~Chapter 29

8 5 0
                                    

Sesampainya di rumah, Iqbal masih termenung memikirkan apa yang telah terjadi di rumah Agatha.

Iqbal tidak menyangka kalau Agatha bisa secepat itu melupakannya. Kemudian ia berpikir bahwa dia menerima tunangan dengan Riri pun hanya mengikuti kata orang tuanya. Sementara hatinya akan selalu untuk Agatha dan hanya akan bisa dimiliki Agatha. Tapi, mengapa Agatha malah dengan senyum manisnya menyambut kedatangan cowok itu?

"Ahhh ... kenapa sih jadi gini!" geramnya dengan tangan yang mengepal.

"Kenapa juga harus bisa kenal sama Agatha kalau akhirnya begini. Riri udah jadi korban percintaan kami, sekarang hati kami sama-sama terluka!!" Iqbal terus saja marah- marah akan perbuatannya.

"Lagipula kenapa aku harus jatuh cinta sama Agatha, sih? Udah jelas kami beda kepercayaan ditambah orang tua kami yang kurang percaya akan hubungan kami kedepannya. Hadehhh." Iqbal memijat pelan pelipisnya.

Karena lelah menggerutu, Iqbal lebih memilih untuk tidur dan menyambut datangnya sang mentari yang kembali menyinari bumi.

Sementara di kediaman Agatha, dengan tamu yang sampai saat ini masih belum pulang, ia begitu risih, tidak bisa bebas di rumahnya sendiri.

Mau sampai kapan di sini? Gue capek pengen tidur tau, gak? batin Agatha berbicara.

Gluduk-Gluduk!!

Petir terdengar keras, awan hitam pun mulai bergumpal di atas langit yang mendung dan tandanya hujan akan turun. Agatha berpikir bahwa keluarga Om Smith akan pulang dan dia bisa bebas.

Namun, apa yang Agatha pikirkan tidak jadi kenyataan.

"Jeng, gimana nih? Kan hujan, apa mau bermalam di sini saja?" Agatha yang sedang minum mendengar penuturan Mamanya itu tersedak.

"Bagaimana bisa, Bu?" tanya Agatha spontan.

"Ma-maksud Agatha 'kan Om Smith bawa mobil, Bu, gak mungkin kehujanan lah. I-iya kan Om, Tan," ucapnya sambil nyengir kuda.

"Agatha betul, Jeng, kalaupun motor El biarkan saja, titip di sini dulu. Gapapa kan?"

"Oya gapapa, Tan. Dengan senang hati."

"Kalau begitu kami pamit pulang, yaa." Agatha dan Papa mamanya mengantar keluarga Om Smith sampai teras.

"Bye Agatha."

"Bye ..."

Agatha langsung berlari masuk ke dalam kamarnya. Ia sudah tidak tahan ingin tidur di kasurnya yang hangat. Ia merebahkan diri di kasur dan menatap langit-langit.

"Kenapa harus seperti ini? Kenapa Kak Iqbal tidak membantah pertunangan ini? Apa dia sudah tidak cinta padaku lagi dan memilih dijodohkan dengan Riri?" gumamnya bertanya-tanya.

"Kenapa cinta sesulit ini?" sambungnya lagi kemudian tertidur lelap.

***

Mentari menyambut pagi dengan senyumannya yang menyinari bumi, dan kicauan burung yang merdu membuat tubuh ini masih nyaman terbaring di kasur.

"Tha, bangunn!" teriak Mama Agatha.

"Masih pagi, Ma. Sebentar lagi, ya." Agatha menggeliat dan memeluk guling lagi.

"Sebentar lagi sebentar lagi, cepet bangun atau-" Mama menggantung ucapannya.

"I-iya Agatha bangun, Ma." Agatha langsung bangun dari tidurnya dan bergegas ke kamar mandi.

Melihat tingkah anaknya itu, mamanya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

***

~Rumah Iqbal

Termenung di teras rumah sambil menikmati secangkir teh hangat adalah kebiasaannya di pagi hari.

Sesekali ia menyeruput teh hangatnya dan berpikir kembali.

Apakah ia memang harus melupakan Agatha? Jika ya, Iqbal hanya akan menyampaikan amanah dari Riri sebelum dia mendonorkan jantungnya untuk Agatha.

Flashback On

"Kak, sebelum aku pergi, tolong beri ini pada Agatha, yaa. Dalam flashdisk ini tersimpan rekaman video yang akan Agatha saksikan," ucapnya pada Iqbal di ruang operasi.

"Iya, Ri. Ini adalah amanah buat Kakak. Terima kasih sudah mau berkorban untuk Agatha. Semoga kamu bahagia dan tenang di sana nanti, yaa."

"Terima kasih banyak, Kak. Terima kasih banyak," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Flashback Of

Mengingat kejadian itu, Iqbal membulatkan keputusannya untuk melupakan Agatha dan hanya akan menyampaikan amanah Riri.

"Mungkin waktu pernikahannya yang bagus untuk menyampaikan amanah Riri," pikir Iqbal.

***

Kedatangan keluarga Om Smith kemarin bertujuan untuk menentukan tanggal pernikahan mereka dan itu sekitar 2 minggu lagi.

Rumah dan kamar Agatha yang sudah mulai didekor dan pastinya dengan dekorasi yang tidak kalah mewahnya dengan dekorasi biasa.

"Gimana? Kamu suka dekorasinya?" tanya Mama Agatha.

"Pastinya, Ma. Aku suka banget."

"Kalau begitu, Mama sama Papa mau keluar dulu, yaa. Kamu bantu-bantu menghias rumah, ya. Jangan kemana-mana, yaa," pesan Mama sambil mengecup kening Agatha.

"Siap Ibu Negara," ucapnya sambil mengambil gerakan hormat.

Ekspresi Agatha yang belakangan ini selalu happy, ia tidak lagi memikirkan perasaannya kepada Iqbal. Agatha serasa sudah bisa melupakan Iqbal dan hanya akan mengikuti apa kata orang tuanya saja.

Menurut Agatha, pilihan orang tuanya yang terbaik dan tidak pernah salah. Walau sebenarnya, hatinya berkata lain dan terus memikirkan Iqbal seorang.

IQHA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang