membuka pintu Aisyah langsung menyambarnya dengan pelukan sambil menangis tergugu.
"Hei? Ada apa sayang?"
"M-ass Ma-as, Abah... Abah... Ayo kita pulang," ujarnya di tengah tangisnya.
"Abah? Abah kenapa? Ha?" Ibra mulai panik, tubuhnya tegang.
"Ta- tadi Mba- Mbak Kayla telepon, dia bilang Abah... Hiks.. hiks.. hiks.. Abah," ucapannya berhenti, dia tidak kuat harus mengatakan hal yang paling tak diinginkan oleh seorang anak.
Ibrahim mulai paham apa yang coba di ungkapkan oleh istrinya, dengan cepat dia langsung menyabet kunci mobilnya lagi dan berkata
"Sekarang kita berangkat ke sana!" Aisyah mengangguk dan bergerak cepat mengikuti Ibrahim.Di tengah jalanan yang sedang diguyur derasnya hujan, seolah langit ikut menangis atas kepergian Kiai tercinta, mereka nekat melaju cepat demi sampai tepat waktu di sana.
Aisyah sedari tadi masih menangis sesenggukan di dalam mobil, sedangkan Ibrahim? Jangan ditanya, tak ada seorang anak yang tak menangis mengetahui kabar duka itu.
Tapi, pria itu pandai menyembunyikan nya. Hati dan batinnya menangis, tapi fisiknya mencoba menahan air mata itu untuk keluar, dia masih berharap keajaiban akan terjadi. Mungkin Allah berkehendak mengubah keadaan.
Dengan kecepatan melebihi rata-rata, Ibra dan Aisyah akhirnya sampai di sana sekitar waktu magrib.
Jantungnya berdegup kencang, kala matanya melihat para santri menangis di sekitar area rumahnya, tanpa membuang waktu lama, dia langsung berlari ke dalam, Ibra tak peduli dengan semua orang yang memandangnya.Air mata yang sedari tadi di tahannya, kini meluncur bebas di pipinya. Hatinya hancur, pikirannya kosong seketika saat dirinya melihat pria paling dicintainya terbaring kaku di atas seprai tempat tidur, dikelilingi oleh istri dan anak-anaknya, kecuali Idris dan Rahma yang sedang dalam perjalanan.
Ibra jatuh terduduk di lantai, kakinya tak mampu lagi menahan beban tubuh yang dia rasa sangat berat saat itu.
Aisyah masuk sambil menutup mulutnya menahan tangisan yang mungkin saja menimbulkan suara yang akan beradu dengan semua orang di ruangan itu."Nak? Bersyukurlah. Abah Khusnul khatimah. Beliau meninggal saat sedang menjalankan ibadah salat dalam keadaan sujud. Bahkan... Hiks hiks... Abahmu.. hiks tersenyum dalam tidurnya..hiks.. hiks.." Umi Zila menjelaskan kepada Ibrahim masih dengan tangisnya.
Ibra menatap sang Umi sendu, direngkuhnya wanita paruh baya itu erat dalam peluknya. Perempuan yang dulu memberinya pelukan dengan kasih, kini dia yang harus berada di posisinya.
Umi Zila semakin tergugu dalam pelukan putra bungsunya, setidaknya dia masih punya buah hati yang mewarisi sikap sang suami yang amat dicintainya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lantunan Kalam Aisyah ✓ [TERBIT]
SpiritualeTersedia di shopee: Cahaya_publisher15 Ahmad Alfan Ibrahim, seorang gus yang memutuskan untuk menikahi wanita yang abahnya tawarkan. Karena cinta yang dia harapkan, justru Allah sandingkan dengan kakaknya. Miris bukan? Namun, kuasa Allah gantikan d...