~Chapter 4

46 13 0
                                    

Seusai mengerjakan perintah Pak Reno, Agatha pergi ke kelasnya untuk mengikuti pelajaran pertama.

"Hai!" Agatha menoleh menemukan Riri yang baru saja datang dengan tumpukan buku yang berada di tangannya.

"Oh, hai juga. Kamu bawa apa?" tanya Agatha sambil menatap temannya yang sedang kesusahan membawa tumpukan buku di tangannya.

"Buta mata kamu?!" decak Riri sembari mendengus menatap Agatha yang tengah terkekeh di depannya.

"Astaghfirullahaladzim, maaf banget aku khilaf, Tha," lanjut Riri merasa bersalah kepada Agatha.

"Iya, gapapa. Ya udah sini gue bantuin, kasihan amat temen aku." Agatha mengambil sebagian dari tumpukan buku yang di pegang Riri. "Eh, ini buku buat apa, Ri?" sambung Agatha penasaran.

"Oh ... Ini buat pelajaran pertama kita, tadi aku di suruh Bu Lina guru fisika kita buat ambil buku di perpustakaan," ujar Riri menjelaskan kepada Agatha yang diangguki oleh Agatha.

Setelah itu, mereka meletakkan buku tersebut menjadi satu di atas meja guru, setelah itu mereka pergi duduk ke tempat masing-masing.

Tiga jam pelajaran pertama mereka lewati dengan rumus-rumus yang begitu menyebalkan. Tiga jam pelajaran pula mereka harus dipaksa untuk menghitung dan mencatat. Bagi semua orang, pelajaran menghitung adalah penjajah yang harus mereka bantai.

Agatha merenggangkan otot-ototnya yang terasa keram dan kebas karena tiga jam ini otaknya ia suruh untuk kerja rodi, memperintahkan untuk menghitung dan mengingat rumus, 50 soal mereka kerjakan dalam waktu tiga jam hebat sekali Bu Lina, bisa-bisanya muridnya di suruh mengerjakan tugas sebanyak itu. Suka heran sama guru, kalau ngasih soal nggak kira-kira.

"Ya Tuhan, aku cape banget," keluh Agatha.

"Tha, kantin yuk!" ajak Riri yang kebetulan duduk di sampingnya, karena ini sudah memasuki jam istirahat bagi semua murid-murid SMA Guna Bangsa.

"Duluan aja, nanti aku nyusul, kepala aku pusing banget," ujar Agatha sembari memegangi kepalanya.

"Bayangin aja, kerjain 50 soal fisika dalam waktu 3 jam, udah tau aku lemot banget," celoteh Agatha sembari memasang muka cemberut.

"Ya udah, aku duluan, ya!" pamit Riri lalu mengambil uang saku ditasnya.

Agatha mengangguk dan Riri pergi meninggalkan Agatha yang tengah melenturkan otot-ototnya yang kaku.

"Tidur kayaknya enak nih. Eh tapi tidur di mana, ya?" tanya Agatha pada diri sendiri. "Di perpustakaan aja kali, ya," ujar Agatha kemudian  berjalan menuju perpustakaan.

Terlintas ide cemerlang yang melintas begitu saja di otaknya.

Sesampainya di perpustakaan, Agatha mencari tempat yang strategis untuk tempat hibernasi nya.

Agatha akhirnya menemukan tempat tersebut, di antara dua meja perpustakaan yang berdempetan, yang letaknya sedikit di tengah membuat ia jadi terkena AC, karena letak AC tepat di sana.

Agatha pun mencari buku untuk menjadi alas kepalanya dan mulai merenggangkan sedikit otot-ototnya serta mencari posisi nyaman dan merebahkan kepalanya di atas meja.

"Sweet dreams, I coming!" teriak batin Agatha kegirangan.

Tidak butuh lama, Agatha langsung tertidur pulas dan sedikit mendengkur.

Buk ...

"Astaghfirullahaladzim, kenapa aku nggak hati-hati, jadi jatuh, 'kan," gerutu seseorang yang tidak sengaja menjatuhkan buku yang ada di rak perpustakaan.

"Nomor ... 325 A," Seseorang tersebut mengambil dan membaca di mana letak nomor nya.

"Ini bukan di sini tempatnya, emang, ya mereka semua sukanya membaca doang tanpa mengembalikan bukunya dengan rapi," ucap seseorang tadi seraya membereskan buku tersebut.

"Ya udah deh aku kembalikan ke tempat semula." Ia berjalan mencari dimana tata letak buku yang ia jatuhkan.

"Akhirnya, ketemu!" ucapnya girang.

Kedua alis ia menyatu ke atas, ia seperti melihat sesuatu di seberang rak buku ini tapi apa?

Ia pun meletakkan bukunya sembari melihat ada apa di sana dan berkata dalam hati,'takutnya kalau ada makhluk halus, 'kan bahaya, berarti ini sekolah harus di ruqiyah, kalau bisa sama guru dan muridnya' batin orang itu. "Ah masa iya ada setan, sih?" lanjutnya lagi.

Ia memberanikan diri untuk melihat, dan ia tersenyum geli, ternyata itu bukanlah setan, tapi seorang perempuan yang tengah tertidur lelap.

'Tapi, tunggu deh, sepertinya aku tak asing dengan perempuan ini, tapi siapa?' ujarnya sambil bertanya-tanya dalam hati.

Ia memutuskan untuk melihat siapa gerangan perempuan yang tengah tertidur di perpustakaan ini. Betapa terkejutnya ia ketika melihat wajah imut nan manis milik perempuan ini ketika tertidur.

'Masyallah, nikmat mana lagi yang engkau dustakan' batinnya dalam hati.

Ia menatap perempuan di depannya ini, manis itulah yang terlintas di benaknya.

"Ketika tertidur saja ia manis apalagi jika bangun?" tuturnya sembari terus menatap perempuan tersebut.

"Astaghfirullahaladzim istighfar nak, dosa banget kamu menatap bukan mahram kamu," ujarnya sembari menepuk pipinya seakan membuat dirinya tersadar.

Seseorang tadi mengambil handphone yang berada di saku celananya, membuka lokscreen yang tertera di sana, dengan lincahnya tangannya mengotak atik untuk mencari aplikasi Instagram yang ia miliki.

"Yes, ketemu!" serunya sambil kegirangan layaknya anak bocah yang senang karena dibelikan eskrim.

Ia membuka aplikasi tersebut, betapa terkejutnya ia ketika mengetahui ada seseorang yang mengikutinya dan yang membuat ia terkejut lagi adalah perempuan ini yang mengikutinya, ia menekan tombol follback setelah itu ia membuka kamera Instagramnya, mencari filter yang ia rasa bagus dan cocok untuk idenya ini.

Cekrek!

"Bagus juga, ternyata aku punya bakat jadi tukang foto ya, hihihihi," katanya seperti berbisik.

Ia mengetik kata-kata yang menurutnya bagus. Setelah itu, ia upload di instastory Instagram-nya.

"Mimpi indah sweet girl," ucap seseorang tadi sebelum meninggalkan perpustakaan.

IQHA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang