Primus tengah melayani pelanggan yang memesan nasi goreng babat saat sebuah motor Astrea Grand berhenti di sebelah warung tendanya. "Silakan," sapanya pada sang pengemudi yang ternyata adalah sang calon menantu, Okan. "Eh, kamu, Kan."
"Iya, Pak." Okan menyalami Primus dan mencium tangannya takzim. "Bapak sehat?"
"Alhamdulillah. Kamu mau makan? Bapak buatkan capcay, ya?" tawar Primus sembari membungkus nasi goreng yang tengah ditunggu oleh sang pembeli.
"Nanti saja, Pak, kalau sudah sepi." Okan mencuci tangan dan malah membantu Primus menyiapkan bahan-bahan mi rebus pesanan seorang gadis muda yang baru datang.
Okan dengan cekatan mengasisteni ayah Aurel memasak. Tanpa tahu bahwa si gadis muda mengambil fotonya dan memasangnya sebagai story. "Penjualnya gans banget, gaes. Kuy, beli nasgor di warung tenda Papi Primus. Di Perempatan Pecah Telor."
Dalam sekejab, warung tenda Primus kebanjiran pembeli. Semua orang mendadak ingin makan nasi goreng. Bahkan saat nasi goreng sudah habis, ada gadis remaja yang rela beli kerupuk saja, hanya demi melihat wajah tampan Okan.
"Wah, kalau tahu begini, sudah sejak dulu Bapak jadikan kamu Brand Ambassador nasi goreng Bapak. Kalau kamu yang jualan, pembelinya pasti banyak. Memang beda kalau penjualnya pria muda. Kalau udah tua kayak Bapak, yang beli sedikit."
Okan tertawa sembari duduk di atas tikar. Primus yang tengah memasak capcay untuknya terpaksa menolak seorang calon pembeli. "Habis, Mas," kata ayah Aurel.
Jika biasanya dagangan Primus baru habis terjual di atas pukul sebelas, malam ini dia membuat rekor. Dagangannya ludes dibeli pelanggan sebelum pukul sepuluh malam.
"Bilang saja kalau Pak Primus memang butuh bantuan saya untuk berjualan." Okan bersungguh-sungguh. Meski hubungannya dengan Aurel tidak berhasil, bukan berarti dia harus memutuskan tali silaturahmi dengan Primus dan Soraya.
"Nggak. Bapak bercanda," sahut Primus sembari menuangkan capcay ke piring. "Ayo, dimakan."
"Makasih, Pak." Okan mulai menyantap capcay tersebut.
"Omong-omong, sudah lama kamu nggak main ke rumah. Sehabis pulang dari Tegal, kamu belum ke rumah lagi."
Okan terdiam, soalnya kan nggak boleh makan sambil bicara. Nanti keselek. Setelah menghabiskan capcaynya, barulah Okan berkata, "Pak, saya mau minta maaf."
"Soal apa? Seingat Bapak kamu nggak melakukan kesalahan."
Okan memasang senyum. "Sebelumnya saya mau berterimakasih karena Pak Primus bersedia mengabulkan keinginan saya untuk mengenal Aurel lebih dekat. Tapi, sepertinya saya memang bukan tipe lelaki yang diinginkan Aurel. Kami sudah putus minggu lalu."
"Astaghfirullah. Anak itu..." Primus mengelus dada. "Pasti dia yang minta putus," tebaknya jitu.
"Jangan marah sama Aurel, Pak. Namanya rasa cinta memang tidak bisa dipaksa. Kalau Pak Primus memaksa Aurel supaya mau dengan saya, malah tidak baik untuk hubungan kami ke depannya."
"Apa alasan Aurel?"
"Aurel punya lelaki pilihannya sendiri, Pak. Saya yakin laki-laki yang dia suka pasti juga baik."
"Belum tentu sebaik kamu," tukas Primus.
"Terima kasih karena Pak Primus sudah bersedia menyambung silaturahmi dengan keluarga saya."
"Bapak kadang nggak ngerti dengan kemauan Aurel. Bapak malu dan nggak enak sama orangtuamu." Suara Primus terdengar pilu. Sejak putra-putri mereka dijodohkan, Primus dan Dimas sering mengobrol lewat WA. Ngobrolin harga cabe sampai topik cedera yang menimpa Marc Marques.
"Saya yakin Bapak dan Ibu bisa mengerti situasinya dan menerima keputusan ini." Okan berusaha meringankan rasa bersalah yang mendera Primus.
"Maafin Aurel, ya... Bapak sebagai papinya mewakili dia minta maaf." Hanya itu yang bisa Primus katakan. Hubungan Aurel dan Okan sudah berakhir, siapa sangka justru hati Primus-lah yang patah. Dipatahkan oleh putrinya sendiri.
***
Primus mendorong gerobak nasi gorengnya dengan lesu. Teringat kembali perkenalannya dengan Okan dan bagaimana pria muda itu datang padanya, meminta izin untuk mengenal Aurel.
"Saya menyukai putri Pak Primus. Jika Bapak mengizinkan, saya ingin mengenalnya lebih jauh. Bukan untuk pacaran iseng-iseng, tapi saya berniat menjadikannya istri."
Primus kala itu dibuat terpana oleh keberanian dan kesungguhan Okan. Tak banyak anak muda yang berani meminta izin pada sang ayah calon gebetan. Pemuda zaman now biasanya langsung memacari si anak gadis, bahkan ada yang nekat menghamili terlebih dulu.
Primus mengelus dada. Sebenarnya dia sangat menyukai Okan. Pria pekerja keras nan ulet seperti itu pasti mampu menghadapi segala jenis badai kehidupan. Sikap bijak Okan juga memberi Primus jaminan bahwa Okan tidak akan pernah menyakiti Aurel lahir dan batin. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Aurel-lah yang menyakiti hati Okan.
Aurel punya lelaki pilihannya sendiri.
Siapa? Apakah pria pilihan Aurel akan sebaik Okan? Primus sangsi, apalagi mengingat putrinya itu cenderung bertindak tanpa berpikir panjang.
Primus terus mendorong gerobaknya sampai di jalanan yang sepi dan gelap. Pria itu mendongak, menatap lampu jalan yang sudah tiga hari mati. Mengapa belum ada petugas yang memperbaiki?
Sinar lampu sepeda motor disertai suara klakson datang dari arah belakang. Primus mendorong gerobaknya ke tepi, memberi jalan bagi sang pengendara motor. Sebuah sepeda motor lain tiba-tiba melesat dari belakang sepeda motor pertama dan berhenti di depan gerobak Primus, menghalangi jalan.
Alarm waspada menyala di benak Primus. Siapa pun pengendara motor itu, pasti berniat tidak baik. Primus mengucap bismillah dalam hati dan memanjatkan doa memohon perlindungan. "Mas, tolong jangan berhenti di tengah jalan seperti itu," ucapnya.
Pengendara motor itu turun. Tanpa melepaskan helm dan masker, lelaki itu menghampiri Primus. Motor pertama kemudian berhenti di belakang Primus. Pengendaranya yang memakai topi, turun dan tanpa ba-bi-bu kedua tangannya langsung melingkari tubuh Primus.
"Eh, apa-apaan ini? Lepas!" Primus memberontak.
"Serahin duit lo!"
"Nggak ada."
"Berani bohong lo." Lelaki pertama menodongkan pisau.
"Periksa gerobaknya!" perintah pria yang mengunci tubuh Primus.
"Jangan!" Primus menginjak kaki pria bertopi. Saat dia mengaduh, ayah Aurel mengambil kesempatan itu untuk membebaskan diri dan mendorong lelaki lainnya yang hendak menghampiri gerobak nasi goreng.
"Berani ngelawan lo." Pria berhelm mengacungkan pisaunya. Primus mundur selangkah.
"Cepetan ambil duitnya. Pasti ada di gerobak."
Pria berhelm membuka laci gerobak, tempat Primus menyimpan semua uang hasil penjualan malam ini. Diraupnya lembar-lembar uang itu, lalu dijejalkan ke dalam saku jaket.
Primus meradang. Tak rela hasil jerih payahnya hilang begitu saja. Dalam usahanya untuk melawan, Primus menerjang, mengayunkan pukulan ke wajah yang tertutup masker itu.
"Brengsek lo!" umpat si perampok, balas menendang perut Primus hingga membuatnya tersungkur.
"Woi! Ngapain kalian?" Ada dua orang pria yang muncul di ujung gang. Mungkin warga setempat.
"Buruan!" Lelaki bertopi sudah kembali menaiki motornya.
"Rampok! Kembalikan uang saya!" Primus berteriak, lalu bangkit dan menyergap pria berhelm dari belakang.
"Cari mati lo!" Pria itu balas melawan, menyikut perut Primus, membalik tubuh dengan cepat, dan mendadak Primus merasakan sengatan rasa sakit di perut, di mana sebuah pisau kini tertancap di sana. Sang perampok itu pergi, melarikan diri dengan motornya.
Napas Primus tersengal, tangannya gemetar menyentuh gagang pisau. "Tolong," rintihnya.
Dua orang warga berlari ke arahnya. "Jangan dicabut, Pak. Tahan, Pak," ucap salah seorang. "Cepat, kita bawa ke rumah sakit."
Napas Primus putus-putus. Akankah ini menjadi hari terakhirnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cowok Gue Tukang Ikan
Romance[Komedi Absurd dan Gaje] Aurel Latuconsina punya dua kriteria calon suami, yaitu tajir dan hot. Namun, Andika Saputra, cowok tajir incarannya malah menolak Aurel dan membuatnya malu bukan kepalang. Panas hati, Aurel bersumpah bakal dapat cowok yang...