19. Jasa Andika

1.2K 160 17
                                    

Aurel berlari di sepanjang koridor rumah sakit, menuju Instalasi Gawat Darurat. Rok gaunnya berkibar seiring langkahnya yang terayun cepat. Pikirannya kalut. Andika yang ikut berlari di belakang, sejenak terlupakan.

"Mbak, pasien korban penusukan. Atas nama Primus. Ada di mana?" tanyanya panik pada seorang perawat berhijab yang duduk di balik meja nurse station.

"Oh, korban penusukan yang tadi, ya."
Aurel mengangguk.

"Pasien baru saja dipindahkan ke ruang operasi. Mbak keluarganya? Langsung ke sana saja. Dari sini belok kiri," jawab sang perawat.

Operasi? Keringat dingin mengalir turun di sepanjang tulang punggung. Ya Allah, tolong selamatkan Papi.
Aurel gegas berlari ke arah yang ditunjukkan sang perawat. Sambil berlari, dia mengingat-ingat pelajaran biologi yang sudah banyak dia lupakan kecuali bab reproduksi. Oke, di perut ada organ usus, hati, lambung. Kira-kira organ apa di perut Papi yang terluka akibat tusukan?

Di depan ruang operasi sudah duduk Mami dengan wajah pucat pasi, ditemani Kang Raul. Kedua tangan Soraya berkali-kali digosokkan, seolah sedang mencari kehangatan.
"Mi, Papi gimana?"

Soraya menoleh ke arah Aurel, tampak heran melihat pakaian Aurel yang berbeda, juga Andika yang baru kali ini dia jumpa.

"Dokter bilang usus Papi terluka. Harus dipotong."

Aurel sontak menangis dan memeluk Soraya. "Papi bakal baik-baik aja, Mi. Insyaallah," katanya mencoba menguatkan sang ibu.

Seorang perawat laki-laki menghampiri mereka. "Keluarga Bapak Primus?" ucapnya.

"Ya."

"Mohon tanda tangan surat persetujuan tindakan operasi."

Sang perawat mengulurkan sebuah folder tipis berisi surat yang dimaksud. Pria itu menunjuk kolom di mana Soraya harus membubuhkan tanda tangan. Tanpa membaca lebih lanjut, Soraya menandatangani surat tersebut.

"Oya, karena Bapak Primus merupakan korban tindak kriminal, maka biaya perawatannya tidak bisa ditanggung BPJS. Jadi Bapak Primus didaftarkan sebagai pasien umum," terang perawat itu.

Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini? Operasi untuk pasien umum butuh biaya berapa? Aurel dan Soraya bertukar pandang, sama-sama bingung, tapi keselamatan nyawa Papi harus diprioritaskan.

"Iya, Mas. Berapa pun biayanya kami siap," ujar Aurel mantap. Uang bisa dicari. Dia menoleh pada ibunya. "Aurel bisa pinjam uang ke Nagita, Mi."

Meski sahabatnya itu sedang marah, tapi Aurel yakin Nagita masih punya kepedulian pada keluarganya.

"Nggak perlu risau soal biaya, Rel. Nanti aku yang tanggung semuanya." Tiba-tiba Andika bersuara, mengambil peran sebagai dewa penolong. "Masukkan Bapak Primus sebagai pasien VIP, Mas," ujar Andika tanpa ragu pada sang perawat.

Perawat itu mengangguk lalu berlalu.

"Makasih, Kak."

"Nggak usah dipikirin, Rel. Kamu kan pacarku. Udah kewajibanku untuk nolong."

Rasa lega membanjiri Aurel, mengisi setiap pori-porinya. Dia memang tidak salah pilih. Andika yang kaya raya adalah pilihan terbaik baginya dan keluarganya.

Tiba-tiba Soraya menarik lengannya dan membawa Aurel menjauh dari Andika.

"Dia siapa, Rel? Kenapa dia bilang kalau kalian pacaran? Kamu ini sudah punya tunangan, lho." Soraya langsung mencecar.

"Namanya Andika, Mi. Senior Aurel di kampus. Aurel baru jadian sama dia. Aurel dan Okan udah putus." Aurel mengangkat tangan kiri dan menunjukkan jari manisnya yang polos tanpa cincin dari Okan.

"Kamu apa-apaan sih, Rel? Main putusin Okan seenaknya, nggak bilang-bilang sama Mami dan Papi," omel Soraya.

"Mi, Kak Dika itu pilihan terbaik buat Aurel, buat kita. Coba bayangin, kalau Okan yang jadi pasangan Aurel, nggak mungkin dia bisa biayain perawatan Papi di kelas VIP. Mentok juga kelas tiga."

"Kamu kok matre gitu, sih?"

"Udah deh, Mi. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk ribut. Papi lebih penting."

***

Operasi Primus berjalan lancar. Setelah dua hari menginap di ICU, pria paruh baya itu pun dipindahkan ke kamar rawat kelas VIP, sesuai perintah Andika.

Hari pertama Primus di kelas VIP diisi dengan kunjungan dari pihak kepolisian yang meminta keterangan Primus sebagai korban kejahatan. Tidak banyak informasi yang bisa diberikan ayah Aurel karena kedua perampoknya memakai masker. Primus hanya ingat jenis motor yang dipakai kedua penjahat itu. Tidak banyak membantu.

Setelah dua orang petugas polisi itu pergi, Andika tiba dan Aurel belum pernah melihat sesi perkenalan yang lebih canggung daripada ini. 

"Andika, Om. Pacarnya Aurel," sapa Andika, sambil mengulurkan tangan.

"Primus. Bapaknya Aurel," balas Primus, menjabat lemah tangan Andika. Inikah lelaki pilihan Aurel? Jika dibandingkan Okan, gaya Andika memang lebih perlente. Kelihatan jelas, pria muda itu berasal dari kalangan atas. Mungkin ini yang disebut naluri seorang ayah, Primus merasa Okan yang sederhana jauh lebih cocok untuk putrinya.

Sementara itu, Aurel memperhatikan interaksi kikuk antara Andika dan Primus. Jika Okan yang berjabat tangan dengan Primus, pasti tangan ayahnya itu sudah dicium. Andika tidak melakukannya. Eh, lho...kok jadi ingat Okan? Aurel refleks menepuk jidatnya, menghentikan pikirannya yang mengembara pada sosok sang mantan. Perkara cium tangan bukan masalah besar.

Pintu diketuk dan sosok Okan muncul. Aurel mengerjab, setelah sadar bahwa itu memang Okan sungguhan--bukan khayalannya--yang tengah melewati ambang pintu, rasa panik bercampur takut melandanya. Bagaimana Andika akan bereaksi? Meski Aurel sudah memberitahu sang pacar bahwa dia sudah memutuskan hubungan dengan Okan, tidak ada jaminan Andika tidak akan cemburu. Namanya juga ketemu mantannya pacar, yekan? Apakah akan ada adegan adu jotos memperebutkan Aurel? Biasanya di FTV kan begitu.

Okan mengangguk sopan lalu menghampiri Primus yang berbaring di ranjang, mengambil tangan kanan Primus dan menciumnya dengan takzim. "Maaf baru sempat membesuk Bapak," ujarnya.

Primus menepuk bahu Okan dengan sayang. "Terima kasih sudah datang. Duduk, Kan."

Okan lalu menyalami Soraya dan melakukan hal yang sama, mencium tangan wanita itu. Tindakan yang juga dilupakan oleh Andika. "Apa kabar, Bu?"

"Baik, Kan. Duduk gih." Soraya mempersilakan Okan duduk di sofa tamu, tetapi Okan hanya meletakkan parsel buah yang dia bawa di atas meja lalu bergerak ke arah Andika.

"Pacarnya Aurel, ya?" sapa Okan sambil menawarkan jabat tangan.

Ada segurat senyum pongah di bibir Andika ketika menyambut tangan Okan yang terulur. "Iya. Lo udah jadi mantan masih aja datang ke sini?" ejek Andika, sengaja menabuh genderang perang.

Apakah kekhawatiran Aurel akan terwujud? Tampak Okan menggulung lengan kemejanya. Mungkin sebentar lagi tinju dari lengan berotot Okan akan melayang ke wajah Andika yang mulus hasil perawatan skincare. Aurel tahu Andika menggunakan skincare demi mempertahankan kulit glowing ala oppa Korea.

Tapi, tidak terjadi adegan baku hantam. Okan menyugar rambut dan tersenyum ramah. "Saya datang untuk menengok Pak Primus, bukan untuk mengecek kondisi Aurel," jawabnya santai. "Tidak perlu cemburu berlebihan. Aurel mencintai kamu. Saya yakin itu."

Mendengar Okan mengatakan itu, Aurel seketika didera perasaan bersalah dan tiba-tiba dia ingin puncak kepalanya ditepuk Okan dengan penuh kasih sayang. Sungguh,  Aurel tidak menyangka dia masih bisa merindukan Okan, padahal sudah ada Andika yang sempurna di sisinya.





Cowok Gue Tukang Ikan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang