Agatha pun tak kuasa menahan air matanya. Ia terus memeluk gulingnya yang sudah basah oleh air mata.
"Kak Iqbal, maafin aku. Aku gak bisa seperti ini lagi. Aku gak kuat karena perbedaan yang ada diantara kita. Memang awalnya kita bisa menjalaninya, tapi aku tidak mau terlalu sayang sama kamu, aku takut gak bisa lupain kamu, kak," lirih Agatha sambil menangis tanpa suara karena takut terdengar oleh orang tuanya.
Tidak lama kemudian, mama Agatha mengetuk pintu kamarnya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk, Ma!" teriak Agatha dari dalam kamarnya.
"Kamu kenapa, sayang?" tanya Mama khawatir.
"Gapapa, Ma," ujar Agatha berbohong sambil menghapus air mata di pipinya.
"Jangan bohong, Mama tahu kok. Udah dong jangan nangis lagi, Mama tahu perasaan kamu. Mama dulu juga pernah muda, Nak," ujar Mama menasehati Agatha sambil memeluknya.
"Ma, tapi aku sayang sama dia." Agatha pun mengeluarkan semua keluh kesahnya dalam pelukan Mamanya.
"Iya, sayang. Tapi, mau bagaimana pun kalian berbeda. Lebih baik jauh dari sekarang daripada kamu sakit hati," tutur Mama dengan lembut.
"Iya, Ma."
"Mama yakin suatu saat nanti kamu kelak mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Iqbal itu," lanjut Mama Agatha menasihatinya.
Mama Agatha pun meninggalkan Agatha sendiri. Karena ia tahu putri kecilnya lagi butuh waktu untuk sendiri.
"Benar kata Mama suatu saat aku bisa menemukan yang terbaik nanti," ujar Agatha sambil menghapus air matanya dengan semangat.
"Aku pasti bisa!" teriak Agatha dengan yakin.
Agatha pun mandi karena sudah pukul 5 sore. Ia mandi dan bersiap-siap lalu turun ke bawah untuk makan malam.
Setelah selesai makan, Agatha pun naik untuk membuat puisi sesuai dengan keadaannya sekarang ini.
Sepatu
Aku dan kamu adalah dua insan yang selalu bersama
Dipersatukan oleh rasa cinta dan rasa walau berbeda agama
Kita yang sudah terikat oleh tali-tali asmara tak bisa dilepaskan begitu saja
Dan benih-benih cinta mulai tumbuh dengan sendirinyaKisah singkat yang berawal dari pandangan pertama
Membuat hati ini tidak sanggup untuk lupa
Matamu yang selalu kulihat agar aku gembira
Dan duniamu yang membuat hidupku berwarnaKini, kita tak bisa memaksakan hubungan ini
Walau sudah dijalani dengan sepenuh hati
Perbedaan yang menghalangi dan dengan akhir cerita yang begitu membuat sakit hati
Bahagialah kamu pujangga hatiku, karena kamu sangatlah berarti ....Setelah menulis puisi tersebut, Agatha tidur dan siap untuk bersekolah walaupun mungkin rasanya tidaklah sama dan pasti berbeda.
Keesokan harinya, Agatha bangun pagi dan siap-siap pergi ke sekolah.
Ia sarapan dan pamit kepada orang tuanya untuk berangkat ke sekolah.
Sesampainya di sekolah, seperti biasa ia masuk ke kelas dan di dalam kelas semua teman-temannya memandangnya.
'Ada apa ini? Kok mereka menatapku begitu banget,'batin Agatha sambil berjalan menuju tempat duduknya.
"Ri, kenapa sih mereka?" tanya Agatha pada Riri yang duduk di sebelahnya.
"Hm, anu--"
Plak! Plak!
"Ahhh! Sakit tahu! Enak aja lo maen tampar-tampar sembarangan!" decak Agatha kesal.
"Heh! Gara-gara lu ya Iqbal jadi masuk rumah sakit!" cibir teman Agatha yang bernama Lisa. Ia suka pada Iqbal dan selalu memperhatikan gerak-geriknya.
"A-apa?! Kak Iqbal masuk rumah sakit?!" ujar Agatha tidak percaya.
Namun, saat mereka sedang bertengkar, guru pun datang dan pelajaran pun dimulai.
Agatha tidak fokus saat pelajaran dimulai. Namun, tiba-tiba Bu Ratna, guru BK yang mengajar di kelasnya membahas soal Iqbal.
"Ya, anak-anak kalian jangan pacaran dulu, ya. Karena Ibu dapet info dari guru-guru kalau kakak kelas kalian itu kecelakaan setelah teleponan sama pacarnya. Katanya pacarnya ingin menjauh dari dia, tapi kakak kelas kamu gak bisa tanpa pacarnya. Akhirnya saat ia ke sekolah mengendarai motor, ia tidak fokus dan harus dibawa ke rumah sakit," jelas Bu Ratna mengingatkan.
Agatha yang mendengarnya seketika diam seribu bahasa. Ia tak menyangka bahwa pengaruhnya tidak hanya untuk dirinya, namun juga dengan kak Iqbal.
Setelah pelajaran selesai, Agatha pergi ke kantin bersama. Begitu banyak tatapan sinis yang ia terima dari teman-temannya Iqbal.
"Heh! Gara-gara lo ya, Iqbal jadi kecelakaan!" teriak Kirana sambil menjambak rambut Agatha dengan kuat.
"Ahh! Sakit, Kak," rintih Agatha kesakitan dan kemudian menjambak balik Kirana.
"Maksud Kakak apa nuduh aku sebagai penyebab kecelakaannya Kak Iqbal?! Hah?! Gak usah sok belagu dan sok _hits_ Kak! Ngaca dulu kalo gak tau alesannya gak usah banyak ngomong!" marah Agatha sambil menjambaknya kemudian dilepaskan dan ditamparnya pipi Kirana hingga merah.
"T-tha?" ucap Riri terkejut melihat tingkah anarkis Agatha.
Agatha pergi ke kantin dan meninggalkan geng Kirana.
"Tah, lo seriusan?" tanya Riri masih tidak menyangka.
"Kelakuan dia sudah kelewatan batas, Ri," ujarku tegas.
"Ini baru sahabatku, jangan mau kamu dibully terus sama mereka," tambah Riri dengan bangga.
Setelah selesai mereka kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran.
Bel tanda pelajaran berakhir pun berbunyi. Agatha langsung pergi menuju rumah sakit yang merawat kak Iqbal, kekasihnya.
Sesampainya di sana, ia pun masuk ke ruangan yang sudah ia tanyakan ke suster.
Saat membuka pintu kamar, ia terkejut melihat kondisi Iqbal yang begitu memprihatinkan.
"Permisi," sapanya.
"Iya, kamu siapa, ya?" tanya Ibu Iqbal.
"S-saya Agatha, Bu temannya kak Iqbal," sahut Agatha dengan sopan.
"Oalah, mari duduk," ujar Ayah Iqbal.
Agatha pun duduk dan melihat kondisi Iqbal yang terbaring lemah.
"Kak Iqbal, bangun! Ada aku di sini," ujar Agatha sambil memegang tangannya.
"Maaf, kamu bukan mahrom," tegur Ibu Iqbal.
"Iya, maaf, Bu."
Saat mendengar suara Agatha, Iqbal pun bangun dan terkejut bahwa Agatha ada di sampingnya.
"Tha," panggil Iqbal dengan suara yang pelan.
"Iya, aku di sini."
"Iqbal, kamu sudah sadar, Nak," tutur Ibu Iqbal.
"Aku dengar suara Agatha langsung bangun Bu," ujarnya sambil tersenyum pada Agatha.
"Dia siapa kamu, Bal?" tanya Aya Iqbal.
"Pacar aku, Yah," jawab Iqbal.
"Apa-apaan kamu pacar-pacaran, Ayah tidak setuju dengan dia." Ayah Iqbal marah dan menatap Agatha seperti harimau yang ingin menerkam mangsanya.
"Mulai sekarang, kamu jauhi Nak Iqbal, ya," pinta Ibu Iqbal.
"I-iya, Bu," Agatha menangis dan ia pamit kepada orang tua Iqbal untuk pergi dari situ.
"Permisi, Bu saya izin pamit. Kak Iqbal cepat sembuh, ya," ujar Agatha kemudian pergi meninggalkan kamar Iqbal.
Setelah keluar, ia pergi ke taman yang ada di rumah sakit tersebut. Ia pun menangis sejadi-jadinya.
"Ya Tuhan! Kenapa nasib aku begini sekali!" lirihnya sambil terus meneteskan air mata yang tidak berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
IQHA (Completed)
Lãng mạn[Sudah terbit di Laskar Publisher, novel masih bisa di pesan lewat Shopee, link ada di bio profil.] Iqbal adalah lelaki yang taat akan ibadahnya. Namun, dia dipertemukan dengan sosok perempuan yang sudah, jelas-jelas berbeda dengannya. Berbeda keyak...