▪︎Chapter 8: ULANG TAHUN▪︎

445 73 45
                                    

     Tepuk tangan riuh kembali meramaikan suasana kafe sesaat setelah Bobby menyelesaikan bait terakhir pada lagunya. Ia semakin terkenal saja. Selain kafe milik Yovinda, kini ada beberapa kafe yang memintanya untuk menjadi pengisi panggung tetap di akhir pekan. Yang kelimpungan tentu saja Dika, harus menyesuaikan jadwal Bobby yang semakin padat saja. Bahkan kini, Dika harus meminta maaf pada Bobby karena menambah hari dalam performnya menjadi lima hari dalam sepekan. Hanya Senin dan Selasa saja Bobby libur dan bisa bersantai.

      Bobby tak masalah sebenarnya. Toh niatnya pindah ke kota ini memang untuk bekerja, bukan hal lain. Namun entah kenapa, jadwalnya yang semakin padat membuat ia semakin jarang bertrmu dengan Melati. Tak bisa dipungkiri, ia rindu.

      Dua bulan setelah mengetahui kenyataan bahwa Mentari bukanlah anak kandung Melati buktinya tak mengubah semuanya. Sungguh, Bobby tak mempermasalahkannya. Kenyataan bahwa Melati belum pernah menikah dengan ayah Mentari malah membuat hatinya memancarkan perasaan lain. Entah disebut apa, yang pasti ada sedikit kelegaan di sana.

       Tentu saja Bobby tak memberitahu Melati jika ia sudah tahu tentang hal itu. Biarlah Melati menganggap Bobby belum tahu. Ia tak ingin keadaan yang sudah menyenangkan ini menjadi canggung nantinya.

       Bobby masih rutin sesekali mengantar Mentari ke sekolah. Gadis berumur empat tahun itu tentu saja bahagia. Ia malah sudah membeli helm kecil untuk dirinya, agar semakin aman saat berkendara. "Om Gulali, Tari sengaja beli helm warna ungu, supaya samaan kayak rambutnya om Gulali. Lucu, kan?" Riang Mentari saat memamerkan helm barunya itu pada Bobby, sesaat setelah ia dan Ibunya baru pulang dari pasar.

      "Maaf, Mas. Mentari merengek minta dibelikan helm. Katanya, supaya aman kalo dibonceng Om Gulali." Begitu kata Melati waktu itu. Bobby hanya tertawa terbahak melihat tingkah Mentari yang sepertinya sudah benar-benar lengket padanya. Apakah ini pertanda, semesta memberinya lampu hijau untuk mendekati Melati?

      Kembali ke malam ini, di kafe milik Yovinda. Bobby sudah turun dari panggung untuk beristirahat sejenak, sebelum dirinya mulai menghibur lagi. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Masih ada dua jam lagi sebelum kafe tutup. "Bang, lo tau nggak, lusa hari apa?" Sosor Dika yang mendadak muncul dari arah belakang dan langsung mencomot muffin coklat yang disuguhkan Yovinda untuk Bobby.

      "Hari Selasa."

      "Ya, maksud gue, hari spesial apa?"

     Bobby menggeleng pelan, setelah beberapa detik memutar otak dan tidak mengetahui jawabannya.

      "Mentari ulang tahun." Jawab Dika kemudian.

     Mata kecil Bobby membesar, sambil mulutnya membentuk huruf O. Ia tak pernah menanyakan perihal tersebut, jadi jangan heran jika ia tidak mengetahui. "Rencananya, kita mau rayain di sekolahnya Mentari. Lo mau ikut, nggak?"

     "Pake nanya!" Bobby menjitak kepala Dika keras, cukup membuat laki-laki yang berusia lebih muda darinya itu meringis kesal. "Kalaupun lo nggak ngajak gue, udah pasti Tari ngajak gue secara langsung. Gue kan, om Gulali favoritnya!"

     Dika menatap sinis ke arah Bobby. Kesal, karena predikat 'om favorit' yang selama ini ia sandang sudah berpindah ke orang lain. Namun juga lega, karena orang lain itu adalah Bobby, laki-laki yang sudah ia anggap sebagai abangnya sendiri. "Tunggu aja, nanti gue cat rambut jadi warna pelangi, merah kuning hijau di langit yang biru, supaya gantian gue yang dipanggil om Gulali sama Mentari!"

~~~~~~~

      Benar kata Bobby. Keesokan harinya, bahkan sebelum mata kecil Bobby terbuka sempurna, Mentari sudah mengetuk-ketuk pintu rumahnya dengan tidak sabar. "Om Gulali! Om Gulali! Buka pintu dong!" Teriakan kecil itu berhasil membangunkan Bobby dengan sempurna. Maklum saja, semalam ia baru pulang jam satu dini hari, membuat pagi ini kantuk masih amat ingin bersamanya.

Secret Of Flower [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang