03. Payback

1.4K 116 1
                                    

Zefanya mengendarai mobil miliknya menuju kampus, tak lupa Ifa yang hari ini sudah tiga hari tinggal bersamanya.

"Gue udah bayarin uangnya buat uang semesteran, makasih ya," ucap Ifa membuat Zefanya mengangguk.

Ifa terlihat menatapnya bingung dan terlihat sekali ia ingin bertanya tentang suatu hal.

"Tanya aja," ucap Zefanya yang sudah tau Ifa sedari tadi menahan rasa penasarannya.

"Kata anak-anak,"

"Nggak jadi," ucap Ifa akhirnya.

"Kata anak-anak gue sakit jiwa?" tanya Zefanya santai, membuat Ifa gelagapan karena takut menyinggung perasaan Zefanya.

"Bukan gitu," sela Ifa.

"Iya, gue punya gangguan mental, kenapa? Lo takut?" tanya Zefanya.

"Nggak," jawab Ifa membuat Zefanya sedikit terkejut dengan reaksi yang Ifa suarakan.

"Karena seburuk apapun yang orang bilang tentang lo, gue selalu punya bukti kalo lo baik," jawabnya.

Zefanya dan Ifa berjalan berdampingan, beberapa anak kampus bahkan terang-terangan melihatnya dan Ifa.

"Ifa!" panggil seseorang dari belakang.

Zefanya dan Ifa tahu betul suara siapa itu. Rafi si brengsek kemudian muncul lalu segera menarik tangan Ifa sepelan mungkin, mengingat saat ini lorong kampus sedang ramai oleh mahasiswa yang berlalu-lalang.

Zefanya tanpa basa-basi kembali menarik Ifa lalu dengan kasar mencoba melepaskan genggaman tangan Rafi yang saat ini sudah membekas di tangan Ifa.

"Say it," ucap Zefanya pada Ifa yang sedang menunduk.

"Rafi,"

"Kita putus aja," cicit Ifa pelan, membuat orang yang berlalu-lalang seketika berhenti untuk sekedar mendengarkan drama tersebut.

Zefanya mendengus jijik melihat banyak sekali orang yang terlihat mencoba mendengarkan pembicaraan mereka.

"Make it fast you stupid," bisik Zefanya pada Ifa.

"Iya kita putus aja ya Fi, jangan ganggu saya lagi," ucapnya.

Zefanya kemudian membuka jalan untuk melewati kerumunan diikuti oleh Ifa, meninggalkan Rafi yang masih mematung tak percaya dengan apa yang Ifa ucapkan.

'Putus? Lo mati, baru kita bisa putus Ifa,' batin Rafi.

'Lo yang harus mati Rafi, biar Ifa bisa nafas dengan tenang,' batin Zefanya.

Zefanya meninggalkan kelas dengan alibi ingin pergi ke toilet, padahal ia sedang pergi ke ruang CCTV kampus untuk membuka kebusukan yang dilakukan oleh Rafi.

"Pak, saya minta salinan CCTV tanggal 18 untuk keperluan penyidikan kekerasan," ucap Zefanya ke pak Maja, orang yang bertanggung jawab dengan CCTV yang Zefanya yakini tak melakukan tugasnya dengan benar.

"Nggak bisa kalau nggak ada izin dari pihak kampus," jawabnya.

Zefanya yang sudah menduga hal ini dari awal, ia kemudian menyerahkan kertas izin dari rektor untuk mendapatkan izin melihat dan meminta salinan CCTV tersebut. Zefanya yang cerdik memanfaatkan Mark yang saat ini jatuh cinta padanya selaku presiden mahasiswa yang saat ini menjabat untuk mendapatkan cap dan tanda tangan dari rektorat dengan hadiah nomornya.

"Bapak emangnya selama lihat CCTV nggak memperhatikan ada yang janggal kaya gini?" Zefanya menunjukkan bagaimana Rafi memukul Ifa di ruang merokok yang terekam dengan jelas, membuat dirinya panik karena hal ini pasti akan merusak reputasinya.

Zefanya sedang menyalin file CCTV tersebut dengan serius, ia sadar pak Maja saat ini sedang berusaha melukainya.

Zefanya kemudian menyalakan ponsel lalu memencet video di ponsel untuk merekam situasi yang saat ini ia alami agar bisa menjadi bukti.

"Saya tahu kok pak bapak sedang mencoba mencelakakan saya," ucap Zefanya santai.

DUG

Belakang kepala Zefanya dipukul dengan vas bunga oleh pak Maja, sedangkan Zefanya hanya terdiam lalu tertawa kencang setelahnya, membuat pak Maja merinding mendengarnya.

"Kurang kenceng pak, bapak nggak bisa bikin saya mati kalau tenaganya cuma segitu," balas Zefanya kemudian berbalik setelah menutup laptopnya yang sudah selesai menyalin file CCTV tersebut.

"KAMU BENAR-BENAR MEMANCING SAYA," ucap pak Maja emosi.

Zefanya kemudian memberhentikan video tersebut lalu langsung memutar video yang berhasil ia rekam dengan volume kencang.

"Mau lihat siapa yang mati duluan?" tanya Zefanya sambil tersenyum lebar.

"Saya hapus aja deh pak, bapak kelihatan pucat kaya mau mati kena serangan jantung, lagian kayaknya anak bapak masih butuh ayahnya," ucap Zefanya sambil tersenyum manis.

Zefanya kemudian kembali berlalu meninggalkan pak Maja yang masih terpatung melihat tingkah laku Zefanya.

Zefanya mengetuk pintu ruang rektor dengan sopan, mencoba berusaha sebisa mungkin untuk menjaga attitude ya dengan cara terus menampilkan senyum terbaiknya yang bisa ia tampilkan.

"Permisi Bu, maaf mengganggu waktu ibu sebelumnya, saya kesini ada keperluan mendesak dan membutuhkan bantuan kampus untuk masalah saya," ucap Zefanya sambil menampilkan senyumnya.

"Silahkan duduk," suruh Bu Ani selaku rektor.

Zefanya menjelaskan permasalahan yang terjadi di antara Rafi dan Ifa dengan sejelas-jelasnya, membuat Bu Ani selaku rektor berkali-kali membulatkan matanya pertanda terkejut.

"Saya selaku rektor akan mencoba membantu masalah saudara Ifa, dan surat pengeluaran Rafi akan segera saya tindak lanjuti bersamaan dengan diskusi bersama para dekan," ucap Bu Ani yang ia angguki.

"Anda diperbolehkan untuk segera menyebarkan video terkait untuk meningkatkan kewaspadaan para penduduk kampus terhadap saudara Rafi," ucapnya yang Zefanya hadiahi senyuman miring licik.

Zefanya telah keluar dari ruang rektor, lalu dirinya segera mengeluarkan ponsel miliknya lalu menyebarkan video tersebut melalui open chat dari Line yang berisi seluruh mahasiswa kampus sembari tersenyum girang.

'Masalah selesai, selamat di penjara Rafi,' batin Zefanya.

Zefanya yang sudah sampai di kelas melihat bagaimana teman-teman berkumpul mengerubungi Ifa yang terlihat panik.

Dengan Zefanya berjalan saja, ia mampu membuat para orang yang tadinya berkumpul di mejanya dan Ifa kembali ke tempat duduknya masing-masing.

"Kemas barang lo, kita pulang," ucap Zefanya yang kemudian diangguki oleh Ifa.

"Lo yang ngelakuin semua ini?" tanya Ifa begitu mereka berdua duduk di mobil.

"Lo nggak seneng?" tanya Zefanya sinis.

"Bukan, gue seneng banget karena gue udah dapet keadilan yang selama ini gue cari, cuma gue nggak nyangka lo yang ternyata nyelesain masalah gue," ucapnya dengan isak tangis.

"Kita beli baju," ucap Zefanya mencoba mengabaikan ucapan Ifa.

"Nggak usah, gue pake baju yang ada aja, gue terlalu banyak ngerepotin lo," ucap Ifa mencoba menolak.

"Gue nggak minta pendapat lo," ucap Zefanya.

Zefanya masih tetap manusia, ia tetap manusia yang memiliki iba, hanya saja ia memilih beberapa orang yang pantas mendapatkan pertolongannya. Dan, Zefanya akan membantunya sampai akhir.

"Nih, lo mau nggak?"

Zefanya memberinya beberapa dress cantik dan juga beberapa kaos.

"Nggak usah kemahalan, kita belanja ke pasar aja yuk Zef, banyak yang bagus bagus kok," tawar Ifa.

Zefanya akhirnya mengambil beberapa jeans, kaos dan beberapa dress kasual lalu bergegas membayarnya tanpa menanyakan selera Ifa.


𝔃𝔂𝓷𝓲𝓼𝓬𝓱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang