Jam sepuluh malam, Ale mendengus dan menendang guling karena suara handphone yang terus berbunyi sejak lima belas menit yang lalu. Ia memaksakan dirinya sadar lalu dengan sedikit bentakan ia menjawab telepon, "Apa?"
Leo yang berada di seberang mengerutkan dahi lalu menoleh ke sampingnya, dimana Papa nya sedang tidur dan Mama nya yang terus menepuk punggung tangannya. Leo berjalan keluar dari kamar dengan pelan dan ia berhenti setelah dirasa jauh. Ia menghela napas dan berkata, "Papa sakit."
Ale diam. Ia tidak tahu harus mengatakan apa kepada Leo sekarang.
"Ale, Papa sakit."
"... "
"Ale, kamu-"
"Aku akan datang ke sana sekarang," Kata Ale. Ia tidak akan membiarkan Leo kembali mengatakan sesuatu. Ia mengakhiri panggilannya begitu saja lalu berjalan ke arah lemari untuk mengambil jaket. Ia mencoba mendial salah satu nomer driver yang dikenal tapi tidak diangkat. Ale mendesah dan ia akhirnya turun ke bawah dengan sedikit berlari.
Ale mencintai Papa nya tapi ia juga membencinya. Satu hal yang ia yakini adalah sekeras apapun ia berusaha untuk tidak kembali kepada keluarganya, pada akhirnya Ale akan selalu berlari saat keluarganya tidak dalam kondisi baik. Seperti sekarang, ia berdiri di pinggir jalan untuk menghentikan taksi.
"Ale?"
Ale menoleh lalu terkejut saat ia melihat Ken berdiri di depannya dengan pakaian yang masih sama seperti beberapa jam yang lalu. Pria itu belum pulang, Ale meyakini hal itu. Lalu ia berdeham dan bertanya, "Kamu ngapain?"
"Jalan-jalan. Kamu sendiri? Baru bangun tidur?"
Ken melihat rambut Ale yang sedikit berantakan, sandal yang terbalik dan piyama tidur lalu jaket berwarna coklat yang warnanya sedikit pudar. Ale mengangguk lalu menjawab pertanyaan Ken dengan cepat, "Aku memang baru bangun tidur dan mau pergi."
"Malam-malam begini?"
Ale mengangguk.
"Aku antar."
Ale mengerutkan dahi lalu menggeleng, "Aku bisa sendiri, Ken." Tapi Ale tahu kalau Ken tidak bisa menerima kata tidak karena pria itu sudah berbalik. Ia menghela napas dan akhirnya mengikuti Ken sampai ke mobil.
Membutuhkan waktu sekitar hampir satu jam untuk sampai ke rumah keluarga Ale. Saat mobil Ken berhenti di depan pagar dan seorang pria membukakan pagar untuk mereka, Ale melirik Ken yang seperti sudah biasa datang ke rumahnya. Ale bisa melihat bagaimana Ken menyapa Pak Maman lalu mobilnya yang seperti sudah hafal dimana harus berhenti.
"Kamu pernah kesini?"
Ken mematikan mobil lalu mengangguk, "Tiga kali."
Ale mengangguk. Walaupun ia sangat penasaran apa yang dilakukan pria itu di rumah Papa nya tapi ia tidak ingin bertanya. Itu bukan urusannya.
Aeternum adalah nama yang sering disebutkan orang-orang untuk rumah orang tua Ale. Aeternum memiliki sebuah taman yang sangat besar di belakang rumah dan di dalam taman ada sebuah ruangan terkunci yang hanya akan dibuka setahun sekali. Hanya beberapa orang yang mendapatkan undangan yang bisa melihat isinya. Dan Ale tidak lagi tertarik untuk melihat ruangan terkunci itu selama dua tahun terakhir.
Ken mengerutkan dahinya saat Ale berkata, "Lebih kecil dari rumah kamu."
"Aeternum tidak bisa dibandingkan dengan rumah siapapun, Ale. Tempat ini memiliki ciri khas yang tidak akan pernah bisa ditemukan di tempat lain. Aku menyukai bagaimana Papa kamu merancang Aeternum hanya untuk Mama kamu."
Ketika Ale berhenti berjalan di depan pintu besar, ia menoleh ke arah Ken dan menjawab perkataan pria itu dengan bingung, "Untuk apa seorang pria merancang sesuatu yang besar seperti ini? Seorang wanita hanya menginginkan sesuatu yang spesial misalkan kesetiaan, itu menurutku." Dan ia baru menyadari kalau pria itu mengikutinya seperti anak ayam malam ini.
"Dan Aeternum bukan kesetiaan Papa kamu?"
"Aku tidak tahu." Lalu Ale mendorong pintu di depannya dan berjalan lurus. Kemudian ia berbelok ke arah kanan dan menemukan Leo Oetama Lorraine sudah menunggunya. Ia berjalan mendekat dengan Ken yang tetap di belakangnya.
"Dimana Papa?" Tanya Ale.
"Di kamar."
Ale mengangguk lalu ia berjalan masuk ke dalam kamar. Sepasang mata menatapnya saat ia sudah berada di dalam. Nicolette berdiri lalu menyuruh Ale untuk mendekat, "Kamu bisa gantikan Mama?"
Ale mengangguk dan Nicolette tersenyum. Wanita itu menepuk pundak Ale sekali lalu berjalan ke luar. Tepat ketika ia berada di luar dan menemukan Kendranata Alden Tanaka berdiri di samping Leo, ia dengan sedikit penasaran bertanya, "Kamu antar Ale kesini?"
Ken mengangguk, "Iya, Tante."
Nicolette meminta Ken untuk mengikutinya semakin masuk ke dalam Aeternum. "Apa kamu tidak keberatan kalau kita berbicara berdua, Kendranata? Waktu kamu yang sangat mahal itu mungkin akan terbuang percuma jika berbicara dengan wanita tua seperti aku."
"Tidak sama sekali, Tante. Saya bisa memberikan waktu yang tante inginkan. "
"Darrel, Papa Ale membangun Aeternum tidak hanya untuk istrinya. Aku menyadari bagaimana tempat ini menjadi sangat sepi sekarang," Ujar Nicolette setelah meminta Ken untuk duduk di depannya. "Apa kamu menyadari sesuatu?"
"Saya?" Balas Ken. Ken melihat bagian lain dari Aeternum di ruangan tempatnya berada. Beberapa lukisan wanita dengan warna hangat dan ia menyadari kalau itu adalah Ale. Ken tersenyum membuat Nicolette bingung. "Saya baru mengenal Ale, Tante. Dan Aeternum menjadi lebih ramai kalau Ale tinggal disini."
"Ale tidak ingin kembali ke tempat ini," Kata Nicolette dengan sedikit gusar. Lalu ia kembali mencoba menguasai dirinya dengan memberikan pertanyaan lain kepada Ken, "Apa pendapat kamu tentang Ale saat mengenalnya?"
"Tidak bisa saya mengerti."
"Apa kamu tidak ingin mencoba untuk mengerti tentangnya?" Tanya Nicolette dengan sedikit tawa. Ia menjadi sangat tertarik karena menyadari satu-satunya pria yang dibawa Ale ke Aeternum kebingungan karenanya. "Anggap saja kamu seperti memecahkan soal matematika."
"Saya tidak menyukai Matematika, Tante. Dan saya pikir, Ale lebih dari itu."
"You are-" Sebelum Nicolette menyelesaikan kata-katanya, Ale sudah berdiri di belakang Ken dan meminta pria itu untuk mengantarnya pulang. "Kamu tidak menginap disini?"
Ale menggeleng dan Nicolette mengangguk mengerti. Ia kemudian mengantar Ken dan Ale ke depan pintu. Ale tidak memeluk Nicolette saat Ken berpamitan. Ia tahu kalau dirinya belum siap atau mungkin tidak akan pernah siap untuk hal itu.
Ken mengantar Ale kembali ke apartemennya dan saat ia menghentikan mobilnya di depan lobby, Ale tidak segera keluar. Ale memilih menempelkan wajahnya di kaca mobil dan menghembuskan napas. Ia melakukan itu beberapa kali sampai Ken memanggilnya, "Alette Jane Lorraine."
Ale menoleh lalu mengerutkan dahi saat Ken menunjuk lobby apartemen yang sepi. Dan Ale baru menyadari kalau dirinya sudah sampai. Ia segera melepaskan seatbelt lalu membuka pintu mobil dan dengan cepat ia sudah menutup pintu. Ia berjalan ke sisi Ken dan berkata, "Terimakasih."
"Haus."

KAMU SEDANG MEMBACA
Flowers in autumn
Romantikkamu dan aku yang tersenyum di musim gugur. Mengatakan kalau kita sudah berada di ujung jalan untuk menyeberang dan menyapa. Melewati yang namanya penolakan untuk saling menerima. Alette Lorraine memperhatikan jari manisnya dan berkata, "Setidakny...