21. Saved by Okan

1.4K 174 36
                                    

Okan melepas jaket dan menyampirkannya di kedua bahu Aurel.  Gadis itu lalu memasukkan kedua tangannya pada lengan jaket, menaikkan restleting dan tubuhnya pun tertutup oleh jaket hitam besar yang panjangnya hampir mencapai lutut.

"Brengsek lo," umpat Andika sambil mengusap sudut mulut yang sedikit berdarah akibat tinju Okan.

Okan berbalik, berdiri tak gentar, pandangannya menyorot sengit pada Andika, sementara Aurel bersembunyi di balik punggungnya, kedua tangan gadis itu mencengkeram erat kaus Okan.

"Lo kenapa bisa ada di sini, hah?" sentak Andika. Bagaimana ceritanya mantan tunangan Aurel ada di pesta yang diselenggarakan Langit? Andika tahu betul Okan tidak termasuk dalam lingkaran pertemanan Langit.

Beberapa orang mulai memperhatikan mereka dan bergerak mendekat. Musik seketika dipelankan. Dari sudut matanya Andika melihat Langit dan Chyntia menuju ke arahnya.

"Kenapa, Dik?" tanya Langit.

"Lo kenal dia? Kenapa mantannya cewek gue bisa ada di pesta lo dan tiba-tiba nonjok muka gue?" Andika balik bertanya, nada suaranya penuh amarah.

"Kamu bersikap tidak sopan pada Aurel! Kamu melecehkannya!" sembur Okan dengan amarah dua kali lipat. Tubuhnya sampai bergetar.

"Eh, lo nggak usah berlagak jadi superhero. Aurel cewek gue. Suka-suka gue mau ngelakuin apa sama dia. Lo itu mantan. Musnah aja lo." Andika menerjang dan menghantamkan tinju ke wajah Okan.

Aurel memekik dan dengan panik memeriksa wajah Okan. Sedikit darah di sudut bibir dan selebihnya Okan masih ganteng. "Kak Dika jahat! Ayo, Mas. Kita pulang."

Andika bergerak maju dan menarik tangan Aurel dengan kasar, tapi Okan pun tak kalah gesit, dicengkeramnya pergelangan tangan Andika. "Jangan sentuh Aurel lagi!" bentaknya sambil mengempaskan tangan Andika.

"Sialan lo."

"Dik, sabar dulu," cegah Langit saat Andika hendak menyerang Okan lagi. "Lo sebenarnya siapa? Kenapa bikin ribut di pesta gue? Siapa yang ngizinin lo masuk?"

Para tamu berkerumum di sekitar mereka. Semua orang ingin tahu apa yang terjadi. Beberapa orang bahkan mengacungkan handphone dan merekam.

"Lho? Mas Okan kenapa nggak langsung ke dapur aja?" ucap salah seorang pelayan staf katering, yang menyeruak dari kerumunan. "Kok malah bikin keributan di sini?"

Andika menatap salah satu pegawai kateringnya itu. Ya, untuk pesta malam ini, Langit memang menggunakan jasa katering milik restoran keluarga Andika. Katering Cilik Pare. "Lo kenal siapa dia?"

"Maaf, Mas Dika. Ini Mas Okan, tukang ikan yang jadi langganan katering kita. Dia ke sini untuk memasok ikan dan udang buat menu barbekyu," terang sang pegawai.

"Tukang ikan? Okan tukang ikan? Bukannya lo manajer bank?" Andika tertawa mengejek. "Aurel, Aurel... Apa gue bilang? Lo anak tukang nasi goreng ya cocoknya sama tukang-tukang yang lain. Tukang ikan. Pantesan gue berasa pernah liat wajah lo. Pasti gue pernah liat lo datang ke resto gue, nyetok ikan."

Aurel hanya diam, kepalanya tertunduk. Isaknya kembali. Inilah yang disebut sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kemalangan sepertinya tak berhenti menyapanya. Bertubi-tubi.

Melihat itu, Okan meraih tangan Aurel. "Itu ikannya," tunjuk Okan pada sebuah kontainer plastik yang berembun dan tergeletak di dekat bangku taman. Permukaan kontainer berembun, karena banyaknya es yang Okan letakkan di dalamnya. "Gratis untuk malam ini," imbuhnya seraya menggandeng Aurel menjauh dari tempat itu. Namun, langkah mereka tertahan karena Andika lagi-lagi menarik tangan Aurel.

"Lo mau ke mana, Rel. Lo masih cewek gue."

"Nggak. Kita putus!" Aurel menyentakkan tangan Andika.

"Nggak bisa semudah itu, Rel. Lo utang budi sama gue. Gue udah nolongin bokap lo," ujar Andika pongah. Dadanya dibusungkan.  "Kalau nggak ada gue, bokap lo barangkali sedang sekarat di ICU. Cuma dikasih obat murahan, dan dibiarin mampus sama pihak rumah sakit. Kalau lo mau putus dari gue, balikin dulu semua duit gue."

Andika mengangkat dagu. Hutang budi Aurel adalah kartu truf-nya. Alat untuk mencengkeram Aurel, memaksa gadis itu tunduk pada kehendaknya. Makanya jangan jadi orang miskin. Baik di sinetron maupun di kehidupan nyata, nasib orang miskin itu untuk ditindas.

Aurel ternganga. Biaya operasi ayahnya pastinya mencapai puluhan juta. Belum lagi printilan lainnya. Lalu ada juga barang-barang mewah yang dibelikan Andika untuknya. Apa semua itu harus diganti juga?

"Saya yang akan membayarnya. Sebutkan saja jumlahnya." Okan berkata mantap.

Di luar dugaan, Andika malah terbahak keras. "Heh, lo jadi tukang ikan aja belagu. Lima puluh juta. Lo punya duit segitu? Lihat duit banyak aja lo belum pernah," ejeknya.

"Jika saya membayarnya lunas, kamu akan melepaskan Aurel?"

"Iya. Lo boleh ambil dia. Gue juga males sama cewek miskin kayak dia."

Okan merogoh sakunya lalu mengeluarkan buku cek dan sebuah pulpen. Semua orang diam saat Okan menuliskan sesuatu di atas lembar cek tersebut.

"Lima puluh juta. Bisa kamu cairkan besok." Okan menyerahkan selembar cek pada Andika.

Kini giliran Andika yang terperangah. Ekspresi wajahnya mirip orang bego waktu menerima lembar cek dari Okan.

"Dengan ini Aurel terbebas dari kamu. Kalian semua yang jadi saksi. Jangan sampai seorang Andika menjilat ludah sendiri," pungkas Andika lalu merangkul bahu Aurel dan membimbing gadis itu keluar.

***

Aurel menangis tersedu-sedu dengan kedua tangan menutup wajah di atas sepeda motor Okan, sementara lelaki itu hanya berdiri diam di dekatnya.

"Udah nangisnya. Saya antar kamu pulang sekarang," ujar Okan setelah beberapa saat.

Aurel menggeleng. "Mas, Aurel nggak mau pulang. Papi sama Mami pasti marah kalau lihat Aurel begini," isaknya parau.

Orangtuanya pasti syok jika melihat Aurel pulang dalam bentuk selayaknya perempuan yang habis terjaring razia PSK. Aurel berangkat dengan dress panjang dan pulang mengenakan bikini sebatas bokong. Seluruh Kampung Durian Manis pasti akan menggunjingkannya sampai lebaran Haji tahun depan.

"Saya nggak mungkin membawa kamu pulang ke rumah saya, Rel. Warga bisa menyangka kita berzina."

Ucapan Okan benar dan membuat Aurel semakin keras terisak. "Aurel nggak mau pulang, Mas," kukuhnya.

"Saya antar kamu ke rumah Nagita."

Aurel mengangkat wajahnya yang sembab. "Ta--tapi Gita marah sama Aurel, ka--karena dia nggak setuju kita putus," ucapnya sesenggukkan.

"Biar saya yang bicara dengannya." Okan meyakinkan Aurel. Dia lalu menelepon Nagita dan menjelaskan situasi Aurel dengan singkat. "Saya jelaskan detailnya nanti. Yang jelas sekarang Aurel butuh tempat yang aman dan dukungan dari orang-orang yang peduli padanya," ujar Okan pada lawan bicaranya di telepon.

"Terima kasih. Saya antar Aurel ke sana sekarang." Okan menutup telepon, lalu menoleh pada Aurel lagi. "Ayo. Nagita sudah menunggu."

Aurel mengangguk. Saat dia hendak naik ke boncengan motor Okan, ada suara perempuan memanggilnya. Aurel menoleh dan melihat Chyntia sedang berjalan ke arahnya sambil menenteng sebuah paper bag.

"Aurel, tunggu!" Chyntia mempercepat langkah. "Ini barang-barang lo. Gue pikir lo nggak mungkin pulang pakai baju begitu. Gue menyesal karena lo harus mengalami kejadian tadi," tutur Chyntia sambil mengulurkan paper bag.

Aurel tadi meninggalkan baju dan barang-barangnya di kamar. Aurel menerima tas kertas yang diulurkan Chyntia, tapi dia merogoh ke dalamnya dan hanya mengambil ponsel serta dompetnya saja. Dua benda yang benar-benar miliknya. Aurel bersyukur Andika belum sempat membelikannya gawai baru. Sedangkan dress dan tas jinjingnya adalah hasil dibelikan Andika.

"Thanks, Kak. Barang gue cuma ini. Yang lain bisa Kakak buang. Itu pemberian Andika. Gue nggak mau make lagi." Bersamaan dengan ucapannya, Aurel pun melepas stiletto putih gadingnya. Tak masalah jika dia harus pulang bertelanjang kaki, daripada harus memakai barang-barang pemberian Andika lagi. Rasanya menjijikkan, Marimar.

Cowok Gue Tukang Ikan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang