~Chapter 16

19 6 0
                                    

Agatha menatap punggung Kak Iqbal yang kian menghilang. Pandangannya seketika sendu bersamaan hilangnya Kak Iqbal dari pandangan.

"Terima kasih Tuhan, engkau telah menghadirkan dirinya dalam hidupku. Walau kutahu kelak kami tidak akan bisa bersatu."

Agatha berlalu memasuki rumahnya dengan perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Di satu sisi dia merasa begitu bahagia karena kini dia telah resmi menjadi pacar Kak Iqbal. Namun, di sisi lain, dia merasa gelisah. Takut, kelak dirinya harus berpisah dengan Kak Iqbal dan dirinya tidak siap untuk itu. Tetapi, siap tidak siap semua itu pasti akan terjadi.

Sesampainya Agatha di kamarnya dia segera memasuki kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Agatha, dia pun selesai dengan ritual mandinya, serta berpakaian piyama. Dia mengambil handphone-nya, lalu segera menyalakan data selulernya dengan posisi berbaring di atas tempat tidur.

Tak berselang detik pesan dari Kak Iqbal pun masuk.

Kak Iqbal
Assalamualaikum, Tha. Lagi ngapain?
Besok aku jemput kamu, yah. Boleh?

Jangan lupa makan. Kalau udah on jangan lupa balas pesan Kakak. I miss you♡

Agatha tersenyum melihat pesan Kak Iqbal itu. Kini tangannya mulai menari di atas keybord hanphone nya.

Me
Shalom, Kak.
Aku Lagi ngebalas chat kak, hehe.
Iya, Kak Iqbal juga jangan lupa makan. Baru juga beberapa jam Kak, udah rindu aja, hhe. Miss you too Kak Iqbal♡

Sengaja Agatha tak membalas pertanyaan Kak Iqbal yang satu itu. Dia tidak ingin warga sekolah tambah mencaci dan mem-bully nya. Jika, melihat mereka datang bersama.

Tak berselang pesan dari Riri pun ikut menyusul.

Riri
Agatha, gimana keadaan Kak Iqbal? Maaf, yah tadi aku gak temanin kamu, sampai Kak Iqbal sadar.

Me
Iya, gak-papa, Ri. Kak Iqbal baik-baik aja Ri. Bahkan, kami udah pulang dari puskesmas beberapa jam lalu.

Terlihat Riri sedang mengetik ...

Riri
Baiklah kalau begitu.
Agatha Christie: Iya, Ri

Agatha meletakkan handphonenya di atas nakas, lalu berjalan menuju meja belajarnya. Dia mengambil buku hariannya, lalu menuliskan sesuatu yang kini sedang mewakili perasaannya.

"Setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Namun, kuharap di perpisahan yang akan datang itu dapat kuterima dan dapat melepaskan dirimu dengan tabah."

********************************

Di lain tempat, Kak Iqbal baru saja pulang dari mesjid, setelah selesai mengajar anak-anak mengaji. Ini lah kebiasaan Iqbal di saat dia mempunyai waktu luang, dia akan menyempatkan diri untuk mengajar di mesjid. Terkadang dia bersama Abinya, tapi tadi Abi belum pulang. Membuat Kak Iqbal berangkat sendirian.

"Assalamualaikum," salam Kak Iqbal sambil mengetuk pintu rumahnya.

Tak berselang lama, Umi Kak Iqbal membuka pintu beriringan menjawab salam Kak Iqbal,"Waalaikumsalam. Egh, anak Umi sudah pulang. Yuk, kita makan malam. Abi sudah pulang juga."

Kak Iqbal menyalimi tangan Ibunya, lalu berucap, "Baik, Umi."

Sesampainya di meja makan Kak Iqbal tak lupa mencium tangan Abinya juga.

"Anak Abi. Gimana ngajarnya lancar?" tanya Abi.

"Alhamdulillah, lancar, Bi." Kak Iqbal menjawab sambil mendudukan bokongnya di kursi yang tersedia.

"Alhamdulillah. Ya sudah, kita makan malam dulu."
Setelah membaca doa yang dipimpin oleh Kak Iqbal mereka makan dengan tenang, tak ada percakapan, hanya suara sendok yang bersahutan.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Pagi ini, Agatha berangkat sekolah diantar oleh Papanya, dan ini sudah dijadikan alasan semalam oleh Agatha untuk menolak tawaran Kak Iqbal. Yah, semalam mereka kembali bertukar pesan.

Agatha memasuki gerbang sekolah, banyak pasang mata yang menatapnya sinis, serta cacian yang dilontarkan kepadanya. Namun, Agatha hanya dapat berjalan menundukkan kepala, membuat telinganya seakan tuli dari cacian yang didapatkannya.

Agatha tak tahan dengan semua cacian ini, dengan cepat dia berlari menuju kamar mandi. Di dalam sana, Agatha menumpahkan tangisannya. Sebegitu hinanyakah dirinya ini? Sebegitu rendahkah dia?

Agatha juga memiliki hati dan telinga. Kenapa mereka begitu tega melontarkan kalimat yang begitu pedas kepada Agatha. Apa kesalahan yang telah Agatha perbuat kepada mereka, sehingga mereka begitu tega. Mencaci tanpa berpikir terhadap perasaan Agatha.

"Tuhan, apa kesalahan yang telah kuperbuat kepada mereka? Kenapa mereka begitu tega? Apa salah jika aku mencintai Kak Iqbal? Kenapa, Tuhan?!" Agatha memeluk lututnya di balik pintu, menenggelamkan kepalanya di selah lipatan tangannya.

Cacian yang tadi yang begitu terngiang dalam telinga dan pikiran Agatha. 'Dasar wanita murahan. Pasti ibunya dulu juga wanita murahan, hingga anaknya berperilaku seperti itu juga. Buah 'kan tidak jatuh jauh dari pohonnya!"

Di saat dirinya yang dihina dia mungkin dia bisa saja menahannya dan menganggap semua itu hanya angin lalu, tapi ini ibunya yang dihina. Ingin sekali Agatha menggampar dan membalas mulut mercong orang tadi. Namun, dia begitu tak memiliki daya untuk semua itu.

IQHA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang